PEDUKUHAN Sawahan memang dikelilingi sawah. Terletak 17 km
selatan kota Yogya. Tidak begitu jauh dari jalan
Yogya-Parangtritis. Yaitu di wilayah Kelurahan Sumberagung,
Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul. Dari kejauhan pedukuhan itu
kelihatannya tidak lebih dari sebuah belukar, karena ditutupi
pohon bambu dan pohon kayu rindang. Hawanya cukup nyaman.
Pedukuhan dengan luas 7,5 hektar itu akhir-akhir ini banyak
dikunjungi orang-orang penting. Antara lain terdapat nama Tan
Sri Ghazali Shafei, Menteri Dalam Negeri Malaysia. Sebab
pedukuhan Sawahan sejak Nopember tahun lalu ada kegiatan
pembuatan film perjuangan November 1828 yang pagi-pagi sudah
mendapat publikasi gencar.
Film disutradarai Teguh Karya ini mengisahkan pasukan kompeni
Belanda menyerang sebuah kampung di Jawa Tengah untuk menangkap
Sentot Prawiradirdja, pengikut Diponegoro, yang diduga
bersembunyi di sana. Penyerbuan itu gagal karena pasukan Sentot
telah tahu sebelumnya.
Honorarium
Kehadiran Teguh Karya dan kawan-kawannya di pedukuhan dirasakan
telah menyelamatkan ratusan jiwa penduduknva dari bahaya
kelaparan. "Kami di pedukuhan ini sebetulnya gelisah, karena
tahun ini tidak bisa panen akibat serangan hama," ujar R. Hudoyo
Pranoto, 58 tahun, Kepala Dukuh Sawahan kepada TEMPO "tapi
gelisah itu hilang karena ada pembuatan film di desa kami ini,
ganti panen, hingga kami ada penghasilan. "Sebab lebih dari 200
orang dari 685 jiwa penduduk Sawahan dipekerjakan, mulai dari
tukang, keamanan sampai sebagai pemain figuran, tua maupun muda.
Kepala Dukuh R. Hudoyo Pranoto tampaknya cukup jeli menghadapi
sesuatu. Begitu tahu di desanya akan dibuat film ia pun
buru-buru membentuk panitia film Nopember 1828 terdiri dari
warga desa tersebut. Tugasnya melayani apa yang dibutuhkan
rombongan Teguh Karya. Misalnya soal pengadaan material seperti
bambu, kursi, meja, amben kuno, lampu yang antik-antik. Panitia
juga mempersiapkan petugas keamanan sebanyak 14 orang.
Dengan cara demikian, selain penduduk dapat penghasilan juga kas
desa terisi. Menurut catatan kas Kepala Dukuh sampai 18 Maret
lalu ada Rp 1.169.000 yang diterima keamanan dan Rp 1.353.250
masuk dari kantong pemain figuran. Tidak tercatat yang masuk
kantong tukang (3 orang) dan dari penduduk yang alat-alatnya
disewa. Menurut Hudoyo honorarium tiap petugas keamanan yang
dibayar lewat panitia: untuk siang dan malam hari jika ada
shooting perorang Rp 1.000. Dari uang ini yang Rp 850 masuk ke
kantong petugas keamanan dan yang Rp 150 masuk kas desa. Lalu
untuk siang dan malam tanpa shooting diberi honor Rp 750 per
orang, dengan perincian Rp 625 masuk kantong petugas dan Rp 125
untuk kas desa.
Honorarium untuk pemain figuran masing-masing Rp 350 untuk anak
kecil, Rp 750 untuk orang dewasa dan Rp 1.000 untuk bayi --
untuk film ini ada seorang bayi yang dipakai. Semua ini tak
dipotong.
Dengan adanya kegiatan ini dukuh tersebut bisa menambah
kekayaannya dengan membeli 101 kursi baru dari besi dan 20
lembar tikar ditambah sebuah alat memasak air.
Menurut Teguh Karya antara pemain dan masyarakat dukuh itu sudah
membaur, akrab sekali, suatu hal belum pernah dijumpainya selama
ini. Penduduk sana mungkin tidak kagum lagi dengan apa yang
namanya film. Karena sudah tahu rahasia membuat film dan mereka
kini faham akan istilah-istilah film. Sepertij kata Teguh Karya,
penduduk tidak mau melaksanakan tugas kalau tidak menggunakan
istilah action. Juga bila mendengar kata okey dalam shooting
tersebut, mereka menyambut hangat dengan tepuk tangan gemuruh.
Selama ada shooting ini Desa Sawahan selalu ramai baik
dikunjungi oleh penduduk di sekitarnya maupun dari luar. Ini
juga menguntungkan penduduk yang membuka warung.
Penduduk Desa Sawahan ini kebanyakan terdiri dari buruh, di
samping tani. Dukuh ini adalah satu dari 17 Dukuh yang ada di
Kelurahan Sumberagung yang pernah menggondol juara lomba desa
tingkat kelurahan.
Yang cukup menonjol di sana adalah kegiatan LSD (Lembaga Sosial
Desa) yang bergerak dalam simpan pinjam yang kini memiliki modal
Rp 750.000. Dengan bunga 10 persen dan diangsur seminggu sekali.
Selama adanya sbooting tidak ada peristiwa negatif yang terjadi.
Malahan menurut Teguh: bagaimana kami harus berpisah dengan
masyarakat di sana. Ada satu tawaran yang diajukan produsir film
itu buat masyarakat di sana untuk kenang-kenangan. Kepala Dukuh
minta kenang-kenangan berupa diesel listrik saja, karena itu
memang telah lama diangan-angankan masyarakat di situ. Menurut
Teguh, kenang-kenangan itu dipenuhi dan diserahkan menjelang
hari-hari shooting terakhir di awal April ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini