Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Puisi Adri Sandra berjudul Kopi Chin Yoen dan Peta Musim Hujan.
Adri Sandra menulis puisi yang terbit di Indonesia dan Malaysia.
Ia menerima penghargaan dari Provinsi Sumatera Barat dan Badan Bahasa Jakarta.
KOPI menjadi salah satu tema yang banyak digarap oleh para penyair. Kali ini, sastrawan Adri Sandra pun menghadirkan kopi dalam puisinya yang berjudul Kopi Chin Yoen. Puisi lain karya penyair asal Sumatera Barat itu yang kami sajikan kali ini berjudul Peta Musim Hujan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adri lahir di Padang Japang, Payakumbuh, Sumatera Barat. Ia menulis sejak 1981, berupa puisi, cerpen, dan karya ilmiah. Karyanya dimuat di berbagai media daerah dan pusat. Puisi-puisinya terangkum di bunga rampai yang terbit di Indonesia dan Malaysia. Beberapa puisinya tercatat sebagai pemenang Lomba Cipta Puisi Nasional yang diadakan di beberapa kota di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia telah menerbitkan sejumlah kumpulan puisi, seperti Luka Pisau (DKSB, 2007), Cermin Cembung (Sarjana Media, Kuala Lumpur, 2012), Darah Angin (Kabarita, 2016), dan Negeri Bawang Merah (Kabarita, 2022). Selain menulis, pemecah tiga rekor MURI dalam sastra Indonesia ini senang membaca puisi dan melukis.
Adri adalah penerima Anugerah Kebudayaan Sumatera Barat 2022 dan Penghargaan Badan Bahasa Kemendikbud (40 tahun berkarya) pada 2024. Berikut ini puisi-puisi Adri. ●
Adri Sandra
Kopi Chin Yoen
hari itu di kedai kopi Chin Yoen, aku mencium aroma harum kopi
seperti malam kembang melati, menyelimuti batang tebu
jari-jari mungil Chin Yoen, biasa memetik tali gitar
kini memegang sendok kecil, mengaduk kopi dengan gula dalam gelas
pahit dan manis menyatu di air panas
betapa harum asap kopi itu
sewangi hembusan napas Chin Yoen di paruh burung bertebar di udara jernih
“Chin Yoen, beri aku secangkir kopi, dengan bijinya tumbuh di sipit matamu!”
Chin Yoen menaruh di meja hadapanku
aromanya menutup wangi stella di kain jendela kedainya
hari ini aku rindu kopi dan gula
harum asapnya Chin Yoen hembuskan dari kedai minumnya di alam mimpiku jauh
“Chin Yoen, harum aroma asap kopimu kurindukan dari sini
seperti aku merindukan sipit mata dan putih kulitmu!”
harum kopi dan wangi napasmu
membuhul hidung dan lidahku, dibawa angin lalu
Chin Yoen
Bukittinggi, 2025)
Peta Musim Hujan
kita tak tahu daerah mana akan dituju, peta di hadapan mencair disiram hujan
lalu aku merengkuh garis-garis yang hancur pada telapak tangan
nasib dan takdir terbungkus harapan yang kandas di dua persimpangan
di musim itu kita menempuh jalan tanpa mantel dan payung
arah kita pedomani di sayap burung terbang
maka kita datang ketika segalanya menjauh
dan peta itu, dibawa air mengalir entah ke muara, entah ke pusaran sungai
mungkin di sini kita bisa melihat matahari sekejap saja
bila awan memberi ruang cahayanya ke bumi
di batas negeri itu, engkau dengarkah gemuruh hujan
ketika kita bertukar jantung dengan paru-paru
sambil mencari peta baru
Padang Panjang, 2024)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo