Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Ngertakeun Bumi Lamba: Cara Menjaga Gunung dan Berterima Kasih kepada Alam

Ngertakeun Bumi Lamba adalah ritual adat masyarakat Sunda untuk menyucikan gunung dan ucapan terima kasih pada alam.

21 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH 16 tahun, setiap Ahad pertama setelah titik balik matahari di utara menuju ke selatan (bulan Juni dalam kalender Masehi), upacara Ngertakeun Bumi Lamba dilaksanakan. Tahun ini, waktu tersebut jatuh pada Minggu, 23 Juni. Lokasi yang ditentukan, menurut catatan di Prasasti Kabantenan, merupakan tempat khalis yang harus terus dijaga kesuciannya, yaitu wilayah Jayagiri di kaki Gunung Tangkuban Parahu, Jawa Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masyarakat adat menggelar doa bersama sebelum prosesi Ngalung di Kawah Ratu, Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Minggu (23/6/2024). ANTARA/Raisan Al Farisi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Upacara Ngertakeun Bumi Lamba diinisiasi pada 2008, berawal dari perjalanan masyarakat adat Sunda ke Suku Baduy untuk bertemu dengan sesepuh dan menyampaikan bahwa ada tiga gunung di wilayah Jawa Barat yang diamanatkan, yaitu Gunung Gede Pangrango, Gunung Tangkuban Parahu, dan Gunung Wayang.

Masyarakat adat mengarak jampana untuk dibawa ke Kawah Ratu pada upacara Ngertakeun Bumi Lamba di Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Minggu (23/6/2024). ANTARA/Raisan Al Farisi

Ngertakeun Bumi Lamba merupakan tradisi masyarakat Sunda berupa upacara adat untuk menyucikan gunung, serta menyampaikan ucapan terima kasih secara khusus kepada alam berupa apa yang dimakan dan apa yang diminum. Karena itu, masyarakat menggelar prosesi "Ngalung" makanan dan minuman ke dasar Kawah Ratu di Gunung Tangkuban Parahu agar tetap diberikan keselamatan dan kesejahteraan melalui alam semesta.

Dupa ditanam di dekat pohon saat upacara Ngertakeun Bumi Lamba berlangsung di Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Minggu (23/6/2024). ANTARA/Raisan Al Farisi

Ngertakeun Bumi Lamba adalah cita-cita dan jalan hidup leluhur yang tertuang dalam salah satu bagian Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1440 Saka/1518 Masehi). Naskah itu ditulis pada masa Prabu Jayadewata atau Sri Baduga yang berisi petunjuk dalam kehidupan masyarakat.

Masyarakat adat mengarak jampana yang berisikan sesajen saat upacara Ngertakeun Bumi Lamba di Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Minggu (23/6/2024).

Sebelum Ngertakeun Bumi Lamba, upacara pertama yang dilakukan di Gunung Tangkuban Parahu dikenal dengan nama Kuwera Bakti Dharma Wisundarah. Pada masa lalu, Kuwera Bakti adalah upacara besar delapan tahunan oleh Kerajaan Pakuan Pajajaran. Istilah Wisundarah diambil dari kata wi (puncak), sunda (ajaran/Gunung Sunda), dan rah (rohani) yang menyiratkan harapan untuk menuju puncak kerohanian Sunda.

Masyarakat adat sunda menyalakan api pada upacara Ngertakeun Bumi Lamba di Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Minggu (23/6/2024). ANTARA/Raisan Al Farisi

Ngertakeun Bumi Lamba kini digelar setiap tahun dan mengangkat tema yang berbeda-beda. Setiap tema mengacu pada fenomena penanda tahun tersebut. Pada 2024 ini, Ngertakeun Bumi Lamba mengusung tema "Kuwera Bakti Jala SuTrah Nusantara".

Masyarakat Suku Dayak mengikuti upacara Ngertakeun Bumi Lamba di Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Minggu (23/6/2024). ANTARA/Raisan Al Farisi

Upacara ini merupakan momentum perjumpaan antarsuku, ras, budaya, dan agama untuk bersama-sama mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan karena telah menjadikan alam semesta sebagai penopang kehidupan. Rasa syukur itu diekspresikan dalam simbol, tata upacara, lantunan mantra, musik sakral, gerak tubuh, maupun kesenian yang terinspirasi oleh ragam pesan tentang tatanan, pencerahan, ajaran, pengetahuan, kebijakan, keterampilan dan kekayaan, serta warisan leluhur.

Perayaan ini menjadi ruang membangun sikap toleransi dan harmoni.

Masyarakat adat bersiap mengikuti prosesi Ngalung di Kawah Ratu, Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Minggu (23/6/2024). ANTARA/Raisan Al Farisi

Prosesi upacara Ngertakeun Bumi Lamba yang diikuti berbagai suku dan agama di Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Minggu (23/6/2024).

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Foto dan teks Raisan Al Farisi

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus