SEKITAR 50 lukisan kayu (wood painting), dalam jelmaan masif berwarna dominan cokelat, berjajar di dinding ruangan Hilton Executive Club, Jakarta. Itulah karya-karya Amrus Natalsya. Ia dikenal sebagai salah seorang pematung Indonesia terkuat. Lukisan kayu itu merupakan jalan samping kreativitas Amrus yang tak pernah henti bergumul dengan bagian-bagian batang pohon. Sejauh-jauh lukisan kayunya "dilarikan", tetap selalu mengingatkan pada sejumlah besar manifestasi patungnya yang kekar dan menyiratkan mistik itu. Lukisan-lukisan kayu Amrus -- tercatat sebagai satu-satunya di Indonesia -- memang memberikan getaran lain. Proses kreatifnya di atas kayu menunjukkan ekspresi jiwanya yang mengalir pada vibrasi vitae, seni yang berwadag spontan dan kasar. Amrus menjemput selembar atau beberapa papan tebal. Lalu di situ ia membuat sketsa bentuk. Sosok-sosok manusia yang berdiri sepi, seekor kuda, atau beberapa ekor kucing di bawah pohon dalam posisi frontal. Lalu, bagian-bagian di luar sosok dan obyek yang disketnya itu dipahat seperlunya. Dicukil, dan diruyak serat-seratnya. Lantas, jadilah semacam relief. Obyek-obyek itu terlihat menonjol di permukaan. Dan bagian dalam kayu yang dipahat tadi menjadi latarnya, mengekung dan menampilkan sejumlah pemandangan gelap di dalam. Setelah tahap awal ini beres, Amrus lalu membubuhkan warna-warna di atas lukisannya itu, yang kadang masih digurat, ditatah, dalam detail. Warna-warna, bagi Amrus, hanya berkisar pada putih, merah maroon, atau kadang-kadang hitam. Jadilah lukisan kayu, dan sederhana prosesnya. Namun, di tangan Amrus, itu terlihat memiliki kepekaan bagaimana mengeksploitasi karakter kayu menjadi bagian yang pekat dari ekspresinya, yang juga liat. Sehingga, keduanya bersenyawa secara klop. Untuk itu (terutama dalam karyakaryanya sebelum 1988) ia menyeleksi obyeknya dalam putaran figur yang naif dan diam, misalnya pada harimau dan kucing yang menyirat keseraman, atau perahu di lautan hening. Amrus seperti menghidupkan masa lampau yang bukan hanya dalam teman umumnya redup dan pathos. Juga di teknik menjelmakannya. Melukis dengan kayu mengingatkan banyak orang pada karya-karya seni rupa kuno yang pernah tumbuh di Batak, Toraja, atau Irian Jaya. Dengan semua itu, sifat-sifat mistis, terlebih primitif, maka sangat terpancar dalam karya-karya patungnya. Amrus bagai menatah peninggalan orang purba dalam situs-situs sejarah jauh ke masa lalu, yang biasa ditemui di gua-gua. Tapi ia tidak memaksa diri harus mewarisi. Karena itu, getar lukisan-lukisan kayu Amrus dibawanya dalam seleksi pada obyek-obyek yang digambarkannya, setelah teknik penciptaannya tuntas diselesaikan. Karena itulah begitu kurang berwibawanya ketika dia melukiskan bunga sedap malam, bahkan pada mawar merebak di atas serat kayunya, setelah ia bubuhkan warna-warni yang nyaris realistik, seperti hijau kuning, dan merah jambu di atas kembang-kembang pop itu. Entah kemudian sadar Amrus tak banyak melakukan langkah fatal tersebut. Karya-karyanya yang digelar di hotel tadi adalah inisiatif Oet's Fine Art Gallery. Pada pameran ini, Amrus hanya bisa menatap, sejauh mana apresiasi dan minat pecinta seni atas karya-karyanya. Setelah jelas, transaksi selanjutnya bukan lagi miliknya. Pada 1985 Amrus mencoba peruntungan menjual karyanya pada galeri di Jalan Faletahan, Jakarta Selatan itu. Karena satu dua laku, Oet tertarik. Sementara itu, Amrus terpikat pada kebutuhannya di kala itu: finansial. Berjalanlah transaksi senirupa yang gampang. Setiap bulan Amrus menyerahkan karyanya berapa pun jumlahnya, dan Oet kontan membeli. Harganya tahu sama tahu, meski itu juga tidak terlepas dari permintaan harga pasar. Tapi kepercayaan Oet pada kebebasan kreatif Amrus itu melahirkan karya yang jauh dari selera pesanan. Yang dipamerkan pada 11 sampai 15 Agustus ini berasal dari koleksi yang belum pernah dijajakan di galeri -- dua setengah tahun terakhir dikumpulkan -- namun sekarang dijual dengan harga khusus. Kebebasan Amrus mencipta sejalan dengan bebasnya dia memilih materi kayu yang dipakai. Sebagian besar memang diusahakan Oet's Gallery seperti kayu mahoni, singkep, mentru, ramin, kamper. Oet juga mengusahakan kayu besi bila Amrus memintanya. Kayu-kayu itu dioven dahulu oleh Oet, agar tahan dari pukulan perubahan temperatur udara, kelak. Sebelum dan setelah terwujud dalam lukisan, kayu-kayu tadi disemprot racun rayap, disterilisasi. Amrus Natalsya lahir di Medan pada 21 Oktober 1933. Ia pernah belajar patung di Akademi Seni Rupa Indonesia (kini Institut Seni Indonesia), Yogyakarta. Dalam waktu relatif singkat kariernya melejit, ketika ia menemukan kekhasan manifestasi patung kayu, yang ekspresif, pathos, dengan menyisakan guratan pahatan kasar. Patung-patung Amrus tercatat dalam sejarah. Pada 1978 ia buka kios di Pasar Seni Ancol. Patung-patungnya yang khas hadir bersama lukisan-lukisan kayu, yang kemudian ia kembangkan. Lalu 1980 pengelola Pasar Seni Ancol mensponsorinya berpameran tunggal lukisan kayu di Balai Budaya, Jakarta. Setelah pertengahan 1985 keluar dari Pasar Seni, ia "tertangkap" Oet's Gallery. Amrus Natalsya telah naik haji. Sebuah patung, karyanya yang monumental, kini tegak gagah di Jeddah. Agus Dermawan T.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini