Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Khas melayu

Skenario : habsah hassan pemain : erma fatima, julia rais, ridzuan hasyim. sutradara : raja ahmad alauddin. resensi oleh : leila s. chudori.

26 Oktober 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film Malaysia terbaik tahun ini memasuki pasaran Indonesia. Secara tematis masih lemah. HATI BUKAN KRISTAL Skenario: Habsah Hassan Pemain: Erma Fatima, Julia Rais, Ridzuan Hasyim Sutradara: Raja Ahmad Alauddin "APA tu dunia perempuan. Paling bagaimana memikat laki-laki, recipee masakan dan kecantikan," kata seorang wartawan kepada Nina. "MCP tu ...," Nina mencibir. "Apa tu MCP, Nina?" "Male Chauvinist Pig!" "Ha, pejuang hak wanita." Semua wartawan di ruang itu tertawa. Mereka, wartawan Warta Nasional, senang menggoda Nina bukan karena ia seorang pejuang hak wanita, tapi karena Nina (diperankan Julia Rais) seorang wartawan baru yang cantik, berambut panjang, berkulit kuning langsat, dan yang penting "dia masih solo". Dimulai dari penggambaran kehidupan khas wartawan, film ini lantas memperkenalkan tokoh-tokohnya dengan lincah. Nina, anak kaya manja yang ingin mandiri dengan menjadi wartawan Ida, redaktur halaman wanita yang berwawasan luas tapi galak dan Rajiv (Ridzuan Hasyim), wartawan yang berambisi ingin membongkar sindikat pelacuran terselubung yang mengeksploitasi gadis-gadis muda Malaysia. Persoalan mulai ruwet ketika Rajiv tahu Michele (Erma Fatima), seorang bintang film dan model, ternyata pelacur kelas tinggi. Michele menjadi simpanan seorang datuk terkenal. Entah kenapa kisah Nina terlupakan. Sutradara meloncat kepada Michele. Sang pelacur yang lebih sering ngomong dalam bahasa Inggris dan cekikikan tanpa sebab ini lantas kesengsem pada Rajiv. Belakangan Michele tahu Rajiv seorang wartawan yang "hanya mau mengeksploitasi keburukan orang agar korannya laku," hingga dengan kalap Michele memutuskan hubungan mereka. Lalu Michele mati karena kebanyakan memasukkan dadah ke dalam tubuhnya. Lantas, Nina terisak-isak di dada Rajiv. Habis. Ini memang penyelesaian khas Melayu. Film ini masih lemah secara tematis dan penyutradaraan (termasuk pengarahan akting para pemain dan visualisasi ide). Tap inilah film yang meraih enam piala dalan Festival Film Malaysia tahun ini. Boleh dikatakan ada semacam keberanian pada sutradara Malaysia yang secara eksplisit memvisualisasikan hubungan antara datuk -sebuah gelar terhormat -- dan sang pelacur. Jika itu ada dalam film Indonesia pasti dibabat gunting sensor. Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus