Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Gambar Berjiwa Satya Cipta

Perupa Satya Cipta menggelar pameran tunggal bertajuk “The Wandering Soul” di Galeri Art-1. Tubuh perempuan erotis dan magis.

8 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Perupa Satya Cipta. Dok. Pribadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Perupa Satya Cipta memamerkan lukisan di Galeri Art-1.

  • Tubuh perempuan daalm garis halus yang mengesankan erotisme dan magis.

  • Satya Cipta penggambar autodidak.

PERMUKAAN kanvas itu halus. Hanya ada warna biru tipis menutupi seluruh bidang. Latar warna biru membayangkan apa saja: langit yang jauh atau luas samudra yang tak tampak kedalamannya. Dalam kanvas biru samar itu, yang seakan-akan tanpa maksud, Satya Cipta menggambar figur-figurnya. Bahan kanvas memang mudah membawa asosiasi pada jenis lukisan. Tapi karya-karya Satya jelas condong sebagai gambar. Kanvas-kanvas halusnya kadang terasa seperti lembar kertas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada hubungan antara gambar dan apa yang hendak digambar. Gambar-gambarnya terutama tentang tubuh perempuan. Tapi apa itu tubuh kalau yang kita lihat adalah garis-garis panjang, lengkung-lengkung seperti busur, meliuk ke sana-kemari tanpa putus, “mengelilingi” dasar warna biru? Garis-garis Satya tak hanya membawa pandangan kita menyusuri bentuk tubuh, tapi juga tubuh di dalam tubuh atau tubuh-tubuh. Tubuh itu tampak membentang atau memanjang menjadi sesuatu yang lain. Tubuh seakan-akan tidak bisa dipastikan sepenuhnya sebagai milik. Gambaran mengenai tubuh tampak tak terpisahkan dengan sesuatu yang lain, yang bukan tubuh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena itu, bentang biru samar dalam semua kanvas agaknya bukan sepenuhnya tanpa maksud. Langit kosong atau samudra tenang menopang gambar-gambar itu. Garis tunggal dan tipis yang ditarik dengan mengena seakan-akan mudah dihapus atau “diangkat” dari gambar. Dengan fantasi begitu, semua gambaran mengenai tubuh mudah pula lenyap atau tidak ada. Gambar pun menjadi tidak ajek terhadap latarnya sendiri, yang seakan-akan sudah menopangnya. Apakah ini pandangan Satya perihal perempuan?

The Alters

Dalam Landorundun from Toraja, Satya menunjukkan ketertarikannya pada cerita rakyat tentang perempuan. Di daerah Toraja, Sulawesi Selatan, dikenal legenda mengenai Landorundun. Ia adalah perempuan yang terlahir sebagai pohon pakis yang memiliki rambut berpuluh meter panjangnya. Sehelai rambutnya yang putus dan dibawa arus sungai sampai ke wilayah lain di Kerajaan Bone. Rambut itulah yang mempertemukan Landorundun dengan Datu Bendurana, putra mahkota Kerajaan Bone.

Pernikahan mereka mengaitkan hubungan cinta dan kesepakatan politik antara wilayah Toraja dan Kerajaan Bone. Dalam gambar itu, Satya menggambarkan kedekatan antara tubuh lelaki dan perempuan dalam lilitan rambut panjang yang dibiarkan menjulur ke mana-mana. Sebagian rambut terbang dibawa burung-burung, ujung-ujung yang lain menjelma menjadi tanaman atau tubuh yang lain. Relasi-relasi tanpa bentuk pasti.

Gambar Landorundun in Bone mirip. Hubungan lelaki-perempuan digambarkan sebagai sepasang lengan dan kaki saling menggapai. Mereka melayang di atas aliran rambut panjang mirip sungai. Tentu muncul kesan erotis karena tubuh pasangan yang digambarkan Satya Cipta selalu polos. Jemari digambar dengan warna merah menyala, seakan-akan hasrat yang menjalar ke ujung-ujung tubuh.

Landorundum in Bone karya Satya Cipta.

Garis-garis Satya, terutama dalam kanvas, tidak selalu tunggal, tapi berbayang. Bayangan garis, gradasi dari gelap ke terang atau sebaliknya, menunjukkan wujud yang digambar tidak hampa, tapi memiliki bobot atau massa. Kita mengenal istilah “sigar mangsi” dalam khazanah gambar para penggambar di Bali, yang mencapai puncaknya pada masa I Gusti Nyoman Lempad. Tapi tanpa teknik itu pun garis-garis Sayta penuh penguasaan, bukan sebagai gambaran rinci, melainkan sebagai kekuatan kepekaan.

“Pola merah-hitam” seperti dalam Landorundun in Bone muncul pada sejumlah gambar lain. Dalam Life Circle, misalnya, tidak ada tubuh erotis seperti pada sebagian besar gambar. Kepala perempuan setengah tengadah dengan rambut panjang terjuntai ke bawah. Ujung garis rambut yang menipis mengembang menjadi rahim merah, mendorong tubuh jabang bayi yang digambar dengan blabar pekat tebal merah dan hitam.

Kali ini gambar Satya mengambang di atas kertas, tetap sebagai latar yang bisa dibayangkan sebagai apa saja. Gambar itu surealis dan itulah agaknya cara Satya untuk lebih dekat pada mitos. Dalam mitos, tubuh adalah alam dan yang satu. Kesatuan fantastis mitos muncul dalam beberapa gambar Satya. Wajah laki-laki tertambat di bawah pusar perempuan, seakan-akan pohon tempat bergantung. Relasi magis itu melahirkan sapi atau banteng.

Tubuh perempuan bertumbuh, mengorak seperti kelopak kembang atau pohon berbuah. Hal itu bisa dilihat pada gambar-gambar Tedong Teken Langit, The Alters, Another Realm, dan Strange Fruit. Gambar Magical Pa’Bissu Dancing on Barana Tree sangat surealis menggambarkan kesatuan alam antara tetumbuhan, binatang, dan manusia. Eksistensi manusia, khususnya perempuan, tampaknya bagi Satya berakar dalam kesatuan semua unsur semesta. Satya mungkin terinspirasi oleh kehidupan para bissu dalam masyarakat Bugis yang dianggap suci, jembatan antara manusia dan alam dewata?

Life Circle

Apakah Satya hanya memindahkan mitos perempuan dalam Landorundun? Di mana ruang subyektivitasnya di dunia kiwari? Tentu Satya tidak sepolos dan semengalir kalau kita cuma melihat sepintas gambar-gambarnya. Dalam Kelembutan, tak terhindarkan kesan pemiuhan bentuk yang langsing atau pipih yang mengingatkan pada patung Bali, misalnya pada pahatan kayu Ida Bagus Nyana yang tersohor, Dewi Pertiwi.

Tubuh perempuan dalam karya Satya di situ digambarkan tipis, gumpalan ramping seperti wujud ayunan yang terentang di antara dua pohon. Telapak kaki, ujung puting susu, dan jari-jari tangannya merah. Jari-jari yang kurus itu menjunjung wajah bayi, mendekapkannya ke wajah. Kakinya yang panjang ditekuk ke dalam menyangga siku, dan seluruh tubuh ini sebenarnya jenis tanaman kembang yang bongsor, yang menjulur ke latar kosong.

Gambar Intertwined menampilkan sepasang bayi kembar dalam permulaan kehidupan, di antara kelopak teratai yang sedang mekar sepenuhnya. Tapi, dalam gambar Bakar Luka, perempuan dilukiskan sendirian, pemilik tubuh polos yang meringkuk dengan busur punggung yang terkoyak.

Jika kita sudah memperhatikan wajah setengah manusia dengan bentuk mulut seperti dalam wong-wongan atau lukisan wayang di Bali, misalnya dalam Tedong Teken Langit dan The Alters, lihatlah pula The Seed yang menunjukkan pengaruh artistik itu. Tubuh perempuan sebagai lambang kehidupan atau kesuburan. Setengah badan sampai kepala meliuk dari bawah, lengan dan kaki seakan-akan menari atau bermeditasi.

Di bawah pusar, kelopak teratai merah mekar sepenuhnya. Dalam gambar begini, Satya bebas memain-mainkan garisnya untuk tidak memastikan bentuk tertentu. Garis-garis rambut bisa menyimpang atau secara asosiatif membentuk sepasang payudara, leher memanjang, menjelma sekaligus lengan yang tiba-tiba menghilang. Mata setengah tertutup dan mulut digambarkan khas seperti bentuk memanisan dalam lukisan wayang Bali, ujung mulutnya agak ditarik ke atas.

The Seed

Satya tidak berlatar pendidikan seni rupa. Ia penggambar autodidaktik yang tampaknya memang berpotensi besar di bidang ini. Ia lulus dari Jurusan Teater Institut Kesenian Jakarta (2010) dan sering menangani berbagai proyek pertunjukan sebagai direktur artistik.

Sejak 2016, Satya Cipta aktif berpameran bersama di berbagai tempat, misalnya Bali, Yogyakarta, Bandung, Jakarta, dan luar negeri. Ia instruktur workshop untuk art-healing pada Usada Bali Cultural, Ubud, Bali, sejak 2014. Karya-karyanya yang dipamerkan dengan tajuk “The Wandering Soul” semuanya bertarikh 2021. Sebagian karyanya dari pameran sangat singkat di Galeri Art-1, Jakarta, sampai pertengahan Desember lalu, masih bisa disaksikan sampai akhir bulan ini di D Gallery, Jakarta.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hendro Wiyanto

Hendro Wiyanto

Penulis seri rupa

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus