Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penampilan koreografer asal Laos.
Menyuguhkan gerak hip-hop dan tradisi.
GERAKAN tangannya lambat. Dalam iringan musik klasik, ia seperti orang yang melakukan gerak-gerak pemanasan, melemaskan semua otot tangannya. Ia melangkah pelan, agak kaku terkendali, khas gerak hip-hop. Ia lalu berjalan agak melingkar layaknya orang yang tengah menantang orang lain, adu kemampuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejenak kemudian, gerak hip-hop itu perlahan menjadi gerak tari klasik khas Thailand atau Laos. Tangannya mengukel—membuat lingkaran kecil. Satu tangannya terangkat di atas bahu dengan telapak tangan terbuka, sementara tangan yang lain di dekat lutut, berdiri dengan kuda-kuda yang kuat. Lalu dia membuat gerakan-gerakan kaki, melangkah kecil, seperti menendang separuh kaki ke belakang. Dalam gerak lain, ia seperti berjalan di tempat dengan ayunan dua tangan yang lemah lembut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Olé Khamchanla, koreografer asal Laos, mempertunjukkan koreografinya berjudul Cercle dalam rangkaian Helatari Salihara 2023 di Jakarta pada Rabu, 7 Juni lalu. Cercle merupakan kreasi koreografi yang memadukan gerakan tari jalanan dengan tari klasik Thailand dan Laos. Gerak-gerak yang disajikan terus-menerus keluar-masuk antara hip-hop, kapoeira, dan koreografi klasik. Di antara kekuatan dan kelembutan, gerak yang patah-patah ala hip-hop, berselang langkah kecil dan gerak tangan perlahan.
Ia juga memperlihatkan paduan hip-hop dengan tradisional itu dalam satu gerak. Misalnya bisa kita lihat ketika ia berdiri dengan sedikit melebarkan kaki dan agak menekuk. Ia mengembangkan kedua tangannya untuk gerakan seni tradisi yang biasanya perlahan gemulai, tapi ia membuat gerakan patah-patah. Selanjutnya, ia dengan gemulai berputar sambil mengayunkan salah satu atau kedua tangannya, menari dengan lembut.
Koreografi ini menunjukkan ruang atau zona internal dan eksternal Kham—panggilan akrab Olé Khamchanla. “Saya harus keluar dari zona nyaman saya di hip-hop dengan mempelajari tari tradisi, saya mencoba gerak Eropa dan Asia,” ujarnya seusai pertunjukan. Kham cukup berhasil mensinergikan gerak kontemporer hip-hop dengan tari tradisi menjadi jalinan koreografi yang enak dinikmati. Ia merangkainya dalam koreografi yang berlangsung kurang-lebih 30 menit saja.
Kham tumbuh besar di Prancis dengan tarian hip-hop pada 1990-an. Ia mengembangkan kemampuan menarinya melalui banyak tokoh, seperti Farid Azzout, Gabin Nuissier, dan Storm untuk tari hip-hop. Lalu ia berguru kepada Frend Bendongue dan master Beja Flore untuk kapoeira serta Abou Lagraa dan Monica Cazadei untuk tari kontemporer. Perusahaan tari A’corps di Prancis menjadi ajang berkreasinya pada 1997-2010. Ia turut mengerjakan beberapa pertunjukan dari kreativitas dan keunikan tariannya. Lalu ia mendirikan perusahaan tari sendiri. Kembali ke tanah kelahirannya pada 2006, Ia mengaku seperti orang asing. Ibunya kemudian menjelaskan berbagai hal tentang negaranya dan tradisi yang dimiliki.
Hal ini membuat Kham menguatkan keingintahuannya akan tari-tari tradisional di Laos dan Thailand, kemudian mempelajarinya lebih tekun. Sebelum ke Laos, ia mempelajari tari tradisi di Bangkok. Menurut dia, tari tradisional Thailand sangat sulit dipelajari, seperti tari balet yang punya aturan tertentu serta amat presisif dan naratif. Bagi dia, tari tradisional adalah tantangan yang mesti terus didalami.
Kham pun menciptakan karya solo pertamanya yang banyak mempertanyakan manusia, asal-usulnya, inspirasinya, dan interaksinya. Ia menemukan bentuk-bentuk karyanya, memperkaya kosakata koreografinya dari sumber atau akar tradisi. Kham ingin mengekspresikan apa yang bisa ia lakukan. Ia menggunakan kisah pribadinya sebagai inspirasi dalam berkarya. Menurut dia, apa yang ia hadapi menjadi inspirasi. “Saya mungkin tidak merasa nyaman berhadapan dengan Anda dengan kata-kata, karena itu saya ekspresikan dengan gerakan,” ucapnya. Ia berekspresi dengan iringan berbagai jenis musik. Lagi-lagi ia meramunya dengan baik.
Selain tampil dalam Helatari Salihara, ia memberikan lokakarya koreografi secara gratis untuk masyarakat di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Penampilan Kham didukung pula oleh Institut Français d'Indonésie.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Olé Khamchanla di Persimpangan Eropa dan Asia"