Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam agenda nasional, umur pasangan S.B. Yudhoyono-Jusuf Kalla yang menang pemilu secara mencolok baru saja lewat seratus hari. Tapi para kartunis yang dibebaskan untuk memamerkan karya apa saja itu seakan telah sepakat mengangkat subtema korupsi. Tak ayal lagi, gambar tikus sebagai kiasan sosok koruptor bertebaran di banyak karya peserta. Antara tikus dan koruptor memang terdapat keakraban tak terkira: sama-sama hama, sama-sama sanggup mendatangkan kebocoran di mana saja.
Beberapa kartunis juga meminjam tsunami untuk mengungkap pesan kartunnya. Ada juga beberapa yang menggunakan setting dan tokoh yang sudah dikenal masyarakat untuk melempar sindirannya. Tapi rata-rata tema di atas diungkap secara lucu, menyindir, ataupun pesimistis, tanpa menjadi sarkastis. Ya, mungkin begitulah "etika" masyarakat kita yang hati-hati melempar kritik.
Para kartunis itu sendiri?bagian dari Pakarti (Persatuan Kartunis Indonesia)?baru selesai memilih ketua baru. Musyawarah Kartunis Nasional 2005 berlangsung tiga hari, 15-17 Februari, di Ubud memilih Jango Paramitha sebagai ketua baru. Ketua lama, Pramono yang telah terpilih tiga periode berturut-turut, memproklamasikan: regenerasi harus terjadi. Tapi Pramono berhasil memberikan gambaran jelas tentang dunia para kartunis yang berubah.
Dunia para kartunis adalah dunia yang plastis, menuntut kepintaran menyesuaikan diri dengan perkembangan keadaan. Krisis Monitor 1997 adalah sebuah titik balik: ruang gerak yang sebelumnya disediakan media massa, sekonyong-konyong menyempit. Dan para kartunis kini mesti menggunakan lahan di luar media massa, lahan yang mungkin lebih luas dari media massa itu sendiri.
Kartun saat ini juga digunakan dalam periklanan, rumah-rumah produksi animasi, televisi, internet, telepon seluler, bahkan pada benda-benda pakai seperti kaus oblong, kartu ucapan, stiker, dan sebagainya. Di Bali, misalnya, kaus oblong sudah lama menjadi lahan humor dan kartun, seperti pada Toni Tantra, C-59, Dagadu, dan Jogger. Cece Riberu di galeri Jangkrik Kuta juga memanfaatkan kartun pada produknya.
Bali memang akrab dengan kartun. Majalah Bog-bog, yang terbit di Bali, selama lima tahun belakangan adalah satu-satunya majalah humor kartun di Indonesia yang makin berkibar. Majalah berbahasa Inggris ini memanfaatkan pasar Bali sebagai tempat turis asing dan ekspatriat. Majalah tersebut tahun ini akan memperluas produknya pada merchandise benda-benda humor. Kecenderungan seperti itulah yang perlu dipacu para kartunis.
Alasan demikian mendorong peserta musyawarah memilih kartunis Bali sebagai pengurus lima tahun mendatang. Jiwa entrepreneur Jango Paramartha dan kawan-kawan diharapkan membawa tren baru bagi perkembangan kartun di Indonesia. Jango sendiri siap menerima tugas berat ini, dan berjanji dalam waktu dekat kepengurusan Pakarti periode 2005-2009 akan segera terbentuk dan mulai bekerja. Sesuai dengan semangat zaman, Pakarti akan menggunakan web sebagai media komunikasi antarkartunis di seluruh Indonesia dan alat publikasi ke dunia internasional.
Pakarti berdiri sejak 1989, tapi stagnasi masih kelihatan jelas pada beberapa titik dalam dunia kartun kita. Kartunis, animator Dwi Koendoro?ia sempat meluncurkan dua buku komik terbarunya dari seri Sawung Kampret, Ni Woro Sendang, dan Mencari Harta Karun Flor de Lamar?mengeluhkan kesulitannya menghadapi masyarakat Indonesia yang masih terlalu heterogen; sulit menyatukan visi dalam memandang masalah, termasuk memandang kartun. Dwi Koendoro membandingkan keadaan ini dengan Malaysia, Jepang, dan Korea yang tentu lebih homogen.
Kartunis Itok Is dari studio Lebah Jakarta mengimbau masyarakat kartunis untuk tidak berorientasi pada politik melulu. Banyak lahan di luar itu: buku anak-anak, animasi pendidikan dan humor di lahan itu yang tak perlu menyindir/menyakiti orang. Bagi Itok Is, kartun politik seperti itu hanya menyebar kebencian. Itok memang pernah jadi kartunis di majalah Bobo, dan sekarang ini mengembangkan kartun animasi interaktif untuk pendidikan anak. Kartunnya yang lembut manis menunjang untuk itu. Itok menyampaikan bahwa di bidangnya masih dibutuhkan banyak kartunis sebagai penggambar maupun animator. Ada satu hambatan yang susah diatasi kartunis kala bekerja dalam satu tim: menekan ego supaya tak maunya sendiri, dan menjaga mood, jangan angin-anginan.
Sebaliknya, G.M. Sudarta tak keberatan dengan kartun politik. Ia bahkan mengetengahkan bahwa di mata dunia kartun, (politik) Indonesia dianggap belum dewasa, karena tak bisa menghadapi kritik tajam. Mungkin hal ini disebabkan oleh perbedaan pandangan politik, atau juga sikap tepa-selira dan santun orang Indonesia. Padahal, pembaca selalu menginginkan kartun yang tajam, keras. Tapi apakah itu tujuan kartunis? Bukankah kartun jembatan komunikasi? G.M. Sudarta menambahkan bahwa bermetafora tak bisa disamaratakan bagi semua orang, tergantung pada segmen pasar medianya. Kiat kartun yang disampaikan G.M. Sudarta bagi peserta adalah kartun editorial lebih mementingkan pesan yang disampaikan, dan gambar nomor dua. Ia juga menangkap gelagat bahwa pemerintah makin lama makin represif. Pemimpin sangat terganggu oleh pers. Dan sejarah menunjukkan itu dari Soekarno, Soeharto, Megawati, dan jangan-jangan Susilo Bambang Yudhoyono?
Presentasi lain adalah paparan dari para kartunis. Fondy, kartunis Makassar, menyampaikan bahwa di kotanya ada organisasi, namanya Karaeng, yang bulan lalu menggelar lelang kartun untuk korban tsunami. Itosh mengantar Kokkang/Kaliwungu, produsen kartun terbesar di Indonesia, menayangkan film kegiatan koperasi kartunnya. Jogja sekarang sedang giat mengembangkan kartun untuk hiasan dinding luar ruang. Yoyo, kartunis Purwakarta, mengembangkan kartun dalam gerabah/keramik.
Musyawarah Kartunis Nasional 2005 telah berakhir. Rencananya tahun depan akan diadakan pertemuan kembali di Ubud, kalau Arma memenuhi janjinya untuk menjadikan acara ini Annual Indonesian Cartoon Exhibition.
Priyanto S. (Ubud, Bali)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo