Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Ilmu Sebagai Karedok Menak

Pengarang: Jujun S. Suriasumantri Jakarta: PT. Gramedia, 1978 resensi oleh: S.I. Poeradisastra. (bk)

7 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ILMU DALAM PERSPEKTIF Dihimpun dan diantar oleh Jujun S. Suriasumantri, 258 hal., 21 x 14 Cm penerbit: PT Gramedia, Jakarta, 1978. KAREDOK pada mulanya adalah makanan Sunda, tapi kemudian pemasarannya lebih laris di Jakarta. Bahan bakunya sayur-mayur mentah: ketimun, terung, kacang panjang, kubis (kol) dan sebagainya, dan diulek dengan bumbu kacang, tapi, berbeda dengan gado-gado, diberi kencur. Karedok yang sayur-mayurnya diiris halus-halus serta diberi bawang goreng dan emping melinju disebut karedok menak dan harganya lebih mahal. Karedok, murah dan sedap, banyak vitamin A, tapi tentu tak seberapa gizinya kalau dibandingkan dengan makanan yang mengandung protein hewani. Ilmu dalam Perspekif adalah karedok menak dengan 'koki' Dr. Jujun S. Suriasumantri. Hidangannya sedap dan penyajiannya resik dan apik. Karedok ini baik digado sebagai salade untuk menimbulkan selera sebelum makan makanan pokok: nasi dengan rendang, opor atau semur. Demikian pun buku ini membangkitkan selera para-mahasiswa menjelang kuliah-kuliah berat mengenai berbagai ilmu menurut disiplin yang dipilihnya. Mentah Buku seperti ini di dalam bahasa Indonesia sangat kita perlukan, terutama menjelang ujian tingkat Sarjana Muda II pada saat mana para mahasiswa pada umumnya kemahiran pasif bahasa Inggerisnya memadai untuk membaca sumber-sumber pustaka berbahasa Inggeris. Sedangkan buku ini punya kebajikan berupa uraian yang sederhana dan jelas, hingga mudah dipahami. Karena keadaan itu sebagai bahan bandingan saya ingin menganjurkan pemakaian buku ini oleh para-mahasiswa pada dua tahun pertama mereka belajar di perguruan tinggi. Namun itu bukan berarti saya tak punya kritik terhadapnya. Barangkali kritik itu berguna untuk cetakan berikut dan seterusnya. Sebagai karedok -- betapa sedap pun -- ia tak meninggalkan sifat mentahnya, mentah di dalam melakukan pilihan dan saringan terhadap timbunan buku-buku yang mengantarkan, mempersalahkan dan menganalisa ilmu. Seandainya pembaca pun latah mempercayai apa yang ditulis di situ, maka sampailah ia kepada pemujaan Barat. Padahal bukantah ilmu-pasti menjadi sendi-dasar teknologi modern, sedangkan ilmu-hitung merupakan jantung ilmu pasti? Mungkinkah ilmu-hitung tanpa konsep nol dari India dan notasi angka Arab dengan sistim desimal dan logarithma Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi? Tanpa sumbangan Timur itu tak akan ada komputer, kalkulus, statistik dan sebagainya. Mungkinkah ada mesin tanpa roda, yang ditemukan di Uruk, Parsi? Seni-cetak dan kertas berasal dari Tiongkok, demikian pula pedoman (kompas) dan mesiu. Mengapakah buku ini ngotot mempertahankan kebohongan sejarah, bahwa Francis Bacon penemu metoda empirik, induktif dan percobaan? Padahal sarjana hukum ini seumur hidup tak pcrnah melakukan percobaan yang berarti, kecuali ia mati karena main coba-coba mengisi rongga dada dan perut seekor angsa dengan salju pada usia 65 tahun di tengah musim dingin. Ia kontan kena radang paru-paru (pneumonia) dan meninggal dunia. (Lives, p.41, A Signet Keybook, 1955). Setahu saya ia juga seorang plagiator dari berbagai sarjana Islam, terutama dari Ali al-Hasan ibn alHaitsam (965 - 1038 M) yang dikenal dengan nama Latin Alchazen atau Alhazen. Hadiah Nobel Bukan saja pengagungan F. Bacon ini terdapat di dalam pengantar Dr. Jujun S. Suriasumantri (h. 10), melainkan juga di dalam karangan George J. Mouly, Perkembangan Ilmu Pengetahuan (h. 8890), di mana F. Bacon ditonjolkan sebagai penemu metoda induktif. Memang Mouly bukan Muslim, tapi dari karya standar George Sarton, An Introduction to the History of Science, 3 vols (kirakira 2200 H.), Baltimore, 192748, ia patut mengetahui, bahwa induksi, empirisisme dan metoda percobaan berasal dari sarjana-sarjana Islam. Dr. Jujun juga tidak menyebut barang satu nama orang Asia penyumbang kepada khazanah ilmu internasional baik pada masa purba, maupun pada masa kini seperti pemenang-pemenang hadiah Nobel. Sir C. Raman dari India untuk fisika (tahun 1930) karena karyanya tentang pemencaran sinar yang menemukan efek Raman. Hideki Yukawa dari Jepang untuk fisika (tahun 1949) karena ramalan (prediction) tentang eksistensi meson-meson. Lee Tsung-dao dan Chen Nin-Yang dari Tiongkok unt uk fisika (tahun 1957) karena penemuan diperkosanya (violation) asas paritas (simetri pantulan ruang angkasa) yang mengoreksi teori paritas Albert Einstein. Shin'ichiro Tomonaga dari Jepang untuk fisika (tahun 1965) karena penemuan asas-asas dasar elektrodinamika kwantum (bersama S. Swinger dan Richard P. Feynman, kedua-duanya dari Amerika Serikat). Reo Esaki dari Jepang untuk fisika (tahun 1973) untuk pembuatan terowongan di dalam semikonduktor dan superkonduktivitas (bersama dengan Ivar Giaevar dari Amerika Serikat dan Brian Josephson dari Inggeris). Mengenai pilihan bacaan saya tak mengerti mengapa sebuah buku yang telah menjadi klassik seperti Karl Pearson, Grammar of Science (Black, London, 1900) tak dipergunakannya, padahal itu salah sebuah buku-pengantar terbaik kepada ilmu. Baiklah barangkali itu sukar diperoleh. Tapi mengapakah Peter Caws, The Philosophy of Science -- A Systematic Account (D. Van Nos. trand Company Inc, Princeton, 1965) disisihkannya untuk sebuah buku lain mengenai bidang yang sama yang nilainya kurang? S.I. Poeradisastra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus