7 BUAH disko telah "turun" di Istora Senayan awal bulan ini.
Mereka adalah sisa dari 16 peserta Festival Disko 1976 yang
sudah melangsungkan babak penyisihannya di Gelanggang Mahasiswa
Kuningan. 30 penari soul juga ikut bergoyang dalam pertarungan
yang memperebutkan duit Rp 150 ribu (juara pertama) itu.
Meskipun juara tahun lalu disko "Madlod" -- hanya ikut sebagai
penyelenggara, dalam kerepotan itu, masih bisa dinyatakan bahwa
festival berlangsung lebih seru. Beberapa peserta luar kota
dilaporkan mampu ikut serta kalau saja tidak tertahan oleh biaya
akomodasi. Di samping itu ternyata ada kemajuan dari segi tata
rias, lelampuan dan pengeras suara. "Kreativitas mereka
berkembang", kata Syamsudin dari PT Syam Studio, yang punya
kerja.
Sebagaimana diketahui disko di Jakarta hidup dengan subur pada
masa ini Sebagai usaha komersiil. Sebuah disko yang dikenal
sebagai "Gua Rama" misalnya sudah mendapat tempat tetap di Hotel
Indonesia. Disko yang lain kebanyakan masih mengembara dari
rumah ke rumah pemesan mereka. Dengan sewa sekitar Rp 5 ribu
sampai Rp 200 ribu semalam wajarlah mereka membutuhkan publikasi
nama sehingga tarif mereka bisa unggul terus. Maklum biaya
sebuah disko tidak kecil. Kendati banyak tata suara yang mereka
bikin sendiri, rata-rata mereka selalu ditunjang oleh pengeras
suara merek Altec, JBL, Jackson, JVC Nivico yang harganya
jutaan. Sebuah disko kecil seperti "D'Trotel" saja misalnya
membenam Rp 10 juta, sedangkan disko "Subec" sampai dua kali
itu. Ini memang semacam jor-joran merek pada akhirnya.
Rumah Koboi
Para juri memberikan waktu 12 - 20 menit untuk tiap peserta.
"Tapi kami bukan menilai keras-kerasan suara", kata Damsyik
ketua juri. Yang dinilai disamping tata suara adalah tata hias,
tata lampu dan kostum awak disko. "Dan kalau ada sesuatu yang
bisa mengalahkan alat impor, alat itu kami nilai tingi", kata
Damsyik pula. Sebagai contohnya, dalam membuat asap, ada disko
yang tidak mempergunakan mesin pengocok asap, tapi hanya bungkah
es kering yang dituang air.
Di samping namanya sudah aneh-aneh ("Chokrem", "Subec", "Aneh",
Concoerd", "D'Trotel", "Lady Mahesta", "Pulse") ulahnya juga
serem-serem. "Chokrem" (Chowok-chewek kerempeng) memajang rumah
koboi 'Pulse" diperlengkapi monster kelelawar yang menarik dan
berani adalah "D'Trotel" yang mencoba menampilkan set warung
kopi model Betawi. Sayang sekali meskipun juri tampaknya cukup
menghargai, disko ini terpaksa telan ludah saja pada saat
ditetapkannya pemenang. Sedang "Lady Mahesta" yang awaknya
terdiri dari wanita seluruhnya, tidak berhasil juga, walaupun
mencoba eksentrik dengan kuda terbang dan menampilkan bocah
umur 5 tahun. Berkata Farida Feisol (d/h Farida Syuman, penari,
anggota juri: "Saya nggak senang kalau ada anak kecil, ini
opini saya. Tapi toh tidak ada pengaruhnya dalam penilaian saya".
Mati Konyol
Di set disko "Subec" terlihat sebuah jala nilon terbentang
menggapai puncak Istora. Di lantai adalah kubur bersalib, tempat
para korban narkotik dan para penyelundupnya. Beberapa pengeras
suara merek Altec mengapit sebuah bilih yang dibentuk dengan
membentangkan kain putih. Dengan lampu kelip kuning, terdengar
bunyi lonceng gereja, dan sebuah peti mati didorong ke luar
diapit oleh 4 setan yang mengenakan jubah hitam. Asap mengepul
lantas kelihatan sosok berbalut perban putih keluar dari peti.
Suryohadi Luhur yang bertindak sebagai discjockey menurunkan
lagu Jaws Baia Turning Point Dragon Fly ( Lalo Schifrin --
Black Widow) yang terasa mengesankan dan langsung menempatkan
"Subec" sebagai pemenang pertama. "Subec pintar menggunakan
ruang", kata salah seorang juri. Sementara Suryohadi sendiri
ikut terpilih pula sebagai discjockey paling jempol. Pilihan
yang memang tepat. Juara-juara lainnya adalah disko "Aneh"
yang mengantongi Rp 100 ribu sebagai juara kedua, kemudian
disko "Concoerd" dengan imbalan Rp 75 ribu.
Adapun pentas kecil (2 x 5 meter) yang ditempatkan di tengah
arena ulah jauh dari meja juri, menampilkan pertarungan seru
juga. Di sana jago masih masing disko unjuk kebolehan
goyangnya. Kendati lantai tersebut terlalu sempit toh Dody dari
disko Pulse berhasil membuat para juri memberikan ke dukan
juara dengan imbalan Rp 100 ribu. Juara kedua adalah
pasangannya sendiri Vibe yang muncul dengan celana mini dan
kaos oblong putih. Mereka ber- dua telah berlaku pintar. Mereka
turun dari pentas kecil itu mendekati lampu-lampu disko,
memanfaatkan bagian depan disko yang masih lowong. Ada yang
menyangka bahwa ini melanggar ketentuan karena pentas kecil
tersebut dianggap sebagai arena khusus untuk bergoyang. Boy
dan Lies dari disko yang sama yang pernah muncul dengan baik di
babak penyisihan termasuk mati konyol karena kesempitan pentas
ini. "Sebetulnya ketentuan itu tidak ada de- mikian penjelasan
juri. Disebutkan bahwa juara goyang ketiga berada di tangan
Yongkie dari "Concoerd" dan hadiah Rp 25 ribu. Juga pantas
disebutkan bahwa tahun depan direncanakan festival ini
mencakup seluruh Indonesia. Apa Wonogiri mau ikut?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini