Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Seni

Rayakan 7 Tahun Komunitas, 50-an Ibu Gelar Pameran Virtual

Memakai aplikasi khusus, 50-an anggota komunitas 22 Ibu Indonesia menggelar pameran karya bersama atau tunggal dalam 17 ruang galeri virtual.

1 September 2020 | 12.52 WIB

The Other Side of Me (2018) karya Mia Syarief. (Dok. Komunitas 22 Ibu)
Perbesar
The Other Side of Me (2018) karya Mia Syarief. (Dok. Komunitas 22 Ibu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Seekor burung hantu berdiri menyedihkan. Tubuhnya terjerat sulur dan ditusuk kayu-kayu runcing. Pada gambar lain burung itu tergolek berdarah. Berikutnya dia tergambar dengan wajah tengkorak di bagian perut bawahnya dan bersanding akrab dengan seekor naga. Gambar hitam putih Ika Kurnia Mulyati seperti itu tampak dominan di antara 21 karyanya yang dipamerkan. Pada gambar lain dengan obyek figur orang dan tumbuhan, sebagian seperti artwork atau gambar pada album musik band metal.
Pameran gambar guru Seni Budaya dari SMA Negeri 1 Wanasalam Banten itu menjadi bagian dari acara perayaan 7 Tahun Komunitas 22 Ibu.

Secara serempak, 50-an anggota komunitas itu menggelar pameran karya bersama atau tunggal dalam 17 ruang galeri virtual di dunia maya. “Terbagi menjadi 9 ruang pameran tunggal dan 8 ruang bersama yang diisi karya dari 4-5 orang,” kata Nuning Damayanti, perwakilan dari komunitas. Pamerannya berlangsung dari 22 Agustus hingga 22 September 2020.

Peserta lain seperti Dina Lestari yang mengusung judul Retrospection, memajang perjalanan karyanya dari patung sampai lukisan. Menurutnya setiap orang memiliki pendapat dan gagasannya sendiri tentang apa itu seni sebagai bahasa universal. Dina memandang seni sebagai cerminan perjalanan hidupnya. “Seni berkembang, tidak tinggal statis dan terus menerus mengulang pola tersebut,” katanya. Seni juga melibatkan risiko, eksperimen, eksplorasi ide, teknik, dan material. Transformasi itu terekam dalam karya seninya selama 10 tahun terakhir.

Ketua komunitas Ariesa Pandanwangi mengatakan, mereka sepakat menampilkan karya pameran komunitas dalam bentuk video. Durasinya maksimal 3 menit. “Pakai YouTube karena berdasarkan rating media sosial di dunia ini yang paling banyak diakses,” katanya, Ahad 30 Agustus 2020. Tautan videonya bisa dipilih di kolom pencarian dengan mengetikkan #virtualsoloexhibition #komunitas22ibuindonesia. Memakai aplikasi khusus tampilannya seolah-olah mereka tengah menggelar pameran di sebuah galeri.Dragon karya Ika Kurnia Mulyati. (Dok. Komunitas 22 Ibu)

Komunitas 22 Ibu digagas seorang guru, Sri Sulastri dan Ariesa Pandanwangi. Keduanya saat itu ingin menggelar pameran bersama seni rupa terkait Hari Kartini 21 April 2013. Mereka lantas menggaet perupa sekaligus pendidik di kampus dan sekolah yang semuanya perempuan, hingga terkumpul 30 orang. Pameran perdananya bertajuk Art, Women, & Education di galeri kampus Maranatha.
Kumpulan itu berlanjut ke pameran berikutnya terkait Hari Ibu 22 Desember 2013 di Galeri Kita.

Setelah menjaring 22 orang peserta yang semuanya perempuan, momen itu menjadi penanda lahirnya Komunitas 22 Ibu. Kebenyakan anggotanya berbasis di Bandung dan Jakarta. Syarat menjadi anggota komunitas ini yaitu harus berlatar pendidikan seni rupa. Adapun profesinya bisa beragam, seperti ibu rumah tangga, desainer, pelukis, guru Taman Kanak-kanak, SMP, atau dosen. Usia anggotanya mulai dari 20-an hingga 70-an tahun.


Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nunuy Nurhayati

Nunuy Nurhayati

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus