Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Obituari

Meninggal dunia bu mar, bukan sandiwara

Artis film dan tvri, meninggal dunia dengan menggantung diri, terjerat masalah hutang. (obi)

23 Juni 1984 | 00.00 WIB

Meninggal dunia  bu mar, bukan sandiwara
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SEKARANG kita seperti menjadi yatim piatu. Bu Mar, tokoh ibu yang akrab di layar TVRI itu, meninggal dunia dengan menggantung diri di kusen pintu rumahnya. Bukan saja Ruri Kiki, dan "bekas anaknya", Didu, yang terkejut dan berlinang air mata. Jutaan penonton televisi seakan tak percaya, tokoh sebaik Bu Mar, seorang ibu yang penyabar, telaten memberi nasihat, dan selalu menganjurkan untuk tidak berputus asa, tiba-tiba mengakhiri hidup secara tragis. Marlia Hardi, 57, Minggu pagi 10 Juni masih memberi nasihat untuk "anak-anaknya" dalam acara Di antara Kita di TVRI. "Jangan mudah percaya sama orang, Icong, tak semua orang sama. Tapi kalau kamu ingin jadi bintang film, jangan mudah putus asa, teruskan saja," katanya dalam bahasa yang sederhana. Icong, dalam sandiwara pendek berjudul "Calon Bintang" itu, baru saja ditipu seorang sutradara. "Keluarga Marlia Hardi", yang sudah berumur 11 tahun di TVRI, begitu menyatu dengan penonton. "Bu Mar sudah menjadi idola orang banyak, sehingga penonton akan mengikuti apa yang dipesankannya," kata Halim Nasir, Koordinator Bapersi Bidang Drama TVRI Jakarta. Ketika tokoh ayah, Awaludin, meninggal dunia (1980), Bu Mar mengumumkan kehilangan itu dalam satu cerita. "Acara kami standar pendidikan. Jadi, tak mungkin tokoh bapak diganti orang lain," begitu alasan Bu Mar ketika itu. "Keluarga Marlia Hardi" di TV itu seperti sebuah keluarga yang sebenarnya. Ternyata, sandiwara tetap saja sandiwara. Marlia Hardi, janda dengan putri tunggal yang bernama Prihara Rifiani dan tingal di daerah Setiabudi, Jakarta Selatan, ternyata menyimpan berbagai persoalan. Ia terlibat utang sekitar Rp 5 juta - uang arisan yang semestinya sudah dibayarkannya kepada orang lain sebulan lalu. "Bu Mar mengeluh, karena Senin ini ia harus membayar utang itu," kata Ny. Masmirah, tetangga Bu Mar yang masih sempat mengobrol Minggu malam. "Bu Mar juga gelisah karena banyak menerima ancaman lewat telepon dan surat kaleng." Agaknya kematian ini memang sudah dipersiapkan Bu Mar. Sebelum meninggal ia menulis cerita berjudul "Surat Kaleng". Sandiwara ini menurut rencana, baru akan disiarkan Minggu, 8 Juli nanti. "Persiapan mati" Bu Mar juga berupa surat terketik rapi tertanggal 16 Juni yang menyebutkan bahwa bunuh diri merupakan jalan yang terbaik. Surat ini ditujukannya kepada Ratno Timoer sebagai ketua Parfi. Satu surat lagi untuk TVRI, isinya minta penguburannya diurus. Senin pagi itu, Suwarno Utomo, sopir Bu Mar, disuruh mengambil uang ke Jalan Maluku. Pulang pukul 9.10, Suwarno sudah menemukan adegan yang membuat ia berteriak histeris. Marlia Hardi, yang mengenakan rok warna hitam serta blus bermotif bunga warna cokelat dan rambut tergulung rapi, tergantung di tah plastik warna hijau. Wajahnya menghadap ke arah potret dirinya yang tersenyum dengan latar belakang payung kerajaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus