Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Berita Tempo Plus

Dark Nuns: Film Horor Korea Selatan yang Laris di Indonesia

Dark Nuns, film horor thriller supranatural dari Korea. Menggali akar masalah lebih dalam dan menyuguhkan kengerian intensif. 

22 Februari 2025 | 06.00 WIB

foto: zip cinema
material-symbols:fullscreenPerbesar
foto: zip cinema

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Film horor Korea Selatan Dark Nuns sukses meraup 1 juta penonton di Indonesia. 

  • Beda selera film horor buatan Korea dan Indonesia. 

  • Tanpa kejutan alias jump scare film-film horor Korea menyuguhkan kengerian intensif. 

SATU lagi film Korea Selatan yang sukses di bioskop Indonesia: Dark Nuns. Sebuah sajian sinema horor thriller supranatural yang sudah tayang di Tanah Air sejak 24 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Menurut laporan distributor film MEW, Dark Nuns telah meraup lebih dari 1 juta penonton di Indonesia. Sebagai perbandingan, film karya sutradara Kwon Hyeok-jae itu mencatat penjualan 1,6 juta penonton di pasar domestik Korea Selatan. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Walhasil, Dark Nuns duduk di peringkat kedua film Korea Selatan terlaris di Indonesia. Adapun film Negeri Ginseng terlaris di Indonesia masih ditempati film horor Exhuma (2024) dengan torehan 2 juta penonton. Kemudian di posisi ketiga diisi Parasite (2019) dengan capaian 700 ribu penonton. 

Dark Nuns berkisah seorang anak laki-laki bernama Hee Joon (Moon Woo-jin) yang dirasuki roh jahat. Bantuan pun datang dari biarawati Yunia (Song Hye-kyo) dibantu biarawati muda Mikaela (Jeon Yeo-bin). Berbagai cara dilakukan Yunia untuk menyelamatkan Hee Joon meski menggunakan cara terlarang. 

Pada saat kedua biarawati itu mencoba melawan kekuatan supranatural nan menakutkan, rupanya mereka ikut mengungkap rahasia gelap dalam institusi mereka. Film ini menggali tema keimanan, keselamatan, dan perjuangan kebaikan melawan kejahatan yang tak pernah ada akhirnya. Dark Nuns adalah perluasan cerita dari film sebelumnya berjudul The Priests yang tayang pada 2015.

Pujian layak diberikan kepada Song Hye-kyo yang tampil meyakinkan sebagai seorang biarawati. Hebatnya, ini penampilan perdana Song Hye-kyo setelah vakum di dunia film hampir 10 tahun. Akting perempuan 43 tahun itu begitu solid, misalnya saat ia beradegan merokok. 

Film Dark Nuns. Zip Cinema

Bagi Song Hye-kyo, akting tersebut adalah tantangan besar mengingat ia bukanlah perokok. Kekhawatiran sempat muncul di benaknya saat harus memerankan karakter perokok. Ia takut aktingnya tak natural alias gagal memerankan seorang perokok. 

Walhasil, selama enam bulan sebelum proses pengambilan gambar, Song Hye-kyo rutin berlatih merokok sembari mendalami perannya sebagai Yunia. "Adegan pertama dimulai dengan merokok dan harus di-close-up besar. Jadi saya tidak ingin berpura-pura merokok," katanya seperti dikutip dari KoreaTimes. 

Seperti film horor Korea sebelumnya, Exhuma, Dark Nuns memberikan suasana baru di bioskop Indonesia. Maklum, sampai saat ini film horor lokal masih mendominasi bioskop-bioskop dalam negeri. Wajar karena selera penonton lokal terhadap sajian cerita seram masih sangat tinggi. 

Bedanya, baik Dark Nun maupun Exhuma disajikan dengan cara yang lebih lembut. Ciri paling mudah, tak ada unsur kejutan dari sosok setan alias jump scare yang muncul di kedua film tersebut. 

Sementara itu, unsur jump scare sering disisipkan dalam film-film horor Indonesia. Sosok setan yang tiba-tiba muncul di belakang karakter pemain lengkap dengan scoring yang mengagetkan sudah menjadi hidangan wajib film horor dalam negeri. 

Merujuk pada Dark Nuns dan Exhuma, alih-alih menyuguhkan sosok hantu secara terang-terangan, penonton justru diajak menyelam ke dalam inti cerita. Ya, penonton seperti didorong ikut serta dalam membongkar misteri, termasuk mendalami karakter pemain. 

Seperti menyelami karakter Yunia, biarawati yang doyan merokok dan jago mengumpat. Sutradara Kwon Hyeok-jae juga memilih menyuguhkan atmosfer kesunyian yang nyatanya sukses memberikan rasa cemas dan takut kepada penonton. 

Adapun Exhuma malah mengajak penonton berkelana lebih jauh lagi. Ya, film tersebut lebih mengeksplorasi sejarah kelam konflik Korea dengan Jepang. Bayangkan, di tengah gangguan teror hantu, sang sutradara dan penulis naskah masih bisa menyisipkan aroma sosial, politik, dan budaya. 

Film Dark Nuns. Zip Cinema

Selain Dark Nuns dan Exhuma, terdapat beberapa judul film horor Korea yang sukses menyampaikan cerita seram pada tingkat yang lebih matang. Seperti A Tale of Two Sisters (2003) yang memberikan rasa takut kepada penonton lewat trauma keluarga yang misterius dan kesehatan mental. 

Ada pula The Wailing (2016) yang menyuguhkan cerita horor lebih rumit lagi. Film ini mencampurkan unsur paranoia, rasisme, kesehatan mental, serta ritual keagamaan. Film karya sutradara Na Hong-jin ini sukses mengajak penonton terombang-ambing dalam menentukan mana yang benar dan yang salah.

Sutradara film Ismail Basbeth mengatakan, di beberapa negara maju, seperti Korea Selatan, film horor sudah berkembang dari sekadar adegan setan jump scare. Hal ini lantaran para pembuat dan penonton film di Korea sudah paham bahwa rasa takut itu bukan hanya diciptakan dari munculnya makhluk supranatural secara mendadak di dalam ruangan. 

"Mereka sudah jauh lebih dalam eksplorasinya dan berusaha menjelaskan lebih utuh dari mana rasa takut muncul dan lahir," kata Basbeth ketika dihubungi pada Jumat, 14 Februari 2025.

Karena itu, film horor punya keterkaitan dengan kedalaman manusia memahami dirinya serta hal-hal yang asing dan menakutkan. Namun, muncul pertanyaan, bukankah semua yang asing selalu menakutkan? Menurut Basbeth, justru pertanyaan tersebut yang membuat film horor lebih stabil di pasaran. "Mirip dengan film percintaan karena cinta dan rasa takut itu sama-sama universal nilainya," ujarnya. 

Basbeth menambahkan, wawasan, ilmu pengetahuan, prinsip politik, serta ekonomi ikut menentukan selera masyarakat. Karena itulah, selera pasar setiap negara berbeda-beda. Seperti halnya selera film horor, kebanyakan orang Indonesia lebih senang ditakuti dengan kejutan. Maka, wajar setiap film horor di Tanah Air pasti mengandalkan unsur jump scare dan tempo cepat. Kombinasi tersebut buktinya ampuh meraup jutaan penonton sampai saat ini.

"Sedangkan di Korea Selatan pasarnya lebih dewasa karena penontonnya lebih dewasa dan akses informasi serta edukasinya lebih tinggi. Ini yang menciptakan selera dan kemungkinan yang berbeda pula."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Indra Wijaya

Indra Wijaya

Bekarier di Tempo sejak 2011. Alumni Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ini menulis isu politik, pertahan dan keamanan, olahraga hingga gaya hidup.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus