Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Penjahat Amatir, Tapi Jempolan

Kawanan Sabri, penjahat bank kelas kakap, diadili. Cara kerjanya rapi menggunakan giro bilyet dan cek kosong.

8 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH kawanan Ahwie dijatuhi hukuman beberapa waktu lalu, sebuah komplotan penjahat bank kelas kakap yang lain kini diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Kawanan yang ini terdiri dari 6 orang. Sabri, Tony, Usman, dan Sudigdo kini diadili. Dua lainnya, Salim dan Teddy, sampai kini masih buron. Sabri dan kawan-kawan, menurut tuduhan Jaksa Yusuf Ali, telah mempecundangi Bank Bangkok di Jakarta Kota sebesar hampir Rp 1 milyar. Uang sebanyak itu ditarik dari Bank Bangkok dengan giro bilyet dan cek palsu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Orang dalam yang digarap kawanan pembobol Bank Bangkok tak lain Sudigdo, yang kini turut duduk di kursi terdakwa bersama Sabri, 37 tahun. Bantuan yang diberikan Sudigdo cukup besar. Dia, misalnya, memberikan nomor rekening tiga nasabah bank tempatnya bekerja: PT Hisotex, PT Distinct Cement Enterprise, dan PT Perkasa Indonesia Cement Enterprise. Dia jugalah, menurut jaksa, yang memberikan contoh tanda tangan serta cap ketiga perusahaan itu - lengkap dengan nomor urut giro bilyet dan cek yang terakhir diambil, serta jumlah saldonya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lelaki kelahiran Kudus berusia 41 tahun itu cukup bersemangat memberikan semuanya, karena kepadanya dijanjikan imbalan sebesar 20% dari jumlah uang yang bisa digaet kawanan Sabri. Berbeda dengan kejahatan jenis lain, kejahatan terhadap bank tak bisa dilakukan tergesa-gesa. Kawanan Sabri, paling tidak, memerlukan waktu tiga bulan guna melakukan persiapan, sekaligus mengolah data dan bahan-bahan yang diperoleh dari Sudigdo.

Persiapan itu, menurut jaksa, dilakukan sekitar bulan Februari, Maret, dan April lalu di beberapa hotel mewah, seperti Hotel Orchid dan Hilton. Sudah tentu biaya yang diperlukan cukup banyak. Dan seluruh biaya hotel, juga dua buah mobil yang dipakai mondar-mandir, disediakan oleh Usman, 42 tahun, seorang pedagang asal Aceh yang berdomisili di bilangan Matraman, Jakarta.

Untuk keperluan itu semua, Usman mengeluarkan dana sampai Rp 4 juta. Setelah giro bilyet dan cek palsu dibuat, kawanan itu kemudian menarik uang dengan cara clearing atau kontan, lewat beberapa bank. Yaitu Bank Bangkok sendiri, United City Bank, Bank Central Asia, dan Bank Harapan Sentosa. Di keempat bank tadi, sebelumnya, kawanan penjahat membuka rekening, sekadar untuk menampung uang pelimpahan dari giro bilyet dan cek palsu.

Begitu uang sejumlah Rp 900 juta lebih masuk rekening, mereka pun buru-buru mengambilnya. Otak "kerja besar" membobolkan Bank Bangkok itu, menurut sebuah sumber di Markar Besar Polri, tak lain Sabri alias Rasyid alias Ompong alias Jamaludin alias Pongki. Meski sejak lama mukim di Jakarta - alamat terakhir di bilangan Pondok Gede - ia selalu mengaku berkebangsaan Malaysia. "Dia memang punya KTP sebagai penduduk Jakarta, bahkan lebih dari satu, tapi palsu semua," kata sumber tadi.

Sabri, seperti halnya Ahwie, sejak beberapa tahun lalu sudah masuk daftar hitam polisi karena mereka memang sering terlibat dalam kejahatan terhadap bank. Terakhir, kawanan Ahwie menggaet uang dari Citibank, Jakarta, juga dengan giro bilyet palsu, senilai Rp 2 milyar lebih.

Dalam operasi menyatroni Citibank itu, terlibat seorang dukun, Abdul Rauf, yang bertugas mendoakan dan memberikan jampi-jampi (TEMPO, 10 September). Di bawah mereka, yaitu kelas penjahat bank yang sekali "tembak" bisa menggaet di bawah Rp 100 juta, cukup banyak jumlahnya. "Mereka umumnya wajah-wajah baru atau, katakanlah, masih amatiran," katanya.

Meski masih "pemain amatir", mereka tetap profesional. Artinya, mereka beroperasi dengan perencanaan dan perhitungan yang matang, termasuk melakukan panggalangan terhadap orang bank. Dan aksi mereka merepotkan juga. Tahun 1982-1983 ini, menurut sumber tadi, para penjahat jenis itu berhasil mengeduk uang sampai Rp 5 milyar.

Pemegang rekor tertinggi ialah kawanan Ahwie - yang menggaet Rp 2 milyar lebih. Sedangkan, yang sekitar Rp 3 milyar digaet oleh 30-an kelompok penjahat bank yang masih amatir itu. Dibanding dengan penjahat bank di luar negeri, paling tidak di kawasan ASEAN penjahat bank di Indonesia termasuk jempolan.

Di Muangthai, misalnya, menurut sumber TEMPO, memang banyak juga kejahatan terhadap bank. Tapi uang yang dapat digasak hanya bernilai puluhan juta rupiah, katanya. Untuk langkah pengamanan, sumber dikepolisian itu menyarankan agar pihak bank sendiri memperketat diri dan bermata jeli. Dalam menerima nasabah baru, misalnya, mesti diteliti betul identitasnya.

Jangan sampai nasabah tadi ternyata komplotan penjahat, yang membuka rekening hanya untuk menadah "kiriman" uang hasil kejahatan, dan setelah itu angkat kaki. Dan termasuk pengawasan ekstra terhadap karyawan bank di bagian tertentu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus