Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Di Indonesia, umumnya setiap orang hanya akan mencintai budaya asal sukunya, seperti orang Jawa yang menyukai wayang atau orang Betawi yang mencintai Lenong. Berbeda dengan kebanyakan orang, terdapat seorang budayawan berdarah Tionghoa yang sangat mencintai budaya Sunda, yakni maestro kecapi, Tan De Seng.
Dikutip dari laman Koran Tempo, Tan De Seng merupakan etnomusikolog Sunda sekaligus maestro musik tradisional Cina. Ia lahir dan menjalani masa kecil di Jalan Tamim, Bandung. Kepiawaiannya dengan seni Sunda tak lepas dari pengaruh lingkungan sekitarnya yang membawa keindahan seni musik dan tari Sunda yang ia dengar dan lihat sehari-hari.
Dilansir dari publikasi Tan Deseng Tokoh Seni Sunda Pada Masyarakat Tionghoa Di Wilayah Kota Bandung oleh jurnal.untirta.ac.id, kepiawaian Tan De Seng dalam olah seni Sunda sudah banyak mendapat pengakuan masyarakat di dalam dan luar negeri, pada dekade 90-an khalayak China dan Jepang pernah menyaksikan Tan De Seng dan beberapa anggota keluarganya memainkan seni tradisional Sunda di depan mereka.
Baca : Cara Memainkan Alat Musik Kecapi : Dari Sintreuk-Toel, hingga Dijambret
Secara formal, pengabdian Tan De Seng pada pelestarian seni Sunda juga telah mendapat pengakuan. Pada 2004, De Seng mendapat penghargaan dari Pemerintah Daerah Jawa Barat atas pengabdiannya sebagai seniman musik tradisional Sunda. Bahkan, pada 2008 ia pernah mendapat penghargaan dari pemerintah, hingga di panggil Presiden Soesilo Bambang Yudoyono ke Istana Negara sebagai maestro seni budaya yang melestarikan seni tradisi dari Jawa Barat.
Salah satu puncak pengakuan terhadap dedikasinya di bidang musik adalah anugerah Metonome yang diterima De Seng dari Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Penata Musik Rekaman Indonesia pada 2007. Kriteria dari penerima Piala Metronome adala pengabdian diri dan kontribusi nyata kepada kehidupan dan perkembangan musik dalam negeri.
Walau telah dianggap sebagai maestro di bidang seni Sunda, tetapi ia sama sekali seni budaya etnik leluhurnya, Cina. Merujuk Koran Tempo, Tan De Seng bahkan selalu menjadi rujukan para seniman Indonesia manakala akan mengkolaborasi musik dan tari etnik lokal dengan budaya Cina.
Baca : Dijambret, Cara Memainkan Alat Musik Tradisional Kecapi
Pengakuan terhadap keterampilan De Seng antara lain datang dari musisi Remy Silado. Menurut Remy, De Seng sangat memahami sejarah Cina dan dapat membedakan setiap dinasti sesuai dengan peristiwa sejarah. Bahkan ia dapat menulis huruf Cina hingga di tingkat kaligrafi.
Lalu, latar belakang Tan Deseng yang berasal dari negeri Cina, menjadi semakin menarik untuk dikaji. Pada umumnya, etnis keturunan Tionghoa lebih cenderung terjun sebagai para praktisi bidang perdagangan dan industri ekonomi lainnya, tapi Tan De Seng menganggap dirinya putera Sunda karena menurutnya jiwa dan raga nya adalah orang Sunda. Ia tak pandai berdagang walaupun telah dicobanya tapi gagal, karena darah seni deras mengalir dalam jiwanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MUHAMMAD SYAIFULLOH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.