Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Seniman dan etnomusikolog Endo Suanda memang tak bisa diam melihat lingkungan di sekitarnya. Bambu betung yang banyak ditemui di berbagai tempat di tanah air, disulapnya menjadi sejumlah alat musik. Buah karyanya yang terbuat dari bambu, bersama sejumlah instrumen musik tradisi koleksi Anusirwan terpajang di area lobi Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Koleksi Anusirwan kebanyakan merupakan alat musik tiup dan gesek seprti Pfu, Saluang, Sarunai, Bansi Pupuik Tandan, dan Gambus Tingkilan. Beraneka alat musik atau instrumen musik etnik ini dipamerkan menyertai serangkaian acara Etno Musik Festival yang digelar di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki mulai 8 sampai 12 September 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebuah festival gelaran dari Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) yang menampilkan serangkaian program acara mulai dari pameran instrumen musik, diskusi, show case dan pertunjukan music etnik dari berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara.
Instrumen musik bambu buatan Endo Suanda. TEMPO | Dian Yuliastuti
Yang paling menonjol dari pameran itu adalah sebuah bedug berdiameter sekitar 60-70 sentimeter yang berdiri dengan penyangga berkaki empat besama kentongan. Elemen material bedug yang menonjol adalah bambu. Semuanya dari bambu, kecuali kulit kambing pada kedua bagian yang biasa dipukul.
Tak hanya bedug, ada pula cak-cuk yang bentuknya seperti gitar kecil, instrumen yang biasa digunakan saat mengiringi lagu keroncong. Ada juga gambus tabung, gambus, gitar akustik nilon, dan gitar string. Instrumen lainnya adalah kecapi hybrid, kecapi rincik, kecapi indung. Untuk alat perkusi, ada kendang atau gendang gamelan klasik, dan dog dog.
Instrumen musik bambu buatan Endo Suanda. TEMPO | Dian Yuliastuti
Endo menjelaskan sebab dia membuat alat musik dari bambu. "Bambu banyak kita jumpai di berbagai tempat di Indonesia ini," ujarnya kepada Tempo, Selasa, 10 September 2019. Dalam membuat alat-alat musik etnik ini, dia memilih bambu betung karena ukurannya relatif besar dan tua. Bambu ini kemudian dibersihkan dan dipotong sesuai kebutuhan. Dari potongan itu kemudian direkatkan satu untuk mendapatkan ketebalan yang diinginkan. Baru kemudian dibentuk.
Dia mencontohkan pada salah satu kaki atau penyangga bedug, yang dibentuk dari beberapa lapisan bambu yang direkatkan. Untuk sebuah bedug lengkap, kata Endo, diperlukan waktu hingga tiga bulan untuk menyelesaikannya. Endo membuat alat-alat instrumen ini belum lama, sekitar 2017-2018.
Instrumen musik bambu buatan Endo Suanda. TEMPO | Dian Yuliastuti
Sebagai ahli musik etnik, Endo tak melihat banyak perbedaan bunyi atau irama yang dihasilkan. Ia membuat bunyi, irama supaya bisa dinikmati seperti alat musik yang bukan berbahan bambu. Seniman ini juga meminta pemusik yang biasa memakai alat-alat sejenis untuk mencobanya. "Kami minta mereka mencoba untuk mencocokkan iramanya atau bunyi yang dihasilkan," ujarnya.