THE ELEPHANT MAN
Pemain: Anthony Hopkins, John Hurt, John Gielgud, Anne Bancroft
Special Effect: Christopher Tucker Sutradara: David Lynch
KEMENANGKAN delapan pencalonan untuk Oscar 1982, The Elephant
Man boleh dibilang luar biasa semata-mata karena tema. Film ini
berkisah tentang kehidupan manusia gajah, yang oleh Ratu
Victoria disebut putra paling malang di negerinya.
Tapi sebelum Ratu masuk dalam kehidupan John Merrick, demikian
nama si malang ini, John adalah bintang sirkus kelas bawah di
London--sebuah dunia yang menampilkan sekelompok manusia yang
tidak lebih baik nasibnya: para cebol, kembar Siam, bahkan ada
yang entah karena apa bertingkah seperti binatang. Memang, tidak
ada yang lebih dahsyat dari Elephant Man. Penampilannya
mengerikan, memilukan dan mengingatkan orang seketika kepada
neraka.
Tatkala Frederick Treves (Anthony Hopkins) melihatnya untuk
pertama kali, ia tidak nampak terguncang. Ekspresi wajah dokter
bedah ini tidak memantulkan teror di depannya. Hanya di layar
lebar, dalam medium close-up yang statis, kedua mata si dokter
bagai teraniaya. Dan perlahan jendela jiwa itu berkaca-kaca,
tergenang air mata. Kelebihan sutradara justru terletak pada
penggambaran bagaimana air mata itu terbit, perlahan menggenangi
rongga mata, dalam keheningan yang mutlak.
Kreativitas di sini terletak bukan pada pemotretan, bukan angle,
tapi pada gagasan yang orisinal. Bayangkan, meski mata Treves,
si dokter, bukan mata Yesus, ia sudah bicara tentang sosok
malang itu. Sosok tersebut, John Merrick, toh saat itu belum
dilayarkan untuk penonton. Demi efek dramatis barangkali, si
manusia gajah baru ditampilkan utuh sesudah juru rawat
melihatnya. Terjadi teror kecil, tapi klimaks sudah lebih
dulu lewat--dalam keheningan yang indah itu, di mata Treves.
Film yang seluruhnya ditata dalam warna putih dan cokelat suram
itu, diawali potret wanita dengan kecantikan klasik -- tampil
bergantian dengan gambar gajah yang mengamuk. Tanpa dialog,
tiba-tiba nampak wanita dihempaskan belalai gajah. Disela layar
kosong, adegan lalu melompat ke daerah slum, ke suatu tempat
tontonan. Di situ terjadi protes penonton marah karena adanya
atraksi menjijikkan. Bahwa atraksi itu tak lain dari manusia
gajah, baru jelas sesudah Treves datang sendiri dan melihatnya
pertama kali.
Agaknya tidak mudah mengantarkan sebuah cerita nyata, apalagi
karena informasinya terbatas. Orangtuanya tidak jelas, meskipun
sang ibu pastilah wanita cantik yang dihempaskan gajah. Tubuh
John Merrick sendiri sempat diperiksa ahli bedah Treves.
Kesimpulannya rongga otak membesar sedemikian rupa, merusakkan
susunan tulang muka sementara tulang belakang agak melengkung.
Sebuah deformasi fisik yang amat parah, dan wujudnya memang
mengingatkan pada gajah.
Syahdan, sesudah pemeriksaan, Merrick dikirimkan kembali ke
pemiliknya, sang manajer, Bytes yang kejam dan pemabuk. Oleh
Bytes ia disiksa hingga jatuh sakit. Treves berhasil
memboyongnya kembali ke rumah sakit, namun kehadiran manusia
gajah di sini meski di ruang isolasi sekalipun, tetap
menimbulkan huru-hara. Carr Gomm (John Gielgud), kepala rumah
sakit yang semula agak keberatan itu kemudian tcrsentuh
nuraninya. Terutama karena manusia gajah yang diduga imbecil
(tidak waras) itu secara kebetulan terbukti cerdas, normal.
Merrick bisa membaca. Bahkan hafal Surat Daud ke-23 dalam Bibel,
yang kata-katanya menurut dia indah sekali.
Malah sejak itu John bukan saja mau bicara, tapi juga punya
gairah berkomunikasi. Bentuk rongga mulutnya memang tidak
karuan, dan suara yang keluar dari sana juga amat menyayat. Tapi
seluruh penampilannya yang sopan tapi memelas itu menimbulkan
simpati. Sesudah artis terkemuka Kendal (Anne Bancroft) khusus
mengunjunginya di rumah sakit, banyak orang dari kalangan atas
-- yang oleh juru rawat kepala dicerca dengan sebutan
orang-orang snob -- berbuat serupa. Wanita tua yang sebenarnya
baik hati itu malah menuding Treves karena membiarkan manusia
gajah jadi tontonan, persis seperti di sirkus dulu.
Mendengar tuduhan ini, sang ahli bedah terguncang. Benarkah?
Istrinya sendiri mengingatkan, di rumah sakit Merrick tak lebih
berbahagia. Bukankah dia telah dengan baik membaca kutipan
drama Shakespeare, dan membuat disain arsitektur gereja meski
hanya dengan kertas lipat? Merrick tidak hanya waras, tapi juga
berbakat.
Sampai tiba malam naas itu. Penjaga rumah sakit membawa
serombongan orang pelacur, penzinah dan pemabuk ke kamar
Merrick. Juga sytes. Terjadilah adegan Sodom dan Gomorah dalam
versinya yang paling liar. Kepada Merrick disodorkan cermin,
minuman keras dan tubuh pelacur. Tatkala melihat wajahnya
sendiri, ia mengerang. Penderitaan itu sungguh tak
tertanggungkan. Toh masih ada Bytes yang kemudian memboyongnya
ke luar rumah sakit, melarikannya ke Eropa, menyiksanya,
menyuruhnya main sirkus, memasukkannya dalam kurungan bersama
monyet-monyet ganas.
TAPI sesuai dengan kisah nyata, film berakhir dengan sebuah
happy end. Merrick kembali ke rumah sakit, hidup tenang di
sana atas tanggungan Kerajaan, sesuai dengan titah Ratu
Victoria. Kehadirannya di teater agaknya merupakan kemenangan
tersendiri diperlihatkan bagaimana elite Inggris yang paling top
berdiri menghormati Merrick, manusia gajah yang dulunya hina
dina.
Misi film agaknya terletak di situ-pada penggambaran martabat
manusia, dan usaha meletakkannya di atas semua embel-embel
duniawi kelas keturunan, IQ uang, kecantikan . . . Dan misi itu
melalui realisme yang subtil olahan sutradara terhidang dengan
bagusnya. Dua adegan, sepasang mata Treves serta Sodom dan
Gomorah memberi dukungan kuat--meski beberapa pintasan kosong
hitam tak pelak mengingatkan kita pada eksperimen Francis
Coppola dalam Apocalypse Now.
Special effect yang dikerjakan Christopher Tucker untuk John
Hurt, pemeran manusia gajah, memang tidak sehidup dan sealami
pada Artoo Detto dalam Star Wars. Toh cukup imaginatif. Dan
meski film ini meletihkan jiwa dan mengingatkan kita pada Tuhan
dan neraka, tidak sekali pun ia memberi wejangan tentang moral
dan semacamnya. Sang sutradara hanya ingin mengingatkan kita.
Dan ia telah mengingatkan kita dengan sikap yang jauh dari
menggurui.
Isma Sawitri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini