SEPERTI hendak membuktikan bahwa musik jazz bisa juga diciptakan
--tidak cuma dimainkan--oleh musisi pribumi, lima anak muda
Bandung unjuk gigi. Memang. Kaset pertama mereka, d'Marszyo &
Rien Djamain (nama itu dicetak dengan tinta emas di atas sampul
hijau) menunjukkan semangat itu. Mereka benar kreatif.
Meski sampulnya tidak menarik, kaset produksi
'Hidayat'--perusahaan rekaman di Bandung yang banyak menerbitkan
jazz dan nyaris bubar itu--layak dipuji. Khususnya ketujuh nomor
instrumentalnya. Sebab, ke-5 nomor lainnya, yang dimasuki vokal
baik oleh Rien Djamain maupun Dewi Ellyana, terasa benar terlalu
didorong kepentingan pasar. Sehingga keasyikan dan kebebasan
penciptaan harus berhenti pada patokan nonmusik.
Di luar itu, Yuke Sumeru dan Donny Suhendra -- keduanya bekas
pentolan grup rock G'Brill --terbukti bisa menciptakan jazz yang
sedap. Black Ship dan Question (Yuke) dan Wando Samba (Donny)
boleh dibilang yang terbaik dalam kaset ini. Meski Samuel (pada
Sajiraga) dan Dodo (pada Gadis) juga menunjukkan kemampuan
kompositoris yang cukup kaya--masing-masing urun 4 dan 3 lagu.
Hanya Okye Samjun, penabuh drum, yang belum unjukkan ciptaannya.
Kemampuan memainkan instrumen pada kelima pemuda berusia 23-30
tahun itu masing-masing berimbang, sebenarnya. Hanya saja,
denan teknik rekaman 4 trek -- karena keterbatasan studio
(padahal kini banyak yang sudah 24 trek)--tak semuanya sempat
menggigit. Yang lebih mencuat akhirnya hanya betotan bas Yuke
yang lincah, padat dan mengempos dinamika pada seluruh lagu--di
samping petikan gitar Donny. Memang piano (Samuel) misalnya,
betapa pun fungsinya dalam lagu, "hanya" terdengar sebagai
sisipan. Dalam pada itu gemerincingnya perkusi (Dodo) malah
terlalu bising. Bahkan tak cocok untuk banyak bagian. Ini
barangkali lebih merupakan persoalan komposisi --dan bukan pada
upaya mengembangkan improvisasi. Contoh keseimbangan yang baik
sebenarnya ada, yakni pada Illusion Walt (Samuel).
Toh itu tak harus membalikkan arah jempol yang memang patut
diacungkan ke atas buat mereka. Juga buat produsernya yang
berani--meski baru setengah. Sebab akhirnya, kedua penyanyi
cewek yang digaetnya itu--terlepas dari kualitas suara
mereka--jadi tampak salah tempat.
Musik sebagai yang telah ditunjukkan d'Marszyo itu lebih tepat
untuk tak dirusuhi segala vokal. Apalagi karena di sini memang
langka penyanyi jazz. Katakanlah, tak ada cewek macam Flora
Purim -- yang di benuanya sana mampu menerjemahkan dan
memperkaya musik antara lain Chick Corea. Itu biang jazz
mutakhir (fusion) yang juga jadi salah satu kiblat anak-anak
Bandung tadi.
Hal lain yang agak mengganggu adalah judul-judul lagu yang
memakai bahasa Inggris--meski pada akhirnya, segala judul memang
tak penting benar.
Yudhistira ANM Massardi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini