Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mulanya ia tertarik pada topeng dalam tari Panji, namun Diego Zapatero kemudian mengembangkan ketertarikannya pada seni fotografi. Ia merekonstruksi ulang gerak tari dan adegan Wayang Topeng yang menceritakan cerita rakyat Panji. Ia menyuguhkan teknik fotografi lawas yang memberikan kesan dan tekstur lampau dalam sebuah pameran foto berjudul The Last Breath of The Prince, The Panji Tales through the eyes of Diego Zapatero.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Galeri Nasional Indonesia dan Kedutaan Besar Spanyol di Jakarta menghelat pameran dalam rangka perayaan 60 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Spanyol. Sekaligus meramaikan Festival Panji yang usai digelar puncaknya pada 10-11 Juli 2018. Zapatero, 36 tahun, menyuguhkan puluhan foto yang dilengkapi dengan ilustrasi, panel dan topeng Panji. Tak hanya foto-foto yang dibidik dalam beberapa hari, tapi juga dokumentasi reproduksi arsip lawas. Serta catatan informatif tentang adegan tertentu, karakter Panji atau anekdot dari proyek ini.
Untuk pemotretan ia mengambil lokasi di Bantul dan Gunungkidul. Di dua tempat ini ia menemukan kelompok wayang topeng yang sudah jarang dipanggil untuk mentas. Ia menyiapkan riset, konsep dan adegan serta latar belakang cerita Panji ini cukup panjang. ”Sekitar dua tahun, supaya komplet. Saya juga bertemu Pak Pono, yang melatih Wayang Topeng,” ujar Zapatero kepada Tempo di sela-sela tur untuk media, Selasa, 10 Juli 2018.
Zapatero mengatakan tertarik pada cerita Panji karena cerita ini tak banyak dikenal masyarakat luas. “Panji tidak populer, padahal ini cerita dari sini. Yang selalu muncul adalah cerita Ramayana dan Mahabarata. Saya juga suka dengan topeng Panji dan tariannya, sejarahnya,” ujarnya. Baginya dengan foto-foto karyanya ini seperti memanggil kembali ingatan tentang cerita Panji.
Ia mendokumentasikan proses pemotretan para petani atau penduduk desa yang menjadi obyek foto hingga mencapai 30 lembar. Adegan-adegan dalam pemotretan dibantu oleh Pak Pono. Foto-foto yang ia produksi ini sebenarnya terinspirasi dari foto arsip lawas masa kolonial Belanda (bagian arsip dari KITLV, Belanda). Pada arsip foto ini diperlihatkan beberapa adegan atau momen kelompok penari topeng atau wayang topeng. Dari sinilah kemudian Zapatero merekonstruksi adegan atau gerakan yang sama.
Saat pemotretan itu, ia pun membebaskan para pemeran memilih kostum. Termasuk ketika yang memakai kaos dalaman untuk menutup tubuhnya sebelum memakai kostum wayang. Ia pun menceritakan kostum yang dipakai itu merupakan kostum para penari wayang topeng atau tari Panji yang masih dipkai hingga saat ini.
Zapatero mengatakan ia mengetahui lebih banyak informasi tentang Panji dari koleganya dan berkolaborasi dengannya. Ia seorang antropolog Belgia Patrick Vanhoebrouck yang menggarap proyek sejak 2011 . Vanhoebroeck telah mendokumentasikan para penari Topeng Panji di desa Bobung, Semanu dan Karang Duwet di Gunungkidul dan di Sentolo di Kulonprogo. Vanhoebrouck sendiri telah tinggal di Indonesia selama 15 tahun dan mempelajari budaya dan spiritual Java.
Cerita Panji merupakan cerita heroik dan roman antara Raden Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji di Kerajaan Khadiri pada abad ke-11. Cerita ini berkembang menjadi cerita rakyat yang juga bertransformasi menjadi artefak seni seperti Wayang Beber, sejumlah tari-tarian di berbagai daerah di Jawa Timur dan Bali. Cerita Panji ini juga bermigrasi hingga ke berbagai negara seperti Malaysia, Thailand, Kamboja, Inggris dan Belanda. Cerita Panji juga ditetapkan sebagai Memory of World oleh UNESCO.
DIAN YULIASTUTI