Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Film

Jumbo dan Harapan Baru Kebangkitan Animasi Indonesia

Lewat pencapaian film Jumbo karya Ryan Adriandhy yang menembus jutaan penonton, industri animasi Indonesia memasuki era baru kebangkitannya.

24 April 2025 | 10.27 WIB

Film animasi Jumbo. Dok. Visinema Studios
Perbesar
Film animasi Jumbo. Dok. Visinema Studios

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

HANYA dalam waktu 23 hari penayangan, film Jumbo mencatat sejarah baru dalam industri animasi Tanah Air. Per Rabu, 23 April 2025, jumlah penonton Jumbo telah menembus angka 6.322.000. Sehari sebelumnya, Jumbo bahkan menambah jumlah layar sebanyak 1.109 di bioskop seluruh Indonesia serta mencatat 4.200 pertunjukan ludes terjual.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pilihan Editor: Sountrack Jumbo, Selalu Ada di Nadimu Jadi Khotbah Misa di Gereja Katedral Semarang

Jumbo Film Animasi Indonesia Terlaris Sepanjang Masa

Kesuksesan Jumbo turut mengejutkan para kreatornya. Dihubungi Tempo pada Jumat, 18 April 2025, sutradara sekaligus penulis Jumbo, Ryan Adriandhy berkata, “Apa yang aku rasakan sama teman-teman yang bikin Jumbo, campur aduk. Yang pasti senang banget, bangga banget, terharu banget. Di saat yang bersamaan juga bingung banget. Kaget.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Animator jebolan Binus University dan Rochester Institute of Technology (RIT) itu juga mengungkapkan rasa syukurnya atas kesuksesan Jumbo. Ia menambahkan, pencapaian dari film ini juga dirasakan oleh banyak orang di luar sana. Banyak pihak yang semangat membuat karya baru seperti fanart, merchandise, serta menyanyikan lagu-lagu Jumbo di sekolah hingga khotbah misa di gereja.

Romo Yosafat Dhani Puspantoro dari Gereja Katedral Semarang tengah berkhotbah dalam misa Kamis Putih dengan menyanyikan lagu Jumbo, Selalu Ada di Nadimu. Foto: Instagram Gereja Katedral Semarang.

Besarnya jumlah penonton Jumbo juga menandai era baru dalam industri animasi nasional. Sebelumnya, pada pekan pertama penayangan, sejak tayang perdana 31 Maret 2025, Jumbo sudah meraup satu juta penonton. Pencapaian ini menempatkannya sebagai film animasi Indonesia terlaris sepanjang masa, menggeser posisi Si Juki The Movie: Panitia Hari Akhir (2017) yang sebelumnya meraih 642.312 penonton.

Film garapan Visinema Studios ini bahkan berhasil melampaui capaian sejumlah film animasi Hollywood di pasar Indonesia, seperti Minions: The Rise of Gru (2022) dengan 2,5 juta penonton dan Moana 2 (2024) dengan 3,1 juta penonton. Jumbo kini juga melampaui rekor Frozen II (2019) yang sebelumnya menjadi film animasi terlaris di Indonesia dengan pencapaian lebih dari 4,6 juta penonton, menurut data Cinepoint.

Estafet Kesuksesan dari Si Juki ke Jumbo

Keberhasilan Si Juki sebelumnya, sebagai salah satu pionir animasi lokal menjadi estafet kesuksesan untuk Jumbo. Apa yang dimulai dengan Si Juki kini berkembang lebih besar lewat animasi karya Ryan bersama lebih dari 420 anak bangsa lainnya itu. Kreator Si Juki, Faza Meonk, memberikan perspektif menarik terkait kesuksesan Jumbo.

Bercerita kepada Tempo pada Rabu, 16 April 2025, Faza mengungkapkan bahwa pencapaian Jumbo memang pantas dilihat sebagai kebangkitan bagi industri animasi lokal. “Positifnya, seharusnya makin banyak investor yang mulai percaya untuk investasi,” kata dia. 

Faza berharap, dengan suksesnya Jumbo, lebih banyak proyek animasi yang akan mendapatkan dukungan pendanaan, sehingga membuka peluang baru untuk kreator lokal di masa depan. Ia juga mencatat bahwa dengan rencana tayang internasional Jumbo di 17 negara, film ini akan menghadirkan potensi pendapatan yang lebih besar bagi industri animasi nasional.

Si Juki turut mempromosikan film Jumbo. Foto: Si Juki.

Animator peraih Piala Citra itu juga menjelaskan faktor-faktor yang membuat Jumbo begitu sukses, mulai dari segi anggaran hingga kualitas cerita yang menyentuh hati penonton. "Dari segi anggaran, Visinema nggak main-main. Mereka sangat totalitas," ungkapnya. Faza merinci, keberhasilan film ini tidak hanya terletak pada kualitas teknis, tapi juga pada kemampuan film untuk menyentuh emosi penonton. 

“Dari plot, mungkin bukan yang terbaik, tapi sangat menguras emosi penonton Indonesia,” ujarnya. Selain itu, Faza menyoroti faktor penting lainnya yang mendongkrak popularitas Jumbo—seperti waktu penayangan saat Lebaran, kualitas animasi yang tinggi, dukungan pemerintah, serta pemasaran yang efektif termasuk lagu latar yang melekat dan digemari banyak orang antara lain 'Selalu Ada di Nadimu', 'Dengar Hatimu', hingga ‘Kumpul Bocah’. “Jadi alat pemasaran yang baik karena semua orang senang banget sama soundtrack-nya,” kata Faza menambahkan. 

Mengenai peran pemerintah, Faza juga menilai kini dukungan terhadap animasi jauh lebih besar dibandingkan dengan saat dirinya menggarap Si Juki. "Sebelum Jumbo, mungkin nggak sebesar ini dukungannya. Dukungan pasti ada, tapi saya baru pertama kali melihat pemerintah mendukung animasi sebesar ini, baru terjadi di Jumbo," ujarnya. 

Faza juga mengungkapkan perbedaan signifikan antara Si Juki dan Jumbo, terutama dalam anggaran dan skala produksi. "Anggaran Si Juki memang nggak besar. Saya dulu berpikir untuk bikin film animasi itu harus melalui proses, nggak bisa langsung besar," kata Faza. Ia juga menyoroti perbedaan mencolok dalam kualitas animasi, Si Juki mengusung animasi 2D, sementara Jumbo menggunakan teknologi 3D yang lebih mahal dan membutuhkan sumber daya jauh lebih besar.

Kepercayaan Jadi Kunci Sukses Jumbo

Kepada Tempo, Ryan selaku kreator juga bercerita tentang proses penggarapan dan faktor kesuksesan Jumbo. Selain melibatkan lebih dari 420 animator Tanah Air lainnya, proyek ini dikerjakan selama lima tahun sejak 2019. Menurut Ryan, salah satu faktor utama kesuksesan Jumbo adalah adanya kepercayaan dari Visinema Studios, investor, dan seluruh pihak yang terlibat dalam produksi. "Satu kata yang menurutku penting banget adalah trust (kepercayaan)," ungkapnya.

Ryan merinci, proyek animasi membutuhkan waktu dan sumber daya yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan film, yang proses produksinya lebih cepat dan lebih familiar bagi banyak pihak. Dalam industri film, produser dan kreator terbiasa dengan model bisnis yang memungkinkan keuntungan bisa dipanen dalam waktu singkat, sekitar 6 hingga 8 bulan setelah ide cerita diproduksi.

Namun, untuk film animasi, prosesnya jauh lebih panjang dan melibatkan lebih banyak orang. “Mungkin selama ini kepercayaan belum ada dari para investor, untuk mau mengerjakan sesuatu dengan model bisnis seperti itu,” tuturnya.

Menurut laki-laki kelahiran 1990 itu, kepercayaan sangat berharga bagi tim untuk bekerja dengan maksimal. "Kepercayaan itu berkesinambungan. Kepada animatornya, kepada kreatornya, kepada aktornya, kepada tim promosinya," ucapnya.

Kepercayaan yang diberikan tidak hanya terjadi dalam tim produksi, tapi juga saat diterima oleh penonton. Ryan menyebut fenomena #BuzzerJumbo di media sosial sebagai bukti nyata bahwa penonton merasakan ikatan emosional yang kuat dengan film ini. Tagar itu merupakan dukungan organik di media sosial yang diusung oleh penonton. "Mereka juga merasakan bahwa ini sesuatu yang spesial untuk dirayakan," kata dia. Si Juki dan animasi dari Malaysia, BoboiBoy termasuk yang mendeklarasikan diri sebagai buzzer Jumbo sejak awal penayangan. 

BoBoiBoy, Jumbo, Papa Pipi dalam unggahan BoBoiBoy mendukung film Jumbo. Foto: Instagram.

Kepercayaan itu akhirnya menciptakan sebuah pengalaman kolektif yang dirayakan oleh banyak orang. Ia bahkan berbagi cerita tentang penonton yang begitu antusias, ada yang menonton hingga tujuh atau delapan kali. Beberapa dari mereka bahkan rela menyeberang pulau atau menempuh perjalanan jauh hanya untuk menonton Jumbo.

Anggaran hingga Dukungan Pemerintah 

Perihal dukungan pemerintah terhadap film Jumbo, Ryan membeberkan bahwa dukungan besar datang dari Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) dalam bentuk amplifikasi merek dan promosi. “Banyak sekali teman-teman di Kemenekraf mendukung kami dalam mengamplifikasi Intellectual Property-nya, dan kami nggak mengeluarkan anggaran di situ,” ungkap Ryan. Di antaranya seperti pemasangan balon raksasa karakter Don di Candi Prambanan dan di Pantai Indah Kapuk, serta pertunjukan drone yang membentuk wajah Don di Central Park. Bahkan, di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, kini karakter dari film Jumbo dipajang sebagai bentuk dukungan dalam mempromosikan film ini.

Soal anggaran, Ryan enggan memberikan angka spesifik, namun ia mengatakan bahwa anggaran untuk Jumbo jauh lebih besar dibandingkan film live action pada umumnya. "Angkanya bisa tiga kali lipat dari film live action yang skala anggaran tinggi," ujar Ryan. Menurutnya, ini mencerminkan komitmen Visinema Studios untuk menghadirkan kualitas terbaik melalui Jumbo.

Ia juga menjelaskan bahwa industri animasi membutuhkan lebih banyak sumber daya, waktu yang lebih panjang, dan tenaga kreatif yang lebih besar. Dalam hal ini, dedikasi Visinema Studio terbukti dengan kesuksesan Jumbo yang saat ini berhasil meraup pendapatan lebih dari US$ 8 juta (sekitar Rp 134,46 miliar), menurut penuturan Ryan.

Ryan juga sangat optimis tentang masa depan industri animasi Tanah Air. Ia percaya bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk bersaing di kancah internasional, mengingat banyaknya talenta lokal yang terlibat dalam produksi Jumbo. "Ketika diproduksi dengan baik, dipromosikan dengan baik, dan dikomunikasikan dengan baik, penonton Indonesia merespons dengan antusias. Ini membuktikan bahwa kita bisa bersaing di tingkat internasional," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa momentum yang tercipta lewat Jumbo harus terus dijaga, agar dapat berlanjut dan berkontribusi pada pengembangan industri animasi nasional nantinya. “Kalau tadi tongkat estafet dari Si Juki lalu sekarang di Jumbo, nanti akan Jumbo oper lagi ke siapa, itu juga nggak boleh menurun semangat kolektifnya,” kata Ryan, menutup perbincangannya.

Kisah Jumbo mengikuti tokoh Don (pengisi suara oleh Prince Poetiray dan Den Bagus Sasono), seorang anak yang sangat mencintai warisan buku dongeng dari orang tuanya (Ariel NOAH dan Bunga Citra Lestari). Don tumbuh bersama Oma (Ratna Riantiarno), dan berpetualang bersama dua sahabatnya—Nurman (Yusuf Ozkan) dan Mae (Graciella Abigail). Konflik bermula saat bukunya dicuri oleh Atta (M. Adhiyat), dan petualangan membawanya bertemu Meri (Quinn Salman), gadis dari dunia lain yang mencari orang tuanya (Ariyo Wahab dan Cinta Laura Kiehl).

Tak hanya tayang di dalam negeri, Jumbo  dijadwalkan tayang di bioskop Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam mulai Juni 2025. Film ini juga akan tayang di 17 negara Asia Tengah dan Eropa; seperti Rusia, Belarus, Ukraina, Moldova, Armenia, Azerbaijan, Georgia (termasuk Abkhazia dan South Ossetia), Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, Uzbekistan, Estonia, Latvia, dan Lithuania.

Adinda Jasmine

Bergabung dengan Tempo sejak 2023. Alumni President University jurusan International Relations, Strategic and Defense Studies. Menulis tentang Politik, Ekonomi, Seni, dan Gaya Hidup. Bukunya terbit pada 2020, Gender Inequality in Southeast Asia: An Itinerary to the Light.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus