Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Perspektif Naif Yunizar

Pameran "Perspektif Baru" menyajikan cara pandang perupa Yunizar terhadap seni kontemporer: anti-artistik.

 

11 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah pengunjung menikmati karya-karya perupa Yunizar di Gajah Gallery, Jakarta, Kamis, 8 Februari 2024. Perupa Yunizar menggelar pameran bertajuk Persepektif Baru yang dihelat hingga 26 Februari 2024. TEMPO/Indra Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Perupa kontemporer Yunizar menggelar pameran tunggal bertajuk Perspektif Baru.

  • Sejumlah karya lukis dan patung ala anak-anak menjadi ciri sekaligus kekuatan perupa kelahiran Sawahlunto itu.

  • Yunizar dianggap sebagai salah satu perupa kontemporer yang berani menyuarakan kesederhanaan karya.

Patung perunggu berbentuk burung elang setinggi orang dewasa menjadi penyambut tamu yang datang ke Gajah Gallery, di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Patung berjudul Garuda itu sekilas mirip lambang burung Garuda, yakni seekor burung elang berjambul yang merentangkan sayap sembari kepalanya menengok ke kanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun patung perunggu karya perupa Yunizar itu tampak begitu naif. Bentangan sayap dan badan burung ini pun lebih menyerupai bentuk bangun datar trapesium terbalik. Tak ada paruh tajam melengkung khas burung predator itu. Paruh Garuda ala Yunizar justru lebih mirip paruh bebek.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Patung itu hanya satu dari sekian karya dalam pameran tunggalnya bertajuk "Perspektif Baru" yang berlangsung hingga 26 Februari mendatang. Di ruang pameran ada patung lain dengan bahan dan kelir serupa. Bedanya, kali ini berbentuk ayam jantan sesuai dengan judulnya, Ayam Jantan (Rooster).

Namun jangan harap patung ini akan berbentuk ayam jantan yang estetik atau minimal mirip unggas berjengger merah itu. Lagi-lagi Yunizar menyuguhkan ayam jantan yang amat sederhana. Bentuk tubuh ayam yang sekilas tidak proporsional dengan lima bulu ekor melengkung itu sepintas seperti patung lilin bikinan murid taman kanak-kanak.

Lukisan karya perupa Yunizar berjudul Ayam Jantan Merah dalam pameran tunggal bertajuk Perspektif Baru di Gajah Gallery, Jakarta, Kamis, 8 Februari 2023. TEMPO/Indra Wijaya

Selain menampilkan patung, Yunizar menyuguhkan beragam karya lukis yang makin memperkuat identitasnya sebagai perupa kontemporer Indonesia. Sebagai contoh lukisan berjudul Untitled dengan ukuran besar, yakni 200 x 500 sentimeter. Lukisan ini menjadi salah satu target swafoto pengunjung pameran.

Sekilas lukisan karya 2023 ini memiliki warna dasar hitam-putih dengan goresan kelir merah sebagai bingkai. Dalam karya ini, perupa 52 tahun itu melukis berbagai hewan, seperti ayam, burung, gajah, kucing, dan ikan. Namun lagi-lagi obyek hewan itu cenderung dilukis apa adanya.

Kumpulan hewan-hewan itu mirip doodle art yang digemari anak muda dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu pengunjung, Pramita Dewi, mengaku kagum pada lukisan tersebut. Menurut dia, lukisan berjudul Untitled itu mampu menunjukkan dua nilai yang bertolak belakang.

"Ada nuansa sederhana seperti ciri khas sang perupa, ada pula rasa gemerlap dalam karya ini," kata perempuan yang kerap disapa Mita itu.

Ada juga lukisan Yunizar berjudul Kucing Hitam (Black Cat) yang mencuri perhatian pengunjung. Lukisan dengan kanvas berukuran 200 x 300 cm itu menampilkan gambar kucing hitam besar. Lagi-lagi bentuk hewan kucing tampak seperti gambar bikinan anak kecil yang ala kadarnya. 

Di dekat gambar kucing terdapat sosok ikan berkelir merah yang juga dilukis dengan minimalis. Menariknya, di luar sosok kucing dan ikan, Yunizar menambahkan gambar beragam obyek berukuran kecil seluruh kanvas.

Lukisan berjudul Kucing Hitam (Black Cat) karya perupa Yunizar di sudut dinding Gajah Gallery, Jakarta, Kamis, 8 Februari 2024. TEMPO/Indra Wijaya

Karya Yunizar lain berupa lukisan berjudul Ayam Jantan Merah juga menjadi target foto para pengunjung. Sesuai dengan judulnya, sesosok ayam berkelir merah menyala dilukis di tengah kanvas berukuran 200 x 300 cm. Obyek ayam yang dilukis Yunizar itu seperti huruf U.

Kedua matanya justru ditumpuk pada salah satu sisi samping kepala ayam. Sejumlah obyek, seperti mobil, burung, kaus kaki berkelir kuning, dan huruf-huruf tak beraturan, menambah kesan kontemporer pada lukisan tersebut.

Yunizar memang salah satu perupa kontemporer jempolan di Indonesia. Karya-karyanya terkadang terlihat receh, enteng, dan lugu. Namun itulah yang menjadi ciri khas dan kecintaan penikmat seni pada karya Yunizar.

Selain berpameran, Yunizar merilis buku tentang perjalanan kariernya sebagai perupa selama 30 tahun. Buku itu punya judul yang sama dengan pameran tunggalnya kali ini, Yunizar: Perspektif Baru. "Buku ini mencatat perjalanan seni saya dan ditulis oleh beberapa penulis," kata Yunizar.

Ahli sejarah T.K. Sabapathy, dalam tulisannya di buku Yunizar: Perspektif Baru, menyebutkan Yunizar punya pemikiran sendiri dalam menghasilkan karya seni. Dalam karya lukis, misalnya, obyek alam benda Yunizar menampilkan kesan bimbang dan asing. Menurut Sabapathy, manusia tidak lagi terhubung dengan hal-hal yang diciptakan oleh manusia untuk kebutuhan manusia.

"Pemusatan hubungan dari hal-hal familier tidak bersifat sementara, melainkan terjadi terus-menerus: keterasingan muncul kembali secara berulang-ulang," demikian ditulis Sabapathy.

Karya lukis perupa Yunizar berjudul Untitled saat dipamerkan di Gajah Gallery, Jakarta, Kamis, 8 Februari 2024. TEMPO/Indra Wijaya

Sementara itu, Yunizar dalam bukunya menyebutkan karyanya bertolak dari keinginan menunjukkan kemampuan seni rendahan atau gampangan. Ia ingin menampilkan perspektif yang tidak benar alias salah. Bukan perkara mampu atau tidak mampu, melainkan kesengajaan menunjukkan distorsi ini dipakai untuk menggarisbawahi soal perspektif.

"Sejauh apa perspektif yang benar itu membantu nilai artistik? Selera atau pandangan saya, ya, perspektif yang benar itu anti-artistik. Apa lagi karena itu kemampuan yang bisa dicapai di sekolah," demikian ditulis Yunizar. 

Yunizar, yang lahir di Talawi, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, mulai terjun ke dunia seni rupa pada 1993. Ia pernah menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Seni Rupa Padang pada 1988 sebelum melanjutkan pendidikan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Ia juga membentuk Kelompok Seni Rupa (KSR) Jendela bersama sejumlah perupa lain, seperti Jumaldi Alfi, Rudi Mantofani, Handiwirman Saputra, dan Yusra Martunus. Kelompok seni tersebut aktif berkegiatan di Yogyakarta.

Pendiri Museum Tumurun, Iwan Kurniawan Lukminto, menyebut Yunizar sebagai perupa kontemporer yang unik. Lazimnya, seniman kontemporer mengedepankan konsep dan pesan mendalam pada setiap karya. Tapi Yunizar justru tampil naif alias apa adanya.

"Ini salah satu keberanian Yunizar di kancah seni kontemporer Indonesia."

INDRA WIJAYA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus