Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Menggugah Para Pembuat Keputusan

Buku yang menjelaskan beragam alasan bahwa Undang-Undang Pers memang lex specialis dari bermacam perspektif.

24 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menegakkan Kemerdekaan Pers "1001" Alasan Undang-Undang Pers Lex Specialis
Penulis: Hinca I.P. Panjaitan, S.H., M.H. dan Drs. Amir Effendi Siregar, M.A.
Tebal : 207 halaman
Penerbit: Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Kemerdekaan Pers, 2004

Kehadiran buku berjudul Menegakkan Kemerdekaan Pers "1001" Alasan Undang-Undang Pers Lex Specialis dalam lingkungan literatur mengenai hukum pers mudah-mudahan akan membawa khazanah baru di tengah maraknya sengketa pers akhir-akhir ini. Memang haruslah diakui bahwa, terhadap penyelesaian sengketa pers yang banyak muncul belakangan ini, banyak pihak merasa tidak puas. Dan itu terutama dari kalangan pers sendiri.

Ketidakpuasan itu terutama akibat tidak diterapkannya sama sekali ketentuan-ketentuan yang tertera dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers—sesuatu yang saya anggap pula sebagai lex specialis terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Saya masih menganggap penting suatu asas yang sangat terkenal dalam ajaran hukum pidana yang menyatakan "lex specialis derogat legi generali", yang berlaku bagi pelaksanaan fungsi dan peran pers dalam rangka menjalankan kegiatan jurnalistik.

Saya masih menganggap penting pula bahwa Undang-Undang Pers tersebut memuat ketentuan-ketentuan khusus antara (lex specialis) yang diterapkan hanya untuk mengatur dan menyelesaikan permasalahan yang timbul sebagai akibat adanya pemberitaan pers, sebagai konsekuensi para rekan wartawan menjalankan kegiatan dalam bidang jurnalistik. Dengan demikian, seluruh aspek hukum atau Undang-Undang Pers adalah ketentuan hukum (lex specialis) yang dipakai hanya untuk mengatur dan menyelesaikan permasalahan yang timbul sebagai akibat adanya pemberitaan pers, sekali lagi sebagai konsekuensi para rekan wartawan menjalankan kegiatan jurnalistik.

Kehadiran buku hasil karya Saudara Hinca I.P. Panjaitan, S.H., M.H. dan Drs. Amir Effendi Siregar ini mudah-mudahan akan menggugah penerapan berbagai ketentuan yang tertera dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan ketentuan-ketentuan pers lainnya, terutama dan utamanya para pemegang kekuasaan kehakiman tingkat pertama sampai dengan tingkat Mahkamah Agung.

Buku ini menawarkan pemahaman secara Undang-Undang Pers dan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dan mencoba menjelaskan beragam alasan bahwa Undang-Undang Pers memang lex specialis dari bermacam perspektif: filosofis, historis, politis, sosiologis, dan lain-lain.

Sayang sekali, melalui buku ini Saudara Hinca I.P. Panjaitan dan kawan-kawan sedikit atau minim sekali memberikan contoh-contoh penyelesaian yang menerapkan ketentuan-ketentuan dalam bidang hukum pers. Kalaupun ada, itu pun sangat panjang dan bertele-tele mengungkapkan prosedur penyelesaian yang ditempuh (silang pendapat antara Jenderal Djadja Suparman dan Grup Jawa Pos).

Menurut saya, dalam buku seperti itu perlu dikemukakan juga proses-proses hukum yang pernah ditempuh, yang menyangkut dunia kewartawanan atau pers kita, dari kasus Mr. Tengku Hafas (harian Nusantara), H.B. Jassin (Ki Panji Kusmin), Mochtar Lubis (harian Indonesia Raya), dan berbagai pemecahan secara hukum delik-delik pers sejak mulai berlakunya Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers sampai dengan Undang-Undang No. 40 tentang Pers.

Seandainya pemecahan secara hukum delik-delik pers tersebut dipaparkan oleh Saudara Hinca I.P. Panjaitan dan kawan-kawan dalam bukunya tersebut, kita bisa memantau dan menelusuri ketentuan-ketentuan perundang-undangan mana yang diterapkan lex specialis atau lex generali, yang akhirnya kita dapat bertanya kepada para hakim Indonesia, walau tentunya jawabannya akan kasuistis: kapan dan pada delik apa Anda akan menerapkan ketentuan-ketentuan yang tertera dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers?

H. Benjamin Mangkoedilaga
mantan hakim agung, mantan anggota Komnas HAM, mantan anggota Dewan Pers, dosen pada beberapa perguruan tinggi, dan arbiter pada BANI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus