Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Jangkauan rusli

Pelukis kawakan memamerkan lukisannya di ruang pameran utama tim. (sr)

8 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA katalog yang dijual di pintu masuk Ruang Pameran Utama Taman Ismail Marzuki tercetak keterangan: "Pameran", disusul tepat di bawahnya: "lukisan tunggal". Ini tentunya kelakar. Sebab Rusli, 67 tahun, memamerkan tidak kurang dari 45 buah lukisan, 28 September hingga 7 Oktober. Di bawah lampu neon yang berderet-deret di langit-langit seperti dalam toko serba ada, yang lebih banyak menerangi para pengunjung daripada lukisan yang dipajang, karya Rusli terlihat jernih dan transparan. Dan yang rata-rata berukuran agak kecil harus melawan luas ruangan dan dua baris tiang besar-besar. Demikianlah pelukis kawakan, anggota Akademi Jakarta, menyajikan buah tangannya masa 1981 - 1983 (beberapa dari 1980). Hampir dua tahun sekali, sejak 1974 karya-karyanya dapat disaksikan di Taman Ismail Marzuki. Apa yang dapat diharapkan dari pamerannya kali ini? Mereka yan memandang seniman sebagai juru kejut (dielu-elukan dengan sebutan "kreatif") tidak akan beroleh nikmat kejutan dari pameran ini. Rusli tampak seperti biasanya. Mereka, yang berpendirian bahwa seniman bertugas menjadi juru bicara kekecewaan dan penderitaan, juga akan kecewa. Rusli tampak tenang-tenang saja. Ia gemar melihat-lihat tamasya alam, perahu dan kapal di pelabuhan, pura, pesta odalan (ulang tahun) pura, pasar, dan tumbuh-tumbuhan. Ia menyukai warna merah, kuning, biru, dan hijau yang cerah dan bening (transparan). Ia membuat gans yang menari-nari, gubahan yang berirama, selaras, dan seimbang. Ia menyukai kebahagiaan atau keriangan yang lembut. Dan ia menyukai nuansa, dalam warna, juga dalam keragaman gaya yang dijangkaunya. Keragaman gaya: karena tak mudah memasukkan Rusli ke dalam satu stereotip. Kita perhatikan, misalnya, Pura Dalem Anjaran Desa Pelaya atau Kapal-kapal - di antara yang terbaik dari jenisnya. Seperti pada kebanyakan kanvas Rusli, di sini sosok obyek kehilangan aspek kebendaannya. Obyek disarikan menjadi olesan warna bening, garis lenkung atau berliku, beberapa sosok atau titik. Blabar (kontur) terbuka di beberapa tempat sehingga sosok dan latar bersatu atau berjalin. Dengan cara ini Rusli dapat membiarkan banyak bagian kanvasnya tetap putih tetapi mempunyai makna (langit, tanah, rumputan), tergantung dari konteks. Dengan cara demikian pula kanvas Rusli, kendati memberikan gambaran obyek, dapat dilihat sebagai gubahan warna, garis, dan titik. Gubahan yang berdenyut dan bergerak berirama dalam berbagai variasi digerakkan oleh arus tenaga tangan yang mengalir lancar dan spontan oleh arus tenaga hayat. Tetapi, dalam sejumlah lukisan Rusli juga terdapat garis lurus, bersudut. Ini kadang sulit menyatu dengan garis spontan yang tak eksak, manakala kedua macam coretan itu digabung. Dalam Kota dan Sunda Kelapa IV, garis lurus dalam wujud sapuan lebar digunakan secara khusus dan mengagumkan. Jarang, dalam kanvas para pelukis kawakan kita, dijumpai citra tenaga, efisiensi, presisi - lambang teknologi dan kehidupan modern itu. Kita dapat juga melihat keragaman Rusli dari sudut lain. Rusli dapat "turun" lebih dekat kepada aspek kebendaan. Ulu Watu III memperlihatkan bongkah cadas, yang mendukung pura itu, dengan kepejalan, kekerasan, bahkan barik (tekstur) yang dapat kita rasakan, lebih dari biasanya dalam lukisan Rusli. Dalam Taman - termasuk jenis langka dalam seni lukis Rusli - kita dibawa intim dengan daun satu per satu. Tapi Rusli juga bisa berada di ujung lain, sangat jauh dari aspek kebendaan. Ulu Watu I boleh dibilang sebuah "karya tulis", orang hampir hanya melihat garis tebal yang lancar berliku dan beberapa titik. Pada masa bangkitnya "lukisan kaligrafi" dalam beberapa tahun terakhir ini, sesungguhnya Rusli penting diamati dan dipelajari. Lalu sebuah lukisan, dikerjakan terakhir, yang menyembul dari dunia lukis Rusli yakni Kapal. Di tengah kanvas berkerumun beberapa garis lengkung, berpasangan dan bersetangkup dalam bentuk menyerupai ikan atau daun, dengan sumbu panjang ke beberapa arah. Mereka, yang berpendirian bahwa setiap garis dan sapuan dalam lukisan harus "fungsional" sehubungan dengan bentuk obyek yang digambarkan, atau deformasinya, atau sehubungan dengan semangat lukisan, payah menangkap "maksud" lukisan ini. Hiasan? Kita tidak tahu. Spontanitas, keterbukaan, irama yang beragam, yang biasa terdapat dalam lukisan Rusli, tak terdapat. Barangkali ini beberapa potong suara dari sebuah bahasa yang Rusli belum paham. Bagaimanapun, Rusli bukan jenis perfeksionis yang tak dapat memaafkan cacat lukisannya. Dalam beberapa lukisan tampak cat yang menumpuk di beberapa tempat yang menyebabkan spontanitas tersendat dan kebeningan jadi keruh. Sanento Yuliman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus