Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Kegelisahan di Limbah Kertas

Seniman Joko Kisworo menyajikan belasan ribu lukisan di atas kertas kecil dalam pameran tunggalnya di Galeri Nasional Indonesia. Joko menyampaikan pesan pentingnya melepas segala permasalahan jiwa demi mencapai kebahagiaan nan sederhana.

14 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengunjung melihat karya Joko Kisworo dalam pameran tunggal bertajuk "Begja: Bahagia Melalui Katarsis" di Galeri Nasional, Jakarta, 10 Agustus 2022. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ribuan kertas kecil berukuran 8 x 11 sentimeter menempel di dua ruangan di Gedung B, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Kamis pekan lalu. Coretan tinta hitam beraneka bentuk tersaji di setiap kertas kecil tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jika dilihat dari jauh, rangkaian kertas itu tampak seperti sebuah lukisan abstrak yang membingkai setiap ruangan seluas 6 x 6 meter tersebut. Tak cukup pada tembok, rangkaian coretan pada kertas kecil itu juga ditempel pada media kain yang dipasang di tengah ruangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Total ada 11.734 kertas kecil yang dipamerkan oleh seniman lukis Joko Kisworo dalam pameran tunggalnya. Joko memberi tema pameran yang berlangsung pada 23 Juli-19 Agustus 2022 itu “Begja: Bahagia Melalui Katarsis”.

Menurut Joko, “begja” dan “katarsis” menjadi hal penting dalam pameran ini. Begja ia artikan sebagai kebahagiaan yang sifatnya sangat sederhana. Sedangkan katarsis disebut sebagai upaya pelepasan hambatan psikologis. “Terkadang dalam kehidupan itu ada kesedihan dan kepenatan. Dalam karya yang kecil-kecil ini saya bisa lepaskan itu menjadi kebahagiaan,” kata Joko.

Kumpulan lukisan mini karya Joko Kisworo dalam pameran tunggal bertajuk "Begja: Bahagia Melalui Katarsis" di Galeri Nasional, Jakarta, 10 Agustus 2022. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W

Ia bercerita mulai membuat lukisan mini itu pada 2017. Awalnya, Joko diterpa dilema. Ia ingin menuangkan lukisan di atas kanvas, tapi ia tak mampu membeli media kanvas. Secara tak sengaja ia menemukan limbah kertas hasil produksi kotak nasi di kawasan Senen, Jakarta Pusat.

Joko melihat tumpukan kertas berukuran 20 sentimeter yang tertata rapi. Tertarik membawa pulang, Joko pun menawar harga kertas limbah tersebut. Namun sang pemilik justru memberikan limbah kertas itu secara percuma kepada Joko. “Lama-lama kok keasyikan bikin karya kecil-kecil ini. Akhirnya, saya keterusan sampai beli limbah kertas itu kiloan,” kata pria berambut gondrong itu.

Berbekal media kertas mungil itu, Joko justru bisa meluapkan segala keresahan pikirannya. Bagi Joko, mencorat-coret kertas kecil saban hari seperti melatih intuisi jiwa. Intuisi tersebut bisa berupa kepenatan, kesedihan, kekhawatiran, dan sebagainya. “Saya gunakan media (kertas kecil) untuk berlatih gerak rasa dan apa pun itu.”

Tak hanya menampilkan karya di media kertas, Joko juga memamerkan tiga lukisan abstrak di atas kanvas berukuran jumbo 5,9 x 3 meter. Tinta akrilik kelir hitam mempunyai unsur penting pada ketiga karya tersebut. Karya yang masing-masing diberi judul Sakbutuhe, Sakperlune, dan Sakpenake itu menyuguhkan tema kebahagiaan dan kesederhanaan.

"Sakperlune" karya Joko Kisworo dalam pameran tunggal bertajuk "Begja: Bahagia Melalui Katarsis" di Galeri Nasional, Jakarta, 10 Agustus 2022. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W

Pada lukisan Sakbutuhe, Joko menjelaskan arti kebahagiaan akan didapat jika dalam memenuhi kebutuhan mampu membedakan keinginan dan kebutuhan. “Keinginan tidak ada batasnya jika dituruti. Namun kebutuhan hidup sejatinya sederhana dan tak menuntut berlebihan,” ujarnya.

Sementara itu, Sakperlune mengajarkan pesan tak berlebihan dalam memahami keperluan penting. Jika berlebihan, jiwa manusia bakal tak seimbang hingga mengaburkan kesehatan jiwa. Adapun lukisan Sakpenake membawa pesan menjadi diri sendiri senyaman diri sendiri dan tidak becermin pada orang lain.

Kurator pameran, Aisul Yanto, mengatakan karya katarsis Joko Kisworo seharusnya bisa menjadi pengingat bagi seniman lainnya, bahwa untuk berkarya tak selalu menggunakan media umum, seperti kertas dan kanvas, yang dibeli dengan harga tak murah. Penggunaan bahan limbah kertas yang tak ada artinya di mata masyarakat bisa dilirik. Terlebih, tujuannya menyulap bahan yang tak ada nilainya menjadi sebuah karya seni yang bernilai.

“Ini melatih kepekaan kita sebagai seniman akan rasa artistik pada sebuah barang. Jadi, jangan terjebak pada bahan karya. Harus kreatif mencari bahan untuk berkarya.”

INDRA WIJAYA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus