Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PANGGUNG berisik oleh pukulan palu pada sebuah cangkul seorang lelaki tua yang duduk di sebuah dipan di panggung yang temaram oleh cahaya merah. Berbaju koko, celana pangsi, dan peci hitam, ia sibuk dengan perkakasnya. Riuh terhenti ketika Ajo Sidi yang datang dengan kereta angin melempar salam kepada kakek itu.
“Pagi ini aku hampir terluka, pisau cukur ini sudah tidak tajam,” ujar Ajo. “Coba kulihat… sepertinya sudah lama tidak diasah,” si Kakek menjawab. Karena itulah kemudian Ajo mendatangi si Kakek.
Mereka berbincang sebentar. Si Kakek menanyakan alasan Ajo tak salat berjemaah subuh tadi. Ajo pun menjawab sekenanya, karena banyak pekerjaan. Ia pun bergegas mendorong sepedanya. Lelaki tua itu kembali melanjutkan kegiatannya sambil menggerutu. Ajo Sidi dan Kakek adalah dua tokoh dalam cerita Robohnya Surau Kami yang dipentaskan pada Senin, 28 November, lalu oleh Teater Jenjang di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo