Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI kalangan seni rupa, nama Syakieb Sungkar lebih dikenal sebagai kolektor lukisan dan art dealer. Sebagian besar penggemar lukisan yang berduit di Indonesia melakukan hal yang sama seperti Syakieb. Di Cemara 6 Galeri–Toeti Heraty Museum, Jakarta, ia menunjukkan kemampuannya yang lain: melukis. Sejumlah karya terbarunya dipajang di sana selama 3-17 Juni 2023. Rupanya, ia tidak sekadar tertarik menikmati lukisan orang lain, tapi sanggup pula mempraktikkannya. Syakieb punya bakat melukis yang lumayan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gaya lukisan Syakieb tidak satu. Terkesan dia bebas memanfaatkan apa saja motif yang sudah ada. Dekoratif, surealis, ekspresif, naif, atau ilustratif seperti gambar komik fantasi. Misalnya, ada sebuah lukisan yang sangat mengingatkan pada karya surealis Salvador Dali. Lihatlah Adam dan Hawa (2003) yang mirip adonan potongan adegan dalam lukisan Dali. Tungkai dan lengan manusia mulur, tubuh yang terpelintir seraya menonjolkan bagian-bagian yang erotis. Ada gunung purba jauh di sana, minus semburat cahaya yang luas, tajam, tapi lembut, khas Dali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syakieb juga melukis tokoh superhero Captain America, Naruto, dan Hayato, karakter dalam game Free Fire. Ada juga sosok Sukarno, Goenawan Mohamad sebagai “kamerad”, dan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim dalam lukisan-lukisan yang lain. Lukisan-lukisan itu diselesaikan dengan cara yang berbeda-beda, teknik realis ekspresif dengan cat minyak, arsiran pensil, atau seperti tampilan poster. Melukis dengan cara suka-suka tentu saja tetap sah bagi seorang pelukis. Orang tidak lagi menyoal gaya atau motif yang koheren dalam pameran. Tema dan bagaimana cara melukis boleh saja dipungut dari sana-sini.
"Free Fire" karya Syakieb Sungkar di Cemari 6 Galeri dan Museum, Jakarta, 9 Juni 2023. Tempo/Hilman Fathurrahman W
Tapi memungut atau mencomot apa saja dari seniman lain, dari macam-macam acuan, bukan tanpa risiko apa pun. Jika Syakieb percaya bahwa ide-ide pelukis lebih penting, hal yang tentu tidak dapat dihindarinya adalah perkara teknik melukisnya untuk mengantarkan ide-ide itu. Dengan kata lain, kalau teknik melukis belum cukup memadai, ide-ide pelukis pun akan terasa baru setengah jalan.
Syakieb bukan tidak berbakat. Dia berpotensi, tapi terkesan tidak sabar, dalam batas tertentu, untuk menuntaskan lukisannya. Batas antara lukisan yang beres dan belum beres pun sebenarnya cukup kabur. Tapi ketidakselesaian yang menimbulkan kejanggalan di sana-sini dalam upaya menampilkan apa yang dilukis sebenarnya bisa saja dihindari. Dalam lukisan Syakieb, ketidakselesaian justru seakan-akan dibenarkan atau dibiarkan sebagai kebelumselesaian. Karya yang belum selesai, dalam arti tertentu, bisa saja “disempurnakan” oleh penontonnya, tapi yang tidak selesai adalah pekerjaan pelukis.
Selain beberapa lukisan yang mirip gambar komik yang mudah ditebak itu, kita bisa melihat, misalnya, Bustle on the Side Road (2023). Agaknya lukisan ini adalah oplosan beberapa lukisan Dali, lebih-kurang seperti Adam dan Hawa yang disebut sebelumnya.
Cakrawala langit biru dan daratan kuning hampir dapat dipastikan dipungut dari citra lukisan surealis masyhur. Syakieb rupanya tertarik pada suasana panas-dingin, horizon biru dan dataran luas yang seperti gurun tandus. Kulit tipis serta sosok gerowong dan melintir khas Salvadorian dengan “berani” ditampilkan dalam Adam dan Hawa. Bustle on the Side Road jauh lebih ruwet dengan mencampurkan bermacam adegan dan figur. Ada jerangkong, kuda terbang, perempuan telanjang, piano, sosok disalib, dan bentuk yang mengingatkan kita pada obyek-obyek Dali.
Syakieb menghilangkan semua bayangan obyeknya sehingga yang ada pada kanvas seluruhnya terasa melayang. Dihilangkannya unsur bayangan ini, sadar atau tidak, membuat lukisan-lukisan sureal ala Syakieb ini kehilangan drama kedalaman ruang yang menambat penglihatan kita. Syakieb, yang mengacu dan mengoplos citra-citra surealis, hanya mengkhayalkan lukisan surealis sebatas citra atau memindahkan mimpi ajaibnya. Dalam praktik, kesurealan akan menantang pelukis pada kerumitan penggambaran yang tidak terbayangkan sebelumnya oleh pelukis yang mencoba-coba gaya surealis.
"The Journey" karya Syakieb Sungkar di Cemari 6 Galeri dan Museum, Jakarta, 9 Juni 2023. Tempo/Hilman Fathurrahman W
Memang, tampak Syakieb menggemari gambaran yang erotis ketika menampilkan tubuh manusia. Making Out in the Sky adalah contohnya yang lain. Cakrawala biru pada lukisan yang disebut sebelumnya kini ditaruh agak ke bawah, seperti hamparan laut tenang. Di atasnya tampak pasangan bercumbu, dan perempuan setengah telanjang seperti terjengkang, terbelit entah apa dan mungkin sedang meluncur ke bawah. Pada batas seperti pantai, ada sosok ganjil seperti manusia-kuda atau anjing. Mungkin lukisan-lukisan ini memang tentang berahi yang rumit. Tapi Syakieb cuma dengan badung berujar bahwa muncratan merah seperti kembang sepatu itu adalah gambaran mimpi basahnya.
Asmujo Irianto mengomentari tema lukisan-lukisan Syakieb memang badung. Kurator pameran ini, Anna Sungkar, mengatakan karya dalam pameran “Dreams” ini menggambarkan semesta yang “terlihat kacau, tidak logis, berantakan, dan salah tempat”. Seperti meja santap dengan sajian yang bermacam-macam: mentah, setengah matang, belum jadi, hampir matang, dan seterusnya. Sehubungan dengan ide-ide, tentu sebagian adalah soal bacaan. Tahun lalu, Syakieb menerbitkan karya tulisnya, hasil pembacaan mengenai estetika Adorno. Ketekunannya menulis tesis nyaris tidak ada jejaknya dalam menggubah ide-ide dan prakarsa teknis melukisnya. Dua lukisan yang dicomot dari karakter game dan komik seperti Free Fire dan Metamorfosis Kafka tampak seperti karya remaja penggemar komik yang sudah membaca Kafka. Karya begini terlalu mudah ditebak, apalagi bagi penekun filsafat Adorno.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kebadungan Mimpi Syakieb"