Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Dengan Bambu Mereka Melaut

Pemerintah australia akan membuat film tentang suku aborigin, ahli antropologi, alan thorne, melakukan penelitian tentang asal usul suku aborigin.

18 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ALAN Thorne tertawa gembira. Panas matahari yang menyengat tak diindahkannya. Bertopi pandan, bercelana pendek saja, ahli Antropologi Ragawi dari ANU (Australian National University) ini mendayung rakir bambunya dari pulau ke pulau di Teluk Jakarta. "Ternyata rakit mudah sekali dikendalikan," ujarnya. "Rasanya, analisa saya mendekati kebenaran. Bukti yang nyata, itu yang kami cari." Thorne, sutradara Robert Kingsbury dan sejumlah anak buah, selama 3 minggu berada di Indonesia bulan lalu. Sejak aal abad ini, sejumlah analisa telah ditulis, diperdebatkan, tentang asal-usul penduduk pribumi Australia, Aborijin. Berasal dari manusia Jawa alias Java Man. "mereka naik rakit bambu dan tidak bisa kembali lagi setelah berakhirnya zaman es yang membuat permukaan air laut tinggi," ujar Thorne. Naik rakit? Pemerintah Australia akan memfilmkan semua itu. Maka Thorne dan timnya pergi ke Tangerang, ke Desa Rumpin, tempat "bursa" bambu. Juga ke Sungai Cisadane, rempat rakit bambu sebagai alat angkut masih dipakai. "Saya percaya teknologi bambu untuk berbagai keperluan tetap hidup dan telah ada sejak dulu," tambah Thorne. Kemudian mereka pergi ke UGM dan bertemu dengan Dr. Teuku Jacob, juga ahli Antropologi Ragawi. Mereka pergi pula ke Sangiran, tempat tengkorak Aborijin dan Java Man ras Wajak dibersamakan. Ciri-ciri kedua tengkorak itu sama, demikian pula rengkorak yang diremukan di Liu Kian, Cina Selatan. Prof. Wu Rukang dari Instituteof Vertebrate Paleontology & Paleoantroology di Beijing juga tidak menyangkal bahwa anrara tengkorak yang ditemukan di Liu Kiang-Wajak-Keilor (Victoria, Australia) berasal dari kala dan genetik yang sama. Untuk merekonstruksi semua inilah, film dengan biaya sekitar Rp 350 juta akan dibuat. Setelah Indonesia, tim Thorne akan ke RRC Januari nanti. "Juni 1983, mudah-mudahan sudah bisa anda lihat," ujar Robert Kingsbury. Judul film (sementara). The Most Ancient Moderns. Manusia Wajak (Wajak adalah desa di dekat Madiun, Jawa Timur) mempunyai ciri-ciri tubuh yang lebih progresif kalau dibandingkan dengan manusia kera sebelumnya, Pithecanrhropus Erectus. Di duga tinggi tubuhnya sekitar 13o-2lo cm, berat badan 30-150 kg, dengan cerebrum (otak besar) yang lebih berkembang. Otot-otot pada vertebra (tulang leher) sudah mengalami reduksi, karena Wajak yang termasuk Homo Sapiens ini sudah tidak tinggal secara arboral lagi. Fragmen mandibularis (rahang bawah), frontalis (busur kening) dan tulang organ yang lain, tidak begitu banyak berbeda dengan manusia dewasa ini. Karena ia sudah bisa berjalan tegak dengan sempurna, koordinasi otot vertebra dan letak tengkoraknya lebih berimbang. Masalahnya, ras Wajak ini sukar untuk dicocokkan dengan ras - ras pokok yang ada sekarang. Hidup di kala Pleistosin sekitar 50.000 tahun yang lalu, Wajak mempunyai ciri-ciri Mongoloid dan juga Austromelanesoid. Hanya bedanya, ciri Mongoloid diperkirakan mempunyai tubuh yang lampai dan ciri Austromelanesoid bertubuh lebih kekar. Fragmen rahang atas Wajak ternyata mcmpunyai ciri-ciri yang sama dengan tengkorak yang ditemukan di Cina Sela, tan. Demikian pula ciri-ciri terperinci seperri remporalis (tulang kuping), orbitalis (tulang mata) dan bagan-bagan lain juga sama dengan orang-orang Aborijin sekarang. Di Asia Tenggara sendiri, di luar Indonesia, ada pula manusia Niah (Serawak, Malaysia) dan manusia Tabon (Palawan, Filipina) yang diduga berasal dar genetik yang sama dengan di Wajak atau Liu Kiang atau Keilor, Kow Swamp dan tempat lainnya di Australia. Genus Homo Sapiens ini diduga telah mempunyai bahasa (secara minimal) dan meskipun belum cukup terbukti--diduga telah mempunyai kehidupan berburu dan meramu. Teknologinya sudah mengenal alat perimbas (chopping tools). Tetapi karena berevolusi dalam satu jangka waktu yang panjang dan tersebar di beberapa tempat, genus homo yang tadinya satu ini sukar dibayangkan akan menghasilkan keturunan yang transfertil. Lebih-lebih kalau dilihat dari segi genetika. Perubahan genetik dan kebudayaan sepanjang migrasi mereka dari utara ke selatan adalah suatu yang lumrah. Orang Eropa yang datang sekitar 200 tahun yang lalu ke senua Australia--selain "memperkecil" populasi kaum pribumi juga kagum akan perbedaan fisik orang Aborijin. Misalnya di Tasmania, Aborijin yang kemudian habis terbunuh semua -- berambut keriting. Di lembah Murray, tubuhnya kekar. Sebaliknya di Queensland Tenggara dan Cape York, Aborijin berciri pigmy dan tidak jauh beda dengan yang ada di Indonesia (bagian timur) dan Nugini. Thorne yakin bahwa tengkorak yang ada di Sangiran (untuk Wajak) sama dalam bentuk dan tahun dengan tengkorak yang ditemukan di situs Liu Kian, Lembah Murray, Talgai dan Cossaka ini tinggal masalah bagaimana mereka bisa tersebar begitu luas? Rupanya Thorne mendapat ilham setelah melihat perahu atau rakit bambu yang ada di British Museum. Dilihatnya pula penduduk di Pantai Cina Selatan dan Okinawa hingga kini masih mempergunakan rakit sebagai alat transportasi antarpulau "Dan di Indonesia, banyak tumbuh pohon bambu," ujar Thorne. Karena itu dia berkesimpulan bahwa bambu telah dipakai untuk rakit sekitar 40.000 tahun yang lalu. Di Indonesia, rakit bambu tidak melaut lagi. Tetapi rakit ini masih dipakai baik di Sungai Cisadane, Ciliwung sebelah hilir. Dalam legenda Jaka Tingkir, dia pun naik rakit bambu di Bengawan Sala, kemudian dihadang oleh 40 ekor buaya. "Tapi ini bukan berarti kebenaranmutlak," sela Teuku Jacob dalam wawancara TEMPO. "Rakit bambu ini hanya suatu cara orang berpikir." Tapi mengapa mereka kemudian menetap dan tidak kembali? Tidak ad pohon bambu di Australia. Rakit bambu kalau dipakai melaut cuma mempunyai kekuatan 6 bulan, menurut perkiraan Thorne. Bahwa mengapa mereka tidak kembali lagi, banyak dugaan yang bisa direka. Semakin naiknya permukaan air laut (karena cairnya es) mungkin telah mendesak mereka ke pedalaman. Mungkin pula, rakit mereka telah rusak. Dugaan lain, masalah politik kala itu, antara lain manusia -- hingga kini--selalu memperebutkan sumber kehidupan. "Paling tidak, ada sedikit persamaan dengan boat people yang kini disebut pengungsi Vietnam," tambah Thorne. Sambil bergurau, ia berkisah lagi: "Masalahnya kini, bagaimana kalau Aborijin mengklaim Pulau Jawa?"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus