Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

November 1828, dengan kenang-kenangan

Pembuatan film november 1828 di desa sawahan kab. bantul, yogya dirasakan telah membantu menyelamatkan penduduk dari bahaya kelaparan. sebab sebagian penduduk ikut serta dalam pembuatan film tersebut. (ds)

7 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEDUKUHAN Sawahan memang dikelilingi sawah. Terletak 17 km selatan kota Yogya. Tidak begitu jauh dari jalan Yogya-Parangtritis. Yaitu di wilayah Kelurahan Sumberagung, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul. Dari kejauhan pedukuhan itu kelihatannya tidak lebih dari sebuah belukar, karena ditutupi pohon bambu dan pohon kayu rindang. Hawanya cukup nyaman. Pedukuhan dengan luas 7,5 hektar itu akhir-akhir ini banyak dikunjungi orang-orang penting. Antara lain terdapat nama Tan Sri Ghazali Shafei, Menteri Dalam Negeri Malaysia. Sebab pedukuhan Sawahan sejak Nopember tahun lalu ada kegiatan pembuatan film perjuangan November 1828 yang pagi-pagi sudah mendapat publikasi gencar. Film disutradarai Teguh Karya ini mengisahkan pasukan kompeni Belanda menyerang sebuah kampung di Jawa Tengah untuk menangkap Sentot Prawiradirdja, pengikut Diponegoro, yang diduga bersembunyi di sana. Penyerbuan itu gagal karena pasukan Sentot telah tahu sebelumnya. Honorarium Kehadiran Teguh Karya dan kawan-kawannya di pedukuhan dirasakan telah menyelamatkan ratusan jiwa penduduknva dari bahaya kelaparan. "Kami di pedukuhan ini sebetulnya gelisah, karena tahun ini tidak bisa panen akibat serangan hama," ujar R. Hudoyo Pranoto, 58 tahun, Kepala Dukuh Sawahan kepada TEMPO "tapi gelisah itu hilang karena ada pembuatan film di desa kami ini, ganti panen, hingga kami ada penghasilan. "Sebab lebih dari 200 orang dari 685 jiwa penduduk Sawahan dipekerjakan, mulai dari tukang, keamanan sampai sebagai pemain figuran, tua maupun muda. Kepala Dukuh R. Hudoyo Pranoto tampaknya cukup jeli menghadapi sesuatu. Begitu tahu di desanya akan dibuat film ia pun buru-buru membentuk panitia film Nopember 1828 terdiri dari warga desa tersebut. Tugasnya melayani apa yang dibutuhkan rombongan Teguh Karya. Misalnya soal pengadaan material seperti bambu, kursi, meja, amben kuno, lampu yang antik-antik. Panitia juga mempersiapkan petugas keamanan sebanyak 14 orang. Dengan cara demikian, selain penduduk dapat penghasilan juga kas desa terisi. Menurut catatan kas Kepala Dukuh sampai 18 Maret lalu ada Rp 1.169.000 yang diterima keamanan dan Rp 1.353.250 masuk dari kantong pemain figuran. Tidak tercatat yang masuk kantong tukang (3 orang) dan dari penduduk yang alat-alatnya disewa. Menurut Hudoyo honorarium tiap petugas keamanan yang dibayar lewat panitia: untuk siang dan malam hari jika ada shooting perorang Rp 1.000. Dari uang ini yang Rp 850 masuk ke kantong petugas keamanan dan yang Rp 150 masuk kas desa. Lalu untuk siang dan malam tanpa shooting diberi honor Rp 750 per orang, dengan perincian Rp 625 masuk kantong petugas dan Rp 125 untuk kas desa. Honorarium untuk pemain figuran masing-masing Rp 350 untuk anak kecil, Rp 750 untuk orang dewasa dan Rp 1.000 untuk bayi -- untuk film ini ada seorang bayi yang dipakai. Semua ini tak dipotong. Dengan adanya kegiatan ini dukuh tersebut bisa menambah kekayaannya dengan membeli 101 kursi baru dari besi dan 20 lembar tikar ditambah sebuah alat memasak air. Menurut Teguh Karya antara pemain dan masyarakat dukuh itu sudah membaur, akrab sekali, suatu hal belum pernah dijumpainya selama ini. Penduduk sana mungkin tidak kagum lagi dengan apa yang namanya film. Karena sudah tahu rahasia membuat film dan mereka kini faham akan istilah-istilah film. Sepertij kata Teguh Karya, penduduk tidak mau melaksanakan tugas kalau tidak menggunakan istilah action. Juga bila mendengar kata okey dalam shooting tersebut, mereka menyambut hangat dengan tepuk tangan gemuruh. Selama ada shooting ini Desa Sawahan selalu ramai baik dikunjungi oleh penduduk di sekitarnya maupun dari luar. Ini juga menguntungkan penduduk yang membuka warung. Penduduk Desa Sawahan ini kebanyakan terdiri dari buruh, di samping tani. Dukuh ini adalah satu dari 17 Dukuh yang ada di Kelurahan Sumberagung yang pernah menggondol juara lomba desa tingkat kelurahan. Yang cukup menonjol di sana adalah kegiatan LSD (Lembaga Sosial Desa) yang bergerak dalam simpan pinjam yang kini memiliki modal Rp 750.000. Dengan bunga 10 persen dan diangsur seminggu sekali. Selama adanya sbooting tidak ada peristiwa negatif yang terjadi. Malahan menurut Teguh: bagaimana kami harus berpisah dengan masyarakat di sana. Ada satu tawaran yang diajukan produsir film itu buat masyarakat di sana untuk kenang-kenangan. Kepala Dukuh minta kenang-kenangan berupa diesel listrik saja, karena itu memang telah lama diangan-angankan masyarakat di situ. Menurut Teguh, kenang-kenangan itu dipenuhi dan diserahkan menjelang hari-hari shooting terakhir di awal April ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus