Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelukis R.E. Hartanto dan Wedhar Riyadi berduet menggelar pameran bersama di Galeri Ruang Dini Bandung mulai 7-20 November 2024. Kedua seniman itu total menampilkan lima karya lukisan dalam pameran bertajuk Beyond the Surface: Ne Poetics in Still Life.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mereka menginterpretasikan ulang tradisi still life dengan melibatkan abstraksi, simbolisme, dan surealisme," kata kurator pameran Yogie A. Ginanjar secara tertulis, Jumat 8 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lukisan still life berdasarkan sejarah telah berusaha membekukan waktu, merangkum hubungan rumit antara temporalitas dan materialitas. Namun, pada masa kontemporer, seniman seperti R.E. Hartanto dan Wedhar Riyadi mendorong batas-batas genre ini dengan menanamkan karya mereka dengan kompleksitas visual dan puitis yang melampaui representasi belaka.
Dalam karya Hartanto, menurut Yogie, sosok bermahkota yang megah, mengingatkan pada patung monumental, berdiri tegak di tengah lanskap yang luas. Apa yang sekilas tampak sebagai ciptaan asli sang seniman, sebenarnya merupakan representasi dari patung karya pasangan suami-istri Prancis, François-Xavier Lalanne dan Claude Lalanne. Keluarga Lalanne, yang terkenal karena karya surealis mereka yang memadukan dunia hewan dan botani, menciptakan patung yang memadukan antara kegunaan dan fantasi.
Hartanto memberi penghormatan kepada karya-karya ini dengan menempatkan bentuk-bentuk pahatan ikonik dalam lingkungan surealis. Pendekatan teknis Hartanto berakar pada apropriasi dan transformasi. Objek-objek dalam lukisannya mungkin dipinjam, tetapi sang seniman mengambil kebebasan kreatif dalam cara menempatkannya dalam lanskap surealis.
Lukisan minyak karya Wedhar Riyadi berjudul Containers berukuran 150 x 150 sentimeter (Dok. Ruang Dini)
Sementara Wedhar Riyadi menciptakan lukisan still life dengan memahat objek-objeknya dulu menggunakan tanah liat sebagai media. Pendekatan Riyadi menurut Yogie, mencerminkan proses pelukis still life klasik yang menata objek-objek fisik dalam komposisi yang disengaja. Namun, Riyadi memodernisasi proses ini dengan menambahkan pencahayaan neon buatan dan memanipulasi teknik chiaroscuro untuk memahat subjek-subjeknya dalam cahaya dan bayangan sebelum memotretnya sebagai referensi untuk lukisan-lukisannya.
Dalam lukisan benda mati Riyadi, tekstur kasar dari objek yang dipahat dan penggunaan lampu neon memberikan lukisan tersebut estetika kontemporer, yang membedakannya dari realisme halus benda mati tradisional. Prosesnya dimulai dengan memahat objeknya dengan tangan dari tanah liat, memberikannya tekstur kasar yang tidak selesai yang sengaja dibuat untuk menunjukkan materialitas objek itu sendiri. Kualitas taktil ini menambahkan lapisan resonansi emosional, karena ketidaksempurnaan bentuk yang dipahat membangkitkan rasa kerapuhan dan temporalitas.
Pilihan Editor: Pameran Lukisan Oliver Wihardja, Antara Autisme dan Alkitab