Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 17 Agustus 2022, bertepatan dengan HUT RI ke-77, secara resmi Menteri Keuangan RI dan Gubernur Bank Indonesia meluncurkan tujuh pecahan uang kertas baru TE 2022. Sudah sah pula uang TE 2022 digunakan dalam rangka jual beli di seluruh wilayah Indonesia. Tujuh pecahan uang TE 2022 tersebut terdiri atas pecahan uang rupiah kertas Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, Rp 10.000, Rp 5.000, Rp 2.000, dan Rp 1.000. Ketujuh pecahan tersebut merepresentasikan kebudayaan Indonesia, salah satunya adalah tarian tradisional, seperti dalam pecahan uang Rp 50.000 yang terdapat tari legong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melansir laman resmi bi.go.id, warna dominan uang baru TE 2022 Rp 50.000 adalah biru dengan ukuran panjang 146 milimeter dan lebar 65 millimeter. Pada bagian depan uang baru pecahan ini, menampilkan tokoh pahlawan nasional, yaitu Ir. H. Djuanda Kartawidjaja sebagai gambar utama. Selain itu, bagian depan juga terdapat lambang negara Garuda Pancasila, kepulauan Indonesia, bunga jepun Bali, dan motif khas Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, bagian belakang uang TE 2022 pecahan Rp 50.000 menampilkan gambar tari legong asal Bali yang disandingkan dengan bunga jepun Bali. Kemudian, terdapat pula panorama alam Taman Nasional Komodo yang dipercantik dengan kehadiran motif khas Indonesia. Lantas, keunikan apa yang membuat tari legong ini terpampang dalam uang TE 2022 Rp50.000?
Tari legong adalah tarian tradisional khas Bali yang gerakannya cukup kompleks berupa perpaduan antara gerakan penari dengan iringan musik gamelan tradisional asal Bali. Gerakan kompleks dalam tari legong ini disebabkan karena adanya unsur gambuh yang merupakan tarian tertua di Bali dan menduduki kasta tertinggi dalam seni tari Bali.
Uang baru 2022 pecahan Rp50.000. Foto: Bank Indonesia
Sejarah Tari Legong
Mengutip dari buku yang berjudul Tari Bali yang Dinamis, tari legong berasal dari kata dalam Bahasa Bali, yaitu leg dan gong. Leg berarti gerakan tari yang luwes, sedangkan gong diambil dari alat musik tradisional, yakni gamelan. Dengan begitu, tari legong dapat diartikan sebagai tarian yang gerakannya terikat dengan gamelan atau musik pengiringnya. Biasanya, tarian ini dilakukan oleh kelompok penari perempuan dalam jumlah tertentu.
Berdasarkan sejarahnya, tari legong dilakukan oleh dua perempuan remaja yang belum mengalami siklus menstruasi. Nantinya, kedua penari akan dinamakan legong yang menari di bawah bulan purnama dalam lingkungan keraton. Selain itu, keunikan lain dalam tari legong adalah penari yang membawa kipas sebagai alat bantu untuk menari. Selain dua penari utama, terdapat pula penari tambahan yang disebut sebagai condong. Perbedaannya hanya terdapat pada kipas yang digunakannya karena condong tidak membawa kipas sebagai alat bantu menari.
Tari legong memiliki makna yang begitu mendalam, yaitu tentang nilai keagamaan dan sejarah dalam budaya Bali. Gerakan dalam tarian ini merupakan wujud dari ungkapan terima kasih dan rasa syukur rakyat Bali terhadap nenek moyang yang memberikan keberkahan melimpah untuk keturunannya. Kendati demikian, makna tari legong ini tidak hanya sebatas hal tersebut. Seiring perkembangan zaman, makna tarian ini bertransformasi menjadi tarian hiburan atau bahkan tarian penyambutan yang menarik wisatawan.
Sayangnya, tari legong ini sudah mulai mengalami penurunan minat. Untuk terus melestarikannya, para seniman Bali mencoba merekonstruksi tarian ini dengan menambah beberapa gerakan agar lebih menarik. Padahal UNESCO (The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) pada 2015, pernah memberikan penghargaan pada tari legong sebagai warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage) bersama dengan sembilan tarian bali lainnya.
RACHEL FARAHDIBA R
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.