ILMU DALAM PERSPEKTIF
Dihimpun dan diantar oleh Jujun S. Suriasumantri, 258 hal.,
21 x 14 Cm penerbit: PT Gramedia, Jakarta, 1978.
KAREDOK pada mulanya adalah makanan Sunda, tapi kemudian
pemasarannya lebih laris di Jakarta. Bahan bakunya sayur-mayur
mentah: ketimun, terung, kacang panjang, kubis (kol) dan
sebagainya, dan diulek dengan bumbu kacang, tapi, berbeda dengan
gado-gado, diberi kencur. Karedok yang sayur-mayurnya diiris
halus-halus serta diberi bawang goreng dan emping melinju
disebut karedok menak dan harganya lebih mahal. Karedok, murah
dan sedap, banyak vitamin A, tapi tentu tak seberapa gizinya
kalau dibandingkan dengan makanan yang mengandung protein
hewani.
Ilmu dalam Perspekif adalah karedok menak dengan 'koki' Dr.
Jujun S. Suriasumantri. Hidangannya sedap dan penyajiannya resik
dan apik. Karedok ini baik digado sebagai salade untuk
menimbulkan selera sebelum makan makanan pokok: nasi dengan
rendang, opor atau semur. Demikian pun buku ini membangkitkan
selera para-mahasiswa menjelang kuliah-kuliah berat mengenai
berbagai ilmu menurut disiplin yang dipilihnya.
Mentah
Buku seperti ini di dalam bahasa Indonesia sangat kita
perlukan, terutama menjelang ujian tingkat Sarjana Muda II pada
saat mana para mahasiswa pada umumnya kemahiran pasif bahasa
Inggerisnya memadai untuk membaca sumber-sumber pustaka
berbahasa Inggeris. Sedangkan buku ini punya kebajikan berupa
uraian yang sederhana dan jelas, hingga mudah dipahami. Karena
keadaan itu sebagai bahan bandingan saya ingin menganjurkan
pemakaian buku ini oleh para-mahasiswa pada dua tahun pertama
mereka belajar di perguruan tinggi.
Namun itu bukan berarti saya tak punya kritik terhadapnya.
Barangkali kritik itu berguna untuk cetakan berikut dan
seterusnya. Sebagai karedok -- betapa sedap pun -- ia tak
meninggalkan sifat mentahnya, mentah di dalam melakukan pilihan
dan saringan terhadap timbunan buku-buku yang mengantarkan,
mempersalahkan dan menganalisa ilmu. Seandainya pembaca pun
latah mempercayai apa yang ditulis di situ, maka sampailah ia
kepada pemujaan Barat.
Padahal bukantah ilmu-pasti menjadi sendi-dasar teknologi
modern, sedangkan ilmu-hitung merupakan jantung ilmu pasti?
Mungkinkah ilmu-hitung tanpa konsep nol dari India dan notasi
angka Arab dengan sistim desimal dan logarithma Muhammad ibn
Musa al-Khwarizmi? Tanpa sumbangan Timur itu tak akan ada
komputer, kalkulus, statistik dan sebagainya. Mungkinkah ada
mesin tanpa roda, yang ditemukan di Uruk, Parsi? Seni-cetak dan
kertas berasal dari Tiongkok, demikian pula pedoman (kompas) dan
mesiu.
Mengapakah buku ini ngotot mempertahankan kebohongan sejarah,
bahwa Francis Bacon penemu metoda empirik, induktif dan
percobaan? Padahal sarjana hukum ini seumur hidup tak pcrnah
melakukan percobaan yang berarti, kecuali ia mati karena main
coba-coba mengisi rongga dada dan perut seekor angsa dengan
salju pada usia 65 tahun di tengah musim dingin. Ia kontan kena
radang paru-paru (pneumonia) dan meninggal dunia. (Lives, p.41,
A Signet Keybook, 1955). Setahu saya ia juga seorang plagiator
dari berbagai sarjana Islam, terutama dari Ali al-Hasan ibn
alHaitsam (965 - 1038 M) yang dikenal dengan nama Latin Alchazen
atau Alhazen.
Hadiah Nobel
Bukan saja pengagungan F. Bacon ini terdapat di dalam pengantar
Dr. Jujun S. Suriasumantri (h. 10), melainkan juga di dalam
karangan George J. Mouly, Perkembangan Ilmu Pengetahuan (h.
8890), di mana F. Bacon ditonjolkan sebagai penemu metoda
induktif. Memang Mouly bukan Muslim, tapi dari karya standar
George Sarton, An Introduction to the History of Science, 3 vols
(kirakira 2200 H.), Baltimore, 192748, ia patut mengetahui,
bahwa induksi, empirisisme dan metoda percobaan berasal dari
sarjana-sarjana Islam.
Dr. Jujun juga tidak menyebut barang satu nama orang Asia
penyumbang kepada khazanah ilmu internasional baik pada masa
purba, maupun pada masa kini seperti pemenang-pemenang hadiah
Nobel. Sir C. Raman dari India untuk fisika (tahun 1930) karena
karyanya tentang pemencaran sinar yang menemukan efek Raman.
Hideki Yukawa dari Jepang untuk fisika (tahun 1949) karena
ramalan (prediction) tentang eksistensi meson-meson. Lee
Tsung-dao dan Chen Nin-Yang dari Tiongkok unt uk fisika (tahun
1957) karena penemuan diperkosanya (violation) asas paritas
(simetri pantulan ruang angkasa) yang mengoreksi teori paritas
Albert Einstein. Shin'ichiro Tomonaga dari Jepang untuk fisika
(tahun 1965) karena penemuan asas-asas dasar elektrodinamika
kwantum (bersama S. Swinger dan Richard P. Feynman, kedua-duanya
dari Amerika Serikat). Reo Esaki dari Jepang untuk fisika (tahun
1973) untuk pembuatan terowongan di dalam semikonduktor dan
superkonduktivitas (bersama dengan Ivar Giaevar dari Amerika
Serikat dan Brian Josephson dari Inggeris).
Mengenai pilihan bacaan saya tak mengerti mengapa sebuah buku
yang telah menjadi klassik seperti Karl Pearson, Grammar of
Science (Black, London, 1900) tak dipergunakannya, padahal itu
salah sebuah buku-pengantar terbaik kepada ilmu. Baiklah
barangkali itu sukar diperoleh. Tapi mengapakah Peter Caws, The
Philosophy of Science -- A Systematic Account (D. Van Nos. trand
Company Inc, Princeton, 1965) disisihkannya untuk sebuah buku
lain mengenai bidang yang sama yang nilainya kurang?
S.I. Poeradisastra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini