Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Seorang fotografer asal Surabaya, Jawa Timur, Anton Gautama, menggelar pameran tunggal dari karya foto yang telah dibukukannya bertajuk Home Sweet Home. Pameran ini berlangsung di Galeri R.J Katamsi Insititut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta mulai Selasa sampai Jumat, 30 April - 10 Mei 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Hobi Fotografi, Ini Tips Praktis Gading Marten dan Aditya Kuncoro
Pameran Home Sweet Home menampilkan 20 dari 64 karya foto yang dibukukan Anton Gautama. Pria kelahiran Makasar, Sulawesi Selatan, itu intens membidik sisi privat -interior dan eksterior- rumah keluarga Tionghoa yang disambanginya selama kurun waktu setahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumah masyarakat Tionghoa yang menjadi sasaran bidik kameranya ada di Surabaya, Jawa Timur dan Makasar. Dia memilih dua kota itu karena lekat dengan perjalanan hidupnya.
Dalam karyanya, fotografer yang berulangkali meraih penghargaan ajang fotografi dari Singapura, Argentina, Brazil, dan Yunani, itu hendak membongkar stigma atau gambaran keluarga Tionghoa yang selama ini melekat di masyarakat.
"Dari karya foto ini, saya ingin membuka mata tentang Tionghoa yang digambarkan eksklusif dan tak ada yang hidup susah," ujar Anton Gautama saat ditemui di Kampus ISI Yogya menjelang pamerannya, Senin 29 April 2019. Tak ada satupun karya foto Anton yang menampilkan objek manusia.
Dapur rumah keluarga Tionghoa yang menjadi objek foto Anton Gautama dalam pameran foto Home Sweet Home di Kampus ISI Yogyakarta, 30 April - 10 Mei 2019. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Peraih penghargaan internasional, PhotoPlus Perspective–PDN 2017, itu membidik objek rumah keluarga Tionghoa dari berbagai sudut, yakni dapur, teras, tempat sembahyang, kamar tidur, ruang tamu, hingga gudang dagangan dengan kondisi apa adanya.
Sebagain objek ruang rumah itu diambil Anton Gautama dalam kondisi kotor, berantakan, dan padat. Namun sebagian ruangan tampak lebih bersih, rapi, tertata. "Objek rumah yang saya ambil memang dari keluarga Tionghoa kelas menengah ke bawah," ujar pria yang karyanya pernah dipamerkan di Tokyo, Jepang dan New York Amerika Serikat itu.
Misalnya satu foto yang dipamerkan memperlihatkan bagian sebuah dapur yang suram dan penuh jelaga serta bekas noda minyak di hampir seluruh dindingnya. Sisi gelap bagian dapur itu pun nyaris tak terlihat karena kotor, meski penerangan cukup. Meski kotor, perabot masak di dapur itu tertata rapi.
Ada pula foto Anton Gautama yang membidik tradisi masyarakat Tionghoa yang masih menempatkan altar sembahyang di atas meja dapur rumahnya. Tradisi ini berangkat dari kepercayaan bahwa berkat akan selalu melimpah dan mereka sekeluarga tidak berkekurangan pangan.
Altar sembahyang di atas meja dapur rumah keluarga Tionghoa yang menjadi objek foto Anton Gautama di pameran foto Home Sweet Home di Kampus ISI Yogya 30 April - 10 Mei 2019. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Anton juga mengangkat cerita akulturasi dan toleransi tersembunyi melalui permainan framming ruang kamar tak bersekat. Ada potret gambar Yesus Kristus di dinding yang kusam dan lantai yang telah mengelupas warnanya.
Pemilik rumah itu adalah seorang janda beranak 10 yang menghuni rumah tersebut sampai generasi ke-5. Ayahnya pendatang dari daratan Cina dan menikah dengan putri Jawa. Mereka kemudian menghuni rumah itu dengan agama yang berbeda dalam satu atap.
Anton Gautama mengakui, meski sama-sama keturunan Tionghoa dan membangun komunikasi lama lebih dulu, ia tak bisa serta merta masuk ke dalam rumah sampai ke dalam. Kerap ada penolakan dari pemilik rumah yang curiga dengan motifnya mengabadikan ruang privat itu.
Pendekatan yang dibangun Anton Gautama untuk mendapatkan kepercayaan sang pemilik rumah pun beragam. Misalnya, dia akan mensurvei dulu hobi pemilik rumah dari tetangga. Kalau si pemilik rumah hobi bicara kopi, maka ia akan membahas kopi saat bertamu.
"Satu-satunya kebanggaan saya saat berburu objek foto ketika diberi kepercayaan memasuki ruang privat mereka tanpa diantar," ujar Anton yang karyanya juga sempat dipamerkan di Brazil, Beijing, China, dan Cologne, Jerman, itu. Misalnya, Anton boleh masuk ke ruang kerja pemilik rumah yang menunjukkan masa kejayaannya di waktu lampau.
Anton dalam foto lain juga menggambarkan sebuah ruang tidur yang berisi alas anyaman bambu yang menghadap sebuah televisi. Anton mengaku tidak pernah memberikan iming-iming uang kepada pemilik rumah yang dia potret.
Sebagai gantinya, dia akan menbeli barang-barang lawas khususnya perabot rumah tangga di rumah itu yang tak terpakai lagi. Mulai ember, gayung, wajan, telepon bekas, hingga mesin ketik lawas. Perabot rumah tangga yang sudah uzur itu turut 'mejeng' di pameran fotonya sebagai bagian dari seni instalasi.
Perihal tema pameran Home Sweet Home yang tak identik dengan gambaran rumah ideal, Anton beralasan seperti apapun kondisi rumah, yang terpenting penghuninya merasa aman dan nyaman. "Itu maksud tema saya," ujarnya.
Artikel lainnya:
Foto Selfie dan 2 Situasi yang Wajib Diwaspadai Saat Arung Jeram
Kurator pameran, Irwandi mengatakan Anton memiliki konsistensi dalam dunia fotografi dan hal tersebut layak dicontoh oleh mahasiswa dan masyarakat yang menekuni bidang itu. Fotografi, ujar Irwandi, menjadi medium untuk mengungkap apa saja subyektivitas yang dirasakan dan dialami fotografer.
"Anton memilih menggunakan teknik eye level dengan low exposure serta pencahayaan seadanya untuk membawa penikmat foto masuk dalam nuansa nyata yang ingin dibangun," ujarnya.