BEGITU Imran bin Muhammad Zein dijatuhi hukuman mati, sekurangnya tiga buku sudah diterbitkan. Menariknya ketiga-tiganya seakan diterbitkan oleh satu penerbit dan disusun orang yang sama. Satu-satunya perbedaan hanya dalam hal halaman. Hukuman Mati Untuk Imam Imran, terbitan Alumni Bandung berdasarkan catatan Emron Pngkapi 775 halaman -- mengalahkan terbitan LBH Yogyakarta, Imran dari Hukum Sampai Islam, 283 halaman. Sedang terbitan CV Mayasari Solo, Dari Cicendo ke Meja Hijau Imran Imam Jamaah hanya 136 halaman -- oleh Anjar Any. Baik buku Alumni Bandung maupun LBH Yogya, selain menghimpun berita koran atau majalah juga dijejali berkas persidangan yang memang terbuka untuk umum --tentu saja dengan bahasa hukum yang membosankan. Untuk itu buku Alumni dijual Rp 8.500. Toh Alumni masih lebih baik. Sebagai wartawan Pelita, Emron -- pengarangnya --meliput sendiri persidangan, walau isi bukunya tidak lebih dalam dari berita-berita yang pernah dimuat. Sementara dua buah buku lainnya hanya menghimpun bahan jadi. Tak satu pun penyusun kedua buku itu berusaha menggali sendiri dari lapangan, misalnya untuk menceritakan masa kecil Imran. Latar belakang Imran dalam buku LBH Yogya misalnya, diambil dari laporan TEMPO 9 Januari, secara penuh. Dua buku lainnya malah tidak terang-terangan menyebut sumber untuk masa kecil itu, walau isinya hampir sama. Dari segi etis, Anjar Any (terbitan Solo), lebih baik. Ia menyebutkan semua media massa yang dikutipnya di bagian pengantar. Emron yang Alumni, walau mengakui sumber-sumber media massa, tidak menyebut harian mana atau majalah mana. Anehnya baik Alumni maupun LBH Yogya memberi peringatan tentang hak cipta dan larangan mengutip isi buku tanpa izin penerbit. Padahal bab pertama buku LBH misalnya merupakan kutipan dari TEMPO. Sedang bab-bab lainnya berisi berkas perkara yang sudah mllik umum. Karni Ilyas
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini