Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Tiga puluh tujuh tahun yang lalu, salah satu sutradara kampiun Piala Citra, Sjumandjaja meninggal dunia.
Mengenang Sjumandjaja, adalah sosok sineas yang lengkap dalam film nasional. Ia pernah menjadi aktor, sutradara, dan penulis skenario film. Selain itu, menulis cerita pendek, sajak, dan esai-esai kesusasteraan.
Sjumandjaja lahir pada tanggal 5 Agustus 1933 di Batavia, Hindia Belanda. Ia menempuh pendidikan tingkat atas di Sekolah Lanjutan Atas Taman Siswa.
Pada tahun 1959, ia melanjutkan pendidikan tinggi setelah mendapat beasiswa di All Union State Institute of Cinematography, Moscow, Rusia. Pada tahun 1965, ia menamatkan studinya dengan predikat sangat memuaskan berkat tugas akhirnya, Bajangan, film pendek hitam putih berbahasa Rusia yang mengangkat cerita dari novel karya penulis Amerika, Erskin Caldwell. Ia menjadi orang ketujuh serta orang non-rusia pertama yang lulus dengan predikat tersebut sejak institusi terbentuk pada tahun 1919.
Sekembalinya dari Rusia, ia mengajarkan art cinematography dalam Kursus Kader Karyawan Film pada tahun 1965. Setahun berselang, ia menjabat sebagai Direktur dalam Direktorat Film Departemen Penerangan sampai dengan tahun 1968. Selama memimpin, ia berfokus untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas produksi dan sinematografi film nasional. z
Karena itu, Direktorat Film menerbitan SK Menteri Penerangan No. 71/1967 tentang pengumpulan dana melalui film impor yang digunakan untuk meningkatkan produksi dan rehabilitasi film nasional serta membentuk Dewan Produksi Film Nasional yang bertugas untuk menciptakan film-film percontohan.
Sjumandjaja memulai karir filmnya di rumah produksi PT. Persari. Di rumah produksi tersebut, dua cerita pendek karangannya dinaikkan ke layar lebar. Kerontjong Kemayoran difilmkan dengan judul Saodah pada 1956 sementara Anakku Sajang difilmkan dengan judul yang sama pada 1957. Di film yang disebut terakhir, ia pun menjadi asisten sutradara. Pada 1958, ia bekerja dalam departemen penulisan perusahaan tersebut di bawah pimpinan Asrul Sani.
Sepanjang karirnya, ia dianugrahi lima piala citra dan dinomisasikan sebanyak empat belas kali dalam perhelatan Festival Film Indonesia. Piala citra pertamanya datang dari film Laila Majenun sebagai penulis skenario terbaik pada tahun 1976.
Setahun kemudian, film Si Doel Anak Modern membuatnya diganjar dua penghargaan, sutradara terbaik dan penulis skenario terbaik. Pada tahun 1986, gelar sutradara terbaik kembali berada di tangannya berkat film Budak Nafsu. Pada tahun 1985, film Kerikil-kerikil Tajam membuatnya dianugerahi gelar cerita asli terbaik.
Saat menempuh studi di Russia, ia bertemu dengan Farida Oetoyo, mahasiswa indonesia di akademi tari Bolshoi Teater. Mereka berpacaran selama setahun sebelum menikah pada bulan Juni, tahun 1962. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai dua putra, Aridya Yudhistira dan Sri Aksana Sjuman, Nama terakhir merupakan mantan drummer band Dewa 19.
Setelah pernikahan sebelumnya berangkhir, Sjumandjaya menikahi Toeti Kirana, aktris Si Doel Anak Modern. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Djenar Maesa Ayu, penulis, aktris, serta sutradara. Pernikahan ini pun berakhir dengan perceraian pada tahun 1982. Dua tahun kemudian, Sjumandjaya menikah dengan Zoraya Perucha sampai akhir hayatnya.
Sutradara penggondol Piala Citra kedua terbanyak setelah Teguh Karya itu meninggal saat penggarapan film Opera Jakarta hampir selesai karena sakit lever pada 19 Juli 1985.
PRAMODANA
Baca juga : Chicco Kurniawan Ungkap Hikmah Bintangi Film Penyalin Cahaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini