LITERATURE IN MALAY BY THE CHINESE OF INDONESIA: A PROVISIONAL
ANNOTATED BIBLIOG RAPHY.
Penulis: Claudine Salmon,
Penerbit: Association Archipel, Paris 1982.
Seri: Etudes Insulindiennes--Archipel 3.588 halaman.
CAUDINE Salmon cukup terkenal sebagai ahli kebudayaan peranakan
Cina di Asia Tenggara, umumnya, dan di Indonesia khususnya.
Puluhan karangan telah dihasilkannya mengenai macam-macam subyek
di bidang ini termasuk buku mengenai wihara-wihara di Jakarta
dan sekitarnya, The Chinese of Jakarta -- temples and communal
life, yang ditulisnya bersama suaminya Denys Lombard.
Dengan publikasinya yang terbaru ini, seperti dijelaskan pada
prakata, ia menyatakan penyesalan terhadap kecenrungan
ahli-ahli sastra Indonesia yang mengabaikan peranan bacaan
peranakan Cina dalam Kesusastraan Modern Indonesia. Dengan
ketekunan 14 tahun ia telah menemukan buku-buku ini dalam Jumlah
cukup banyak: 3.005 buah, diterbitkan selama kurang lebih satu
abad, mulai 1870 sampai 1960-an.
Beberapa alasan dikemukakannya. Pertama, bacaan ini dianggap
berasal dari masyarakat peranakan Cina, alias "asing". Dan kedua
adalah alasan berhubung dengan arti kata literature (sastra).
Sudah jelas Salmon mengambil arti yang luas iterature yang
berarti "semua tulisan dalam prosa atau syair, terutama yang
bersifat imajinatif atau kritis, tanpa memandang mutunya" (lihat
Webster's New world dictionary of the American language,
Cleveland 1957). la sendiri tahu akan dapat kritik, karena tidak
memilih tulisan-tulisan yang bermutu saja.
Mengenai alasan pertama ia punya pembelaan kuat. Salah satu
keuntungan kebudayaan Indonesia ialah, semua pengaruh dari luar
diterima dan dibaurkan di dalamnya. Dari penyelidikan
sumbersumber ia beroleh data bahwa orangorang Cina yang datang
ke Indonesia dan menetap di sini sejak abad XV, mula-mula jauh
lebih terasimilasi.
Misalnya, dalam Dong xi yang kao disebut bahwa pada abad XVII
ada orang-orang Cina yang bekerja sebagai JUrU bahasa dan juru
tulis di istana Sultan Banten. Dalam tulisan-tulisan lain
disebut bahwa orang-orang Cina yang sudah menetap berabad-abad
telah menyesuaikan diri dengan adat-kebiasaan pribumi, dan
banyak yang masuk Islam.
Masyarakat peranakan ini kemudian membentuk kebudayaannya
sendiri Mendirikan masjid, seperti di Kerukut. Kebun Jeruk dan
Tembora di Jakarta Yang perlu disebut, dalam hubungan dengan
tulisan Salmon ini, adalah taman bacaan yang menyewakan
buku-buku dalam tulisan Jawi (Arab-Melayu Red). Lembaga ini
tersebar luas di Negara Cina sendiri -- dan di Indonesia justru
ditemukan terutama di Jakarta dan Palembang, dua kota tempat
masyarakat peranakan yang beragama Islam paling banyak terdapat.
Waktu pada akhir abad XIX aksara Latin mulai menggantikan aksara
Jawi, orang peranakan dengan cepat menyesuaikan diri. Banyak
cerita digubah ke aksara Latin, dan surat-surat kabar mulai
diterbitkan dalam bahasa Melayu. Rupanya buku pertama
diterbitkan pada 1871: sebuah buku kecil, Sair kedatangan Sri
Maharaja Siam di Betawi.
Buku itu, masih tersimpan di perpustakaan Museum Jakarta, karena
kulit depannya telah hilang tidak diketahui pengarangnya. Tetapi
dengan analisa penggunaan kata-kata, Salmon menarik kesimpulan
pengarangnya seorang peranakan. Setelah buku ini ia masih
menemukan Syair Burung dan Syair. Siti Akbari oleh Lie Kim Hok.
Penerbitan bacaan "Melayu Tionghoa" berkembang pesat, dan
1886-1910 tercatat 40 syair dan sejumlah besar terjemahan dari
bahasa Cina maupun bahasa asing lain.
Dengan berhasilnya revolusi kebudayaan Guo Min Dang, 1911,
timbullah hubungan baru antara Cina dan rakyatnya dalam
perantauan. Di samping itu pemerintah Belanda juga mengadakan
perubahan politik. Hingga kaum per.lnakan terbai dua yang
berorientasi ke Cina dan yang ke Belanda. Ini tercermin di
bacaan mereka: di samping terjemahan dari bahasa Cina terdapat
jumlah cukup besar terjemahan dari bahasa Barat. Sedang karangan
asli banyak mengenai kurang baiknya pengaruh Barat terhadap kaum
peranakan, terutama para wanitanya.
Pada periode berikutnya, dari 1924 sampai 1942, nasionalisme
kaum pribumi Indonesia menyebabkan masyarakat peranakan mendapat
orientasi baru lagi apalagi dengan bertambabnya pemeluk Islam di
antara mereka. Di Jawa Tengah dan Timur mereka mendirikan
Partai Tionghoa Indonesia tahun 1932, dan dua tahun kemudian
Persatoean Islam Tionghoa dibentuk.
Perkembangan sastra peranakan mencapai puncaknya pada periode
ini--dan terutama digalakkan oleh adanya seriseri penerbitan
seperti 'tjerita roman', 'penghidoepan' dan sebagainya, yang
tiap bulan menerbitkan sebuah novel asli maupun terjemahan.
Belum lagi majalah-majalah. Di samping cerita dengan tema
masyarakat peranakan, kita dapat juga melihat cerita mengenai
masyarakat pribumi dan Belanda maupun mengenai pergaulan antara
ketiga macam masyarakat ini dengan konsekuensinya. Bahkan cerita
detektif dan petualangan, di samping sejumlah besar sandiwara.
Sebagai seorang wanita Salmon menaruh banyak perhatian terhadap
pengarang wanita. Dan menemukan beberapa yang sering menulis
syair dan cerita pendek, bahkan cerita bersambung dan novel.
Pada 1928 mereka menggabungkan diri dalam suatu persatuan yang
menerbitkan sebuah majalah wanita. Tidak bertahan lama. Tetapi
masih ada beberapa majalah lain yang diasuh wanita, seperti
Doenia Isteri di Surabaya dan Istri yang diterbitkan Nyonya Tjoa
Hin Hoey di Batavia.
Dengan masuknya pemerintah Jepang, seluruh penerbitan
dihentikan. Tetapi sesudah 1945 sastra peranakan dihidupkan
kembali, meski tak pernah mencapai taraf sebelumnya. Tahun
60-an masyarakat peranakan sudah cukup terasimilasi, hingga tak
punya bacaan khusus lagi kecuali cerita silat.
Pada lampiran pertama Salmon membicarakan perkembangan usaha
percetakan, penerbitan dan toko buku. Meski masih banyak dapat
persoalan asal-usul usaha ini, ia berhasil membentangkan
terutama tentang penerbitan buku yang rupanya sangat maju: buku
diterbitkan sebagai seri-seri yang dikirim ke langganan di
seluruh Indonesia. Menganalisa buku apa saja yang diterbitkan,
ia sampai pada kesimpulan bahwa penerbitan ini juga berjasa
dalam menyebarluaskan buku-buku pelajaran agama dan pendidikan
moral, termasuk yang tradisional.
Umpamanya saja Tan Khoen Swie menerbitkan banyak buku mengenai
kebatinan Jawa. Bapak Soedarpo Sastrosatomo pernah
memberitahukan kepada saya, ia mempelajari kitab-kitab klasik
Jawa dari buku-buku terbitan Tan Khoen Swie, ayah pelukis dan
pemotret Michael Tanzil.
Pada lampiran berikutnya Salmonmembicarakan soal 'Bahasa Melayoe
Tionghoa'. Tahun 934 bahasa ini sempat menjadi bahan polemik
antara Parada Harahap dan Sutan Takdir Alisyahbana--mengenai
tempat yang harus diberikan kepadanya dalam 'Bahasa Persatoean".
BAGIAN kedua buku ini adalah bagian yang terbesar dan merupakan
sebuah katalogus semua bacaan yang pernah diterbitkan.
Koleksi pentingan disebutnya antara lain perpustakaan di
Museum Pusat Jakarta, Universitas Kebangsaan Kuala Lumpur,
koleksi Adji Damais di TIM dan koleksinya sendiri.
Berkat penyelidikan intensif, Salmon berhasil memperoleh data
biografis dari sejumlah besar pengarang. Tidak banyak orang
tahu bahwa Soe Lie Piet, ayah kakak-beradik Arief Budiman dan
Soe Hok Gie, juga pengarang produktif yang telah menerbitkan
kurang lebih 40 buku -- termasuk novel, terjemahan dan sebuah
petunjuk parawisata ke Bali.
Sedang Njoo Cheong Seng, pengarang terkenal dari seri detektif
Gagaklodra. sebenarnya pemain sandiwara dan mellulis sejumlah
besar buku untuk diolah sebagai film, di mana istri pertamanya,
Fifi Young, diberi peran utama. Perjalanannya ke negara-negara
asing dengan klompok sandiwaranya memberi kesempatan menulis
dengan latar belakang negara asing seperti India, Burma, Cina.
Tapi ia juga menggubah sejumlh besar berita daerah seperti
Tjinggalabi Aocah dari Irian dan Itanri Sani, cerita Bugis
Rangkaian daftar ini diikuti daftar klrya anonim, seri-seri
penerbitan (Pendekar Silat, Moestika Panorama dan sebagainya),
syair-syair, sandiwara, terjemahan dari bahasa Cina, Barat,
India lan asin lain. Sejumlah foto dari tokoh-tokoh terkenal,
dan kulit muka buku-buku, berfungsi sebagai penutup.
Meski telah berhasil menyelesaikan buku yang berbobot ini,
Salmon menyerukan penyelidikan lebih lanjut. Karyanya telah
membuktikan, penyelidikan tentang sastra tidak selalu harus
dilakukan para ahli sastra saja Salmon sendiri sarjana hukum
dan ekonomi. Untuk memperoleh keterangan yang ia butuhkan ia
juga menggunakan metode yang sangat populer dewasa ini oral
history, yaitu mewawancarai tokoh-tokoh yang hanyak tahu.
Keterangan terbanyak ia dapat dari almarhum Tio le Soei dan Nio
Joe Lan, dua tokoh yang tidak asing namanya di dunia surat kabar
dan sastra. Kepada kenangan merekalah buku di dipersembahkan.
Myra Sidharta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini