Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBETULNYA, setelah dige-dor hampir setiap bulan oleh film-film blockbuster ber-ang-garan tinggi, seperti serial superhero di dunia Marvel atau DC, atau pembuatan ulang produk Disney, film yang “sederhana” dengan premis yang “lurus” seperti Stuber adalah sesuatu yang menyegarkan.
Premisnya sederhana: seorang sopir Uber, taksi online, bernama Stu Prasad (maka dia sering dipanggil Stuber oleh bos-nya, anak pengusaha yang menye-bal-kan) mencari duit tambahan untuk membangun sebuah gym bersama perempuan yang sudah lama dicintainya. Pada suatu siang yang nahas, seorang detektif bertubuh gi--gantik, Vic Manning (Dave Bautista), meng-hambur menghampiri mobil listrik sewaan Stu. Vic sedang mengejar seorang penjahat kelas kakap dan gembong narkotik, Oka Tedjo (Iko Uwais), yang membunuh partnernya, Sara Morris (Karen Gillan).
Pertemuan Stu dan Vic yang semula adalah urusan sopir taksi dan penumpang menjadi sebuah hubungan sohib—meski semula terpaksa—karena Stu terseret da--lam upaya pengejaran si penjahat. Vic baru saja menjalani operasi mata se-hing-ga penglihatannya buram dan ia mem-bu-tuhkan Stu untuk menjadi “mata”-nya dalam kejar-mengejar, tembak-menembak, dan segala pekerjaannya dalam memburu Tedjo. Lama-kelamaan fungsi Stu menjadi seperti seorang asisten yang diperintahkan memegang pistol.
Sebetulnya film ini memang semacam perkawinan genre laga dan komedi, yang sudah sering dilakukan banyak sineas meski tak semuanya berhasil menjadi film yang menarik.
Tema yang ditampilkan sutradara Michael Dowse tentu saja bukan sesuatu yang baru, terutama karena kita sudah me-nyaksikan film Collateral (Michael Mann, 2004). Ini film thriller yang membuat pe-nonton tegang dan geregetan di tepi kursi. Sang sopir taksi yang diperankan Jamie Foxx dibajak si pembunuh berdarah dingin Tom Cruise—tampil dengan rambut platinum. Dia tak menyangka malam itu menjadi malam yang cilaka baginya.
IMDB
Akan halnya film Stuber berhasil me-nam-pilkan beberapa momen lucu, terutama ketika Kumail Nanjiani memprotes dengan histeris setiap kali Vic menyiksa para pre-man untuk memperoleh informasi posi-si Tedjo. Atau ketika Vic sebagai ayah selalu mementingkan pekerjaannya se-bagai detektif dan agak mengabaikan ke-ha-dirannya dalam hidup putrinya yang sangat ia cintai.
Kisah “buddy action comedy” ini sudah jelas terlihat karena casting pemain sengaja diberi kontras: si jantan berangasan ver-sus si lelaki peka dan humanis yang lucu. Pada akhir film, untuk kelengkapan perkem-bangan karakter, tentu saja kita akan meli-hat Stu dan Vic yang sama-sama saling mempengaruhi meski, selama perjalanan berburu Tedjo, mereka tak habis-habisnya bertengkar.
Tentu saja, kalau kita lebih kritis, komedi Nanjiani di sini sama sekali tak mendekati film sebelumnya, The Big Sick (Michael Showalter), ketika komedi dan cerita terjalin dengan rapi menjadi satu.
Problem lain dalam film ini adalah porsi Iko Uwais sebagai penjahat “one-di-men-sional character”, karakter yang hanya memiliki satu sisi: jahat. Tak ada latar be-lakang, tak ada penjelasan apa-apa. Dia hanya kejam, jago berkelahi, dan berdarah dingin. Tentu ini masalah skenario dan su-tradara yang ingin berfokus pada hu-bungan detektif Vic dan sopir Stu. Lalu sekumpulan subplot, seperti masalah bos Vic, ada anak Vic yang cantik, belum lagi Stu dan “gebetan”-nya serta cita-cita mem-bangun gym.
Subplot yang berdesakan tentu saja tak memberikan ruang kepada karakter Tedjo untuk lebih berkembang selain serang-kaian adegan berkelahi, tembak-tembak-an, kejar-mengejar, dan beberapa kalimat sum-pah serapah.
Selebihnya, jika kita memang menyiap-kan mentalitas untuk menyaksikan film ini sembari senderan dan menghabiskan berondong jagung serta es kopi di siang yang melelahkan, saya kira ini hiburan yang tepat.
LEILA S. CHUDORI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IMDB
STUBER
Sutradara: Michael Dowse
Skenario: Tripper Clancy
Pemain: Kumail Nanjiani, Dave Bautista, Iko Uwais, Natalie Morales
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo