Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO-Sang Peramal. Demikian sebutan itu disematkan Milea kepada sosok misterius yang tiba-tiba sok-sokan meramal pertemuan mereka berikutnya akan berlangsung di kantin sekolah. Tapi ramalannya meleset. Ramalan kembali diulang.
Saat itu Milea baru dua pekan jadi murid pindahan di Bandung. Mengikuti ayahnya yang pindah dinas.
Dilan, nama peramal itu dan mungkin juga jadi pengganggu Milea. Bagaimana tidak munculnya Dilan di hari-hari Milea berikutnya selalu mencoba meninggalkan kesan tersendiri. Hadir tanpa mengenalkan diri, meramal Milea, meninggalkan pesan di kertas, datang ke rumah membawa undangan untuk rajin datang ke sekolah, menyelinap ke kelas, menulis daftar nama orang-orang yang sekiranya naksir sama Milea, menyoretnya satu persatu lantas menyisakan nama sendiri, lalu minta doa restu agar ia bisa menjadi kekasihnya Milea. Di lain waktu Dilan memberi kado TTS yang sudah diisi penuh sebagai kado ulang tahun. Di hari-hari berikutnya obrolan-obrolan lewat telepon biasa Dilan lakukan dari kotak telepon koin. Selanjutnya ini jadi momen yang ditunggu-tunggu Lia, panggilan Milea.
Dilan si Peramal itu juga ternyata dikenal biang onar tapi hormat kepada guru dan orang tua. Anak geng motor yang punya jabatan penting, panglima tempur. Sehari-hari ia mengendarai Honda CB 100–K0 produksi 1971 yang dinamai Mobil Derek.
Selanjutnya, hari-hari Milea nyaris dipenuhi soal Dilan. Tepatnya gombalan yang seolah tak ada habisnya. Mulanya, gombalan itu terasa lucu, pendek nan cerdas, tapi ada juga yang lantas terdengar garing, terkesan dipaksa lantaran ada yang pola dan formula diulang, kadang ada kalimat negasi yang lantas diputarbalikan.
Seperti kalimat: cemburu itu cuma buat orang yang tidak percaya diri. Dan sekarang aku sedang tidak percaya diri."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Misal saat Dilan bilang kepada Milea agar jangan merindukannya. Alasannya rindu itu berat, biar dia saja yang menanggung.
Sedangkan di novelnya--yang memang menjadi sumber utama film ini--Dilan mengucapkan hal lain yang senada, "Aku tidak mau membuatmu cemas, aku saja yang mencemaskanmu."
Tapi memang ada di adegan-adegan tertentu, gombalan Dilan membuat penonton ikut tertawa bahkan terbahak. Atau setidaknya mesem-mesem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cuplikan adegan film Dilan
"Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja," ucap Dilan saat ikut naik angkot dan duduk di samping Milea yang asyik sendiri membaca novel Olga. Adegan ini pun masuk di bagian trailer filmnya.
Film Dilan merekam kisah percintaan anak SMA era 90-an. Polanya khas, bertemu di sekolah, ngapel ke rumah, dan telefonan dari telepon umum, atau jalan-jalan ala kadarnya.
Suasana 90-an coba dimunculkan. Dari bangunan rumah, sekolah, penampilan anak SMA dengan seragam gombrong, gaya rambut, dan segala perniknya. Namun ada saja celah sponsor produk untuk masuk yang sayangnya belum ada di era 90-an.
Di luar itu, sutradara dan penulisnya berupaya menjaga cerita novel tetap terjaga di rel yang sama. Penonton yang membaca novelnya terlebih dahulu mungkin cukup bisa menyadari itu. Termasuk dialog-dialognya. Meski tentu tak semua peristiwa dalam novel diejawantahkan dalam film.
Mungkin karena penulis novel, Pidi Baiq cukup cerewet agar ceritanya tak melenceng jauh. Dalam sebuah wawancara bahkan Pidi sempat bilang dia yang paling tahu Dilan dan semua cerita, termasuk tokoh-tokoh di novelnya. Fajar Bustomi selaku sutradara mencoba mempertahankan dialog-dialog pendek khas Dilan ada kecerdasan bermain kata yang cukup tercermin.
Cuplikan adegan film Dilan
Film ini sempat mengundang reaksi saat diperkenalkan sosok Iqbal Dhiafakhri Ramadhan sebagai pemeran Dilan. Banyak yang sangsi mantan personel Coboy Junior ini bisa perankan anak badung, tengil, bad romance, anak geng motor pula, tapi masih sopan, romantis lewat segudang gombalan. Iqbal cukup membuktikan kemampuan aktingnya. Setidaknya bayangan kalau dia dengan imej anak baik-baik yang tak mungkin bisa tampil agak bad boy bisa ditepis, akting Iqbal tak seburuk itu. Meski ada bagian tertentu yang terasa nadanya tak begitu cocok.
Demikian dengan Milea yang diperankan Vanesha Prescilla. Debut pertamanya main film bisa dibilang lumayan. Memang nampak tak ada tantangan besar lantaran ia memerankan seorang anak sekolah pindahan dari Jakarta, cantik, lugu, kerap bertanya balik "kenapa?" Sering sekali.
Di film ini Milea menjadi sosok yang senantiasa pasrah atas ide atau segala gombalan Dilan. Nyaris tak pernah ada penolakan. Adanya nada sok-sok jual mahal, mau tapi malu. Tapi perlahan muncul juga karakter posesif, melarang Dilan untuk tawuran, mengancam kecil-kecilan. Seperti di adegan:
"Dilan kamu pernah nangis?"
"Pernah waktu bayi. Pengen minum."
"Ih serius."
"Gampang Lia kalau pengen bikin aku nangis. Menghilanglah kamu dari bumi."
"Dilan tadi mau ikutan nyerang ya sama geng motor?"
"Kan aku seharian sama kamu, Lia."
"Kalau enggak sama aku kamu ikutan nyerang? Aku enggak suka ya kamu nyerang-nyerang. Janji enggak akan ikut nyerang-nyerang lagi?"
"Janji"
"Kalau kamu ikutan nyerang tahu apa yang akan terjadi?"
"Apa?"
"Aku akan menghilang dari bumi."
Cerita film Dilan dijalin tanpa sebuah konflik besar. Mungkin karena kisah anak SMA. Berakhir dengan proklamasi 'Dilan dan Milea pun akhirnya resmi jadian' film ini memang belum selesai. Katanya masih ada kelanjutannya lagi. Karena sumber ceritanya pun berdasarkan novel yang terdiri dari tiga jilid.
Tontonan ringan ini menghibur. Setidaknya mungkin akan menghantarkan penonton terhadap memori masa berseragam putih abu. Dan tentunya coba saja ingat-ingat gombalan Dilan ke Milea kantongi dan bawa pulang untuk coba dipraktikkan.
Judul: Dilan 1990
Sutradara Film: Fajar Bustomi
Rumah Produksi Film: MAX Pictures
Penulis skenario: Pidi Baiq, Titien Wattimena
Produser: Ody Mulya Hidayat
Rilis: 25 Januari 2018