Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Sutradara Iwan Kurniawan menyelami setiap sudut Istanbul, Turki dengan cara yang tak biasa untuk film perdananya, Mungkin Esok Lusa Atau Nanti (MENANTI). Dalam perjalanan pembuatan film ini, Iwan mengisahkan bagaimana timnya mengambil adegan secara sembunyi-sembunyi di berbagai situs bersejarah yang memancarkan keagungan peradaban Islam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Di masjid dekat Eminönü, kalau enggak salah Rüstem Paa masjidnya, saya lupa. Saya ketemu imamnya, saya cuma bilang boleh tidak izin 10 menit saja karena ada adegan Kemuning dengan ustazah lagi curhat, itu satu kali pengambilan (one take) harus oke," ungkap Iwan, dalam acara Press Screening di Thamrin, Jakarta Pusat, pada Rabu, 10 Juli 2024.
Cerita Sutradara Sebelum Syuting Mungkin Esok Lusa atau Nanti
Berkat kejujurannya, sang imam menyetujui permintaan tersebut, dan mengizinkan tim produksi untuk menangkap momen berharga dalam satu kali pengambilan gambar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Iwan juga mengenang sebuah adegan di Hipodrom Konstantinopel, ketika tim produksi dihampiri oleh pihak keamanan. "Jawaban kami sederhana. Kami ingin menyampaikan pesan sejarah Islam di negara ini ke negara yang muslimnya terbesar di dunia, yaitu Indonesia,” kata Iwan. Mendengar penjelasan ini, pihak keamanan pun menyambutnya dengan baik.
Dia merasa keberuntungan selalu berpihak kepada tim produksi. Seperti ketika mereka syuting di sebuah kafe milik seorang pengusaha muda, yang tanpa ragu memberikan tempatnya kapan pun diperlukan.
Selama dua pekan, tim produksi menjelajahi Istanbul untuk menangkap setiap detail yang bisa menghidupkan cerita film. Dalam perjalanan ini, setiap tempat seakan membuka pintu lebar-lebar, memberikan kemudahan untuk mereka. “Kita ambil delapan sampai sembilan hari syuting, jadi total dua minggu. Alhamdulillah film ini selesai,” kata Iwan.
Namun, perjalanan mereka tidak hanya terhenti di Istanbul. Dalam pencarian latar yang sempurna, Iwan dan timnya juga menemukan keindahan di Selo, Boyolali, sebuah desa yang mempesona dengan keindahan alamnya. Mereka juga syuting selama lima hari di desa itu. “Selo, Boyolali, di Desa Stabelan, saya cuma lihat di Instagram waktu itu. Saya lihat, kemudian kita survei, kita syuting di sana,” ujar Iwan.
Garap MENANTI, Film Perdana untuk Wadah Anak Muda
Melalui film ini, Iwan juga ingin memberi ruang bagi talenta muda, dia menghadirkan nama-nama baru seperti Bilal Fadh, Tegar Iman, Natasya Nurhalima, dan Devi Permata Sari. “Mungkin memang jam terbangnya di layar lebar belum banyak, tapi dengan kesungguhannya, Alhamdulillah kita berhasil menyelesaikan film ini dengan akting mereka yang menurut saya bagus,” tutur Iwan, seraya memuji para pemeran. Tak hanya itu, kehadiran aktor-aktor senior juga memberikan dukungan di film tersebut, di antaranya ada Olga Lydia, Terry Putri, Intan Erlita, Akbar Kobar, dan Farid Aja.
Film Mungkin Esok Lusa Atau Nanti menjadi ajang pembuktian bagi Iwan dan timnya, yang sebagian besar baru pertama kali terlibat dalam produksi film layar lebar. “Saya baru pertama kali nge-direct film layar lebar, dengan seluruh tim kami di kantor yang semuanya baru pertama kali bikin film,” kata Iwan, melanjutkan.
Sinopsis Film Mungkin Esok Lusa Atau Nanti
Tak hanya menghibur, film ini juga diharapkan dapat memberikan edukasi tentang sejarah dan peradaban Islam. Iwan berusaha menyisipkan sisi sejarah dan pesan-pesan baik dalam filmnya. “(Contohnya) ternyata Pangeran Diponegoro itu punya hubungan erat dengan Kerajaan Ottoman di masa lalu,” kata dia.
Cerita film ini berkisah tentang Kemuning, seorang gadis desa yang mendapat beasiswa S2 di Turki. Kehidupan cinta Kemuning pun penuh liku, setelah Raditya, kekasihnya, mengingkari janji dan memilih menikahi perempuan lain pilihan ibunya. Kemuning harus menghadapi kenyataan pahit ini sambil terjebak dalam cinta segitiga dengan sahabat Raditya, Dewo.
Menurut Iwan, kisah cinta segitiga yang diangkat dalam film ini adalah cerminan dari banyak kejadian di masyarakat. “Cerita ini cerita paling sederhana yang banyak terjadi di masyarakat pada umumnya. Cinta segitiga, yang laki-laki nggak punya sikap, yang perempuan bucin, kita kasih bumbu-bumbu juga komedi, tapi juga ada value (nilai) edukasinya,” ujar Iwan.
Film yang diproduksi oleh Kolam Ikan Creative dan tayang mulai kemarin di bioskop Tanah Air.