Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada Sabtu, 12 Agustus 2023 pagi, pelukis ternama Indonesia, Djoko Pekik meninggal dunia di Rumah Sakit Panti Rapih, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Berita ini telah dikonfirmasi kebenarannya oleh salah satu kerabatnya.
"Nggih, Djoko meninggal dunia pukul 08.00 WIB tadi," kata seniman Butet Kertaredjasa pada 12 Agustus 2023, seperti diberitakan Antaranews.
Djoko Pekik meninggal pada usia 86 tahun dan dimakamkan di kompleks Pemakaman Seniman-Budayawan Girisapto, Imogiri, Daerah Istimewa Yogyakarta pada 13 Agustus 2023.
Selama berkarier dalam dunia lukis, Djoko Pekik menghasilkan karya seni, baik lukisan maupun patung bertema sosial dan politik dengan mengangkat kehidupan rakyat kelas bawah hingga permasalahan dalam negeri. Ia juga kerap menggunakan citraan binatang buas sebagai simbol dalam karyanya. Merujuk p2k.stekom.ac.id, ia menggunakan gaya pelukisan realis-ekspresif yang dibumbui nilai kerakyatan. Berikut adalah beberapa jenis karya Djoko Pekik yang ternama, antara lain:
Berburu Celeng
Berburu Celeng menjadi karya lukisnya yang paling terkenal. Lukisan ini mengisahkan tentang para pemimpin Indonesia ketika masa Orde Baru. Lukisan pada 1998 itu pernah menghebohkan jagat seni rupa Indonesia lantaran harganya satu miliar rupiah. Selain lukisan, Berburu Celeng juga dibuat dalam bentuk patung yang dipamerkan di Galeri Nasional pada Oktober 2013. Saat ini, patung bertema celeng itu disimpan di bengkel kerja miliknya di belakang rumah.
Awal Bencana di Lintang Kemukus 1965
Karya ini memiliki latar belakang kejadian lahirnya lintang kemukus pada September 1965. Lintang kemukus adalah sebuah komet berekor panjang. Menurut mitos yang telah diyakini secara turun-temurun, jika lintang kemukus muncul, maka akan datang bencana besar.
Saat lintang kemukus muncul, terjadi pula peristiwa Gerakan 30 September (G30S) PKI sehingga keduanya dikait-kaitkan. Lukisan ini dibuat usai Djoko Pekik bebas dari black list pada 2003. Melalui karya tersebut, ia menyampaikan tentang mitos lintang kemukus yang masih dipercayai banyak orang.
Kali Brantas Bengawan Solo Luweng
Berdasarkan jurnal.isi-ska.ac.id, peristiwa pembunuhan massal pada 1965 merupakan pembunuhan terhadap orang-orang yang dituduh terlibat dalam PKI. Mayat-mayat tersebut dibuang ke sungai, termasuk Sungai Brantas dan Sungai Bengawan Solo. Lukisan Kali Brantas Bengawan Solo Luweng ini dibuat pada 2008.
Tujuan Djoko melukis peristiwa pembunuhan massal pada 1965-1966 untuk mengenang sejarah Indonesia kala itu. Djoko menuangkan berbagai pengalaman yang dialami ketika berada di tahanan dan merasakan kondisi saat itu dalam karya tersebut.
Sirkus Adu Badak
Karya Sirkus Adu Badak mengandung kritik terhadap pemerintah yang tidak mampu menangani neo-kolonialisme pihak asing karena menguasai sumber daya alam Indonesia. Selain itu, ia juga melihat bahwa sesama rakyat saling bertengkar.
Karya tersebut merupakan harapan Djoko sebagai media penyadaran melawan neo-kolonialisme dalam bidang ekonomi, budaya, dan lain-lain. Dari lukisan itu pula, ia ingin menggambarkan bahwa Indonesia mengalami politik adu domba sejak periode Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto hingga era kepemimpinan sekarang, seperti diberitakan Tempo.co.
Go to Hell Crocodile
Pada 2014, Djoko Pekik memamerkan lukisan Go to Hell Crocodile di Art Jog, Taman Budaya Yogyakarta yang berhasil dibanderol Rp6 miliar. Ia menciptakan citra seekor buaya yang melingkari ceruk galian tambang.
Lalu, ada pula manusia dengan senjata bambu runcing yang siap menusukkannya ke tubuh buaya. Karya ini mengingatkan pada perusahaan tambang asing yang menguras perut bumi Indonesia di Papua dan Nusa Tenggara.
RACHEL FARAHDIBA R | SHINTA MAHARANI
Pilihan Editor: Sepenggal Pesan Terakhir Djoko Pekik Sebelum Meninggal
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini