Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Film Laut Bercerita, Kisah Penculikan Aktivis 1998 Diputar di Yogya

Film Laut Bercerita bertolak dari riset mendalam penulis novel dengan judul yang sama sekaligus penulis naskah, Leila S Chudori.

4 Maret 2023 | 19.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Adegan dalam film Laut Bercerita yang diputar di Auditorium Sekolah Tinggi Multi Media (MMTC) di Jalan Magelang, Yogyakarta, Jumat malam, 3 Maret 2023 (TEMPO | Shinta Maharani).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Film tentang penculikan aktivis 1998 dan keluarga yang kehilangan, berjudul Laut Bercerita diputar pertama kali secara offline di Auditorium Sekolah Tinggi Multi Media MMTC pada Jumat malam, 3 Maret 2023.  Sepanjang 30 menit, layar menampilkan kisah yang mencekam dan menyayat.

Penyiksaan Aktivis 98

Sutradara Pritagita Arianegara memulai dengan penyiksaan aktivis di sel bawah tanah yang dingin. Tendangan dan pukulan bertubi-tubi menghantam tubuh Biru Laut (Reza Rahadian). Tikar menggulung sekujur tubuh Laut yang penuh luka dan lebam.
Laut tak sendirian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga kawannya, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, dan Alex Perazon hidup bersama kesunyian dinding penjara. Hari-hari menjadi kabur, tak tahu kapan siang dan malam. Mereka disekap, diinterogasi, digantung, dan disetrum agar bersedia menjawab pertanyaan: Siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film ini bertolak dari riset mendalam penulis novel dengan judul yang sama sekaligus penulis naskah, Leila S Chudori saat bekerja sebagai wartawan Majalah Tempo. Tahun 2008, Leila menjadi pemimpin proyek edisi khusus tentang penguasa rezim Orde Baru, Soeharto. "Saya kebagian urus pelanggaran HAM. Ada tragedi 1965, Talangsari, dan 1998," kata Leila saat diskusi seusai pemutaran film. 

Nezar Patria Tulis Detail Penyiksaan Aktivis 98

Saat itu, Leila meminta wartawan Tempo, Nezar Patria untuk menulis tentang penyiksaan yang dia alami bersama sejumlah aktivis mahasiswa yang anti-diktator Soeharto. Nezar pada 1997 merupakan aktivis Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi, satu dari korban penculikan yang selamat. Tulisan Nezar yang dimuat Majalah Tempo pada 4 Februari 2008 berjudul Di Kuil Penyiksaan Orde Baru. 

Dari situlah, perempuan berusia 61 tahun itu terinspirasi menulis novel Laut Bercerita. Dia riset secara serius sejak 2013 hingga 2016. Leila mendatangi Yogyakarta, basis perlawanan aktivis kiri zaman Orde Baru dan Solo. Selain aktivis, Leila bertemu dengan keluarga aktivis korban penculikan. 

Suasana diskusi seusai pemutaran film Laut Bercerita di Auditorium Sekolah Tinggi Multi Media (MMTC) di Jalan Magelang, Yogyakarta, Jumat malam, 3 Maret 2023 (TEMPO | Shinta Maharani)

Pertemuan itu menurut dia membawa kesan kuat hingga membuat Leila sempat macet menulis. "Ketemu adik, kakak, ibu korban. Pasti nangis habis wawancara. Sulit bagi ibu kehilangan anak," ujar Leila. 

Sutradara film, Pritagita menyebutkan film ini menemui penontonnya kedua kali secara offline setelah pandemi. Sebelumnya pemutaran berlangsung online. Dia tidak menyangka umur film ini panjang. 

Film Berdasarkan Wawancara dengan Leila S. Chudori

Pritagita menjelaskan proses syuting memerlukan waktu tiga hari. Dia riset berbasis wawancara dengan Leila. Penyiksaan di penjara misalnya pusat dari seluruh adegan. "Penjara harus terlihat seperti kandang bawah tanah," kata dia. 

Film ini bertabur artis kawakan seperti Tio Pakusadewo (Arya Wibisono, ayah Laut), Aryani Willems (ibu Laut), Ayushita Nugraha (Asmara Jati, adik Laut), dan Dian Sastrowardoyo (Ratih Anjani, kekasih Laut). Peran Ibu Laut, Aryani Willems dalam film itu terasa kuat.

Di kamar anaknya yang sunyi, Ibu Laut sendirian menatap kosong kasur. Dia kemudian tertidur dia kursi sembari menggenggam foto Laut. Asmara Jati yang pulang dari aksi Kamisan membangunkan ibunya. Sang ibu berhalusinasi Biru Laut masih hidup. Dia menangis di pelukan Asmara Jati yang tabah. 

Adegan paling menarik justru tentang kehangatan keluarga Arya Wibisono di ruang makan. Pada Minggu sore, keluarga ini memasak bersama dan menyediakan makanan kesukaan Biru Laut. Ayah meletakkan satu piring untuk dirinya, ibu, satu Biru Laut, dan Asmara Jati. Mereka duduk menanti kedatangan Biru Laut. Tapi dia tak kunjung muncul. 

Pada 2017, film itu diputar pertama kali di auditorium Institut Français Indonesia, Jakarta, untuk mengiringi peluncuran novelnya. Setelah enam tahun bergulir, film ini masih diputar dan memikat penonton.

Produser film, Wisnu Darmawan berharap film ini kelak dibuat untuk layar lebar. "Berperan membantu generasi yang belum lahir pada zaman Orba memahami tragedi kemanusiaan," kata Wisnu. 

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.

Shinta Maharani

Shinta Maharani

Kontributor Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus