Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Buku memoar keempat Mia Bustam, Mutiara Kisah Masa Lalu, diluncurkan pada Sabtu, 7 Desember 2024. Buku terbitan Ultimus itu mengisahkan masa kecilnya, waktu sekolah, remaja, kakek-nenek, hingga cinta pertamanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Masing-masing punya keistimewaannya sendiri," kata Sri Nasti Rukmawati, putri kedua Mia Bustam dan Sindoedarsono Sudjojono, kepada Tempo, di seusai diskusi perjalanan hidup bekas tahanan politik 1965 itu di Pinang Ranti, Jakarta Timur.
Mutiara Kisah Lalu Ungkap Kilas Balik Perjalanan Mia Bustam
Terbitnya Mutiara Kisah Masa Lalu, melengkapi cerita perjalanan hidup Mia Bustam. Memoar yang diterbitkan sebelumnya, yaitu Sudjojono dan Aku, Dari Kamp ke Kamp, serta Kelindan Asa dan Kenyataan. Buku-buku itu dapat dibaca secara utuh sebagai Tetralogi Mia Bustam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri Nasti menuturkan, dalam Sudjojono dan Aku, Mia Bustam menuliskan itu pertemuan awal dirinya dan Sudjojono, menikah, hingga keduanya bercerai. Buku Dari Kamp ke Kamp, mengisahkan masa ia dipenjara selama 13 tahun, dan Kelindan Asa dan Kenyataan, menceritakan dia menghirup udara bebas hingga meninggal.
Sehingga keempat buku tersebut merupakan periode hidup Mia Bustam sampai ia tutup usia. Dan buku yang baru diterbitkan dan dibanderol dengan harga Rp 104 ribu ini, merupakan periode pertama masa pertumbuhan Mia Bustam. "Menurut adik bungsu saya, buku ini merupakan kilas balik dari cerita di tiga buku sebelumnya," ucap dia.
Sepenggal Kisah Sudjojono dan Mia Bustam
Menurut Sri Nasti, membaca empat buku ibunya memperlihatkan Mia Bustam sebagai seorang perempuan tangguh. "Mengapa Ibu terlihat begitu tangguh, itu mungkin karena perjalanan hidup dia masih muda, itu ada penderitaan. Itu yang membentuk dia menjadi tangguh," ujar dia.
Profil dan Perjalanan Mia Bustam sebagai Tahanan Politik
Mia Bustam lahir di Purwodadi, 4 Juni 1920. Dia lulusan Europeesche Lagere School dan lanjut studi di Van Deventer School (VDS) Surakarta. Mia menikah dengan pelukis S. Sudjojono pada 1943. Pasangan ini mempunyai lima orang putra dan tiga putri.
Kedelapan anak Mia-Sudjojono adalah Tedjabayu, Sri Nasti Rukmawati, Watu Gunung, Sekartunggal, kembar Lanang Daya dan Lanang Gawe, Sri Shima, serta Abang Rahino. Pada prahara 1965, Tedjabayu ditahan dan dibuang di Pulau Buru, Maluku. Sebelum Wafat, Tedjabayu menulis perjalanan hidupnya dalam buku Mutiara di Padang Ilalang.
Perjalanan Mia Bustam menjadi tahanan politik, bermula saat tentara dengan truk mendatangi rumahnya di Kali Tunjang, Yogyakarta, pada 23 November 1965. Para serdadu lantas menangkap Mia dan membawanya ke kantor polisi setempat. Setelah itu, ia dipindahkan ke berbagai tempat, dari Benteng Vredeburg; Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan; Plantungan, Kendal, Jawa Tengah; lalu Lembaga Pemasyarakatan Bulu, Semarang.
Selama 13 tahun dia mendekam sebagai tahanan politik tanpa pengadilan hanya karena ia anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Perempuan tangguh itu meninggal usia 91 tahun, di Limo, Depok, Jawa Barat, 2 Januari 2011.
Pilihan Editor: Memoar Ketiga Mia Bustam