SETENGAH jam sebelum pukul 20, sekitar 3.000 penonton sudah
tumpat di Gedung Gelora Bandung yang lebih mirip sebuah gudang
itu. Di luar, ratusan pemuda yang tak kebagian atau ogah membeli
karcis seharga Rp 600, mengancam akan mendobrak pintu yang
dijaga belasan polisi dan CPM.
Pertunjukan akhirnya terlambat. Para penonton menggebrakkan
kaki, berteriak-teriak, melemparkan kertas-kertas dan puntung.
Terkesan malam itu akan terjadi huru-hara. Ternyata tidak.
Dan panggung yang ditutup terpal, nampak kumal, tanpa rias dan
jauh dari citarasa artistik. Peralatan yang teronggok di sana
pun ketika dimainkan 3 grup musik rock yang baru muncul hanya
memancarkan sepi di tengah kehingaran tanpa semangat. Juga tanpa
keplok yang berarti.
Benny Soebardja, 30 tahun, pemimpin grup Giant Step, Jelly
Tobing, 30 tahun, eks Superkid (kini bergabung dengan Benny),
Arthur Kaunang, 28 tahun, dari kelompok SAS (eks AKA), Deddy
Stanzah eks Superkid, dan Soleh Sugiarto dengan Freedomnya,
adalah nama-nama yang beberapa tahun lalu dipuja. Malam itu, 16
Februari mereka muncul, beramai-ramai dalam suatu Rock Session
'80.
Tapi tiba-tiba saja mereka tampak tua. Benny, yang tahun lalu
menikah dan menjadi insinyur pertanian, Jelly yang beranak 3 dan
Arthur dengan 2 orang anak, kelihatan merasa perlu berteriak
agar musik rock bangkit kembali -- dengan alasan Arthur "Supaya
generasi muda tidak tidur. Tidak loyo. Sebab musik rock memiliki
dinamika yang kuat."
Sesudah berpidato, ditingkah gebrakan yang lain-lain, Arthur
melompat-lompat, menjerit, mencabik-cabik basnya, memukul,
menendang, jumpalitan dan kemudian -- di akhir acara -- membakar
gitar merk Fender seharga Rp 300 ribu dengan obor yang dipegang
Jelly dan Soleh. Lalu mereka lari ke luar gedung sambil
berulang-ulang berteriak: "Hidup musik rock! Hidup musik rock!"
Dan Arthur pun pingsan.
Ratusan remaja, yang 5 atau 10 tahun lalu belum sempat ambil
bagian, ikut mengharu-biru. Sementara ribuan yang lain hanya
diam. Seperti asing dan tak merasa tersintuh. Seseorang
nyeletuk: " Ini mah gila."
Sambil menghitung bahwa periode musik rock berumur 5 atau 10
tahun, di penginapannya Arthur memastikan tahun ini merupakan
giliran mereka lagi -- setelah rock mengalami masa jaya tahun
'70-an. Tetapi Benny misalnya, sesudah sekitar 10 tahun
berkubang di situ, mengaku "Saya tak mungkin bisa seperti dulu
lagi." Ia sudah menjadi manajer perusahaannya sendiri yang
bergerak di bidang survei untuk tanah pemukiman transmigran di
luar Jawa. Lagi pula ia hanya menyebut kegiatannya dalam musik
hanya "hobi".
Sedang Jelly, yang sejak rock yang dimainkannya tak mendapat
pasaran sibuk membantu rekaman para musisi pop, menyebut
masuknya ke dalam Giant Step hanya karena merasa
"bertanggungjawab atas kelangsungan hidup musik rock di negeri
ini." Sebagai senior ia agaknya ingin memberi contoh suatu
dedikasi.
Arthur sendiri, meski selama ini bersama SAS-nya masih sering
manggung di Ja-Tim, sudah merasa lebih afdol menjadi pengasuh
sebuah grup baru -- suatu hal yang juga dilakukan Benny.
Elvi Sukaesih
Tapi selain mereka, di kubangan rock masih ada Achmad Albar
dengan Godblessnya -- yang sudah lebih dulu mengucapkan tekad --
bahkan sekarang memasuki rekaman. Bersamaan dengan itu Albar
masih sibuk dalam film dangdut bersama Elvi Sukaesih, dan itulah
sebabnya ia tak hadir di Bandung.
Sementara itu, sebagai kebalikannya, Rhoma Irama tetap memberi
porsi besar bagi rock dalam dangdutnya -- dan mendapat tempat
yang luas. Sehingga jeritan "rock harus bangkit kembali" jadi
terdengar aneh. Bukankah Arthur sendiri mengakui kelenturan
musik rock yang bisa masuk ke mana saja: pop, jazz, klasik,
country, dangdut? Bukankah rock sebenarnya tak tercabut sama
sekali, kalau tak boleh dikatakan berkembang?
Tetapi kaset Arthur dan kawan-kawannya memang sulit dipasarkan
-- sementara para penggemar rock merasa lebih puas membeli Gino
Vanelli, Genesis, Pink Floyd, atau apalah grup luar yang memang
lebih bagus. Di samping itu memang sedikit orang yang mau
mengundang atau mensponsori konser mereka -- kecuali seperti
Cobra Optical yang rajin, termasuk untuk yang di Jalan Saparua
barusan.
Apa sebenarnya yang diteriakkan? Kecuali bisa menyuguhkan
prestasi yang bagus sekali, yang "murni" saja belum tentu
menarik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini