Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
SABTU sore, 17 September lalu, hujan angin melanda Kota Kassel, Jerman. Cuaca yang tidak bersahabat itu tidak melunturkan semangat pengunjung Documenta 15. Di lokasi Hallenbad Ost, tempat kolektif asal Indonesia, Taring Padi, menggelar hasil karya mereka, begitu banyak orang mengantre. Antrean demikian mengular bahkan sampai berbelok ke arah Sandershäuser Straße di persimpangan. Ratusan wayang kardus yang tertanam di halaman depan paviliun sejak awal pembukaan Documenta pada pertengahan Juni lalu tetap berdiri.
Di dalam, suasana sungguh meriah. Pengunjung dengan padat mengelilingi instalasi berbentuk tank kertas di tengah ruang utama. Permukaan tank tersebut dipenuhi tulisan pengunjung yang memang diajak menuliskan apa saja. “Pengunjungnya memang luar biasa banyak,” kata Hestu Nugroho dari Taring Padi. “Terutama kalau akhir pekan seperti sekarang,” dia menambahkan. Menurut Hestu, penjaga pintu masuk paviliun Hallenbad Ost memperkirakan jumlah pengunjung pada akhir pekan tersebut bisa mencapai 4.000 orang. Sementara itu, anggota Taring Padi lain, Sri Maryanto, sibuk melayani pengunjung yang ingin membeli poster yang tersedia untuk dijual. Di luar paviliun juga dijual kaus-kaus yang tercetak desain Taring Padi.
Melihat suasana paviliun Taring Padi sore itu, rasanya hampir sulit dibayangkan Taring Padi menerima banyak serangan terkait dengan tuduhan antisemitisme sejak pembukaan Documenta 15 ini. Banner raksasa Taring Padi bertajuk “People’s Justice” yang dipasang di lapangan pusat kota Kassel pada pertengahan Juni lalu dianggap menyelipkan gambar bernuansa antisemit.
Ruangrupa mulai mendapat tuduhan antisemit pada Januari lalu, terutama dalam tulisan yang dirilis Aliansi Melawan Antisemitisme Kassel dalam blog mereka. Dasar tuduhan ini adalah sejumlah kolektif dan seniman yang diundang kolektif asal Jakarta itu dianggap sebagai aktivis anti-Israel dan mendukung gerakan BDS atau boycott, divest, and sanctions (boikot, divestasi, dan sanksi) sebagai bentuk protes terhadap pemerintah Israel atas perlakuan mereka terhadap rakyat Palestina. Fakta bahwa kolektif Palestina bernama The Question of Funding ikut diundang untuk berpartisipasi dalam Documenta 15 juga dianggap memperkuat dugaan bahwa Ruangrupa berhaluan antisemit.
Ruangrupa menanggapi tuduhan-tuduhan ini dengan merancang “We Need to Talk,” sebuah serial perbincangan seputar sejarah modern Jerman, antisemitisme, kolonialisme, dan permasalahan Palestina. Pembicaraan yang sedianya bisa diakses secara daring itu dijadwalkan berlangsung pada 8, 15, dan 22 Mei. Namun sejumlah peserta yang diundang menolak hadir. Kemudian beberapa pembicara yang awalnya sudah memberi konfirmasi hadir membatalkan partisipasi mereka. Pada akhirnya, “We Need to Talk” terpaksa dibatalkan karena justru pihak-pihak yang penting untuk berbincang tidak akan hadir. Dialog jadi tidak memungkinkan.
Kemudian pada 27 Mei lalu, WH22, paviliun Documenta tempat kolektif The Question of Funding memamerkan karya-karyanya, tersasar aksi vandalisme. Dinding dalam ruangan disemprot cairan pemadam kebakaran dan dicoret-coret, antara lain dengan tulisan “187” dan “Peralta”. Tulisan “187” diyakini merujuk pada undang-undang hukum pidana di Negara Bagian California, Amerika Serikat, yang memuat tindak kriminal pembunuhan. Adapun “Peralta” tampaknya merujuk pada Isabel Peralta, politikus Spanyol berhaluan sayap kanan yang dikenal dengan retorika anti-Islam. Bisa dimengerti bahwa para anggota kolektif Palestina tersebut merasa terancam keselamatannya oleh aksi vandalisme itu, apalagi mengingat tempat tinggal mereka selama Documenta berlangsung berada di bagian lain gedung yang sama.
Dalam suasana seperti inilah Documenta dibuka pada 17 Juni lalu. Kemudian meledaklah insiden banner “People’s Justice” tersebut, sehingga karya tersebut serta ratusan wayang kardus yang dipajang di depannya harus diturunkan. Tuduhan antisemitisme menimbulkan korban: Sabine Schormann, direktur Documenta, yang harus turun dari jabatan. Dalam situasi yang tegang pada minggu pertama Documenta tersebut, semua acara yang tadinya dijadwalkan berlangsung pada Jumat dan Sabtu, 24-25 Juni lalu, dibatalkan sepihak oleh manajemen Documenta dengan alasan meningkatnya angka kasus Covid-19.
Yang termasuk dibatalkan adalah dua acara yang direncanakan Taring Padi, yaitu acara diskusi pada Jumat dan parade wayang kardus pada Sabtu, yang rencananya melibatkan ratusan anggota masyarakat untuk mengusung wayang-wayang kardus dalam parade di seputar pusat kota Kassel. Pada akhirnya, untuk merespons situasi tegang tersebut, 13 anggota Taring Padi yang hadir di Kassel pada saat itu memutuskan secara spontan menggelar acara ruwatan pada Sabtu sore, 25 Juni lalu, di paviliun mereka di Hallenbad Ost. Para pengunjung yang penuh sesak menyaksikan jalannya “ruwatan” mendengar para anggota Taring Padi membacakan permohonan maaf mereka.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo