RIWAYAT KEHIDUPAN NABI BESAR MUHAMMAD SAW Penulis: H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini Penerbit: Al-Hamid Al-Husaini Press, Jakarta, 1990, 1.000 halaman KISAH hidup (sirah) Nabi Muhammad saw., pada galibnya, dituturkan dengan dua gaya. Pertama, sebagai bagian kecil dari sejarah Islam secara umum, sehingga peranannya terasa kurang begitu menonjol. Gaya semacam ini dianut Ibn Jarir At-Thabariy, yang menulis kitab sejarah sejak awal penciptaan alam hingga Rasulullah wafat. Imam Al-Hafidz Abu Sudja' Syiruwaih bahkan memulainya sepeninggal Nabi. Gaya bertutur lainnya ditempuh Muhammad bin Ishaq (dikenal dengan Syaikh Rijalus Syirah, Ahli Sirah Terkemuka) -- kemudian dilanjutkan oleh Ibnu Hisyam -- yang tulisannya menukik pada zaman kehidupan dan perjuangan nabi besar ini, dibumbui sejumlah peristiwa penting seputar kelahiran dan sepeninggal beliau. Gaya inilah yang cenderung dianut penulis buku ini, H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini. Kontribusi Al-Husaini, 76 tahun, lewat buku ini tentu saja patut dipuji. Bukan hanya ketekunannya "merajut" kisah dan teks-teks lama yang jarang diminati orang. Tapi dialah ulama Indonesia yang produktif dalam menulis kisah hidup Ahl Al-Bayt, keturunan Nabi. Puluhan kitab telah dihasilkannya. Mulai dari Siti Fatimah Az-Zahra, 1977, dan terakhir buku tebal ini, yang ditulisnya selama delapan tahun. Dalam kitabnya, ulama kelahiran Tuban dan pendiri majalah Aliran Baru (Surabaya) ini menghadirkan Nabi Muhammad bukan sekadar manusia biasa. Ia mengkritik tajam pandangan semacam itu, yang kerap dianut kalangan orientalis Barat. Pendeknya, Rasulullah, di mata Al-Husaini, adalah manusia sempurna, yang akhlak dan perilakunya sejalan dengan Quran. Dengan hati-hati, penulis mengisahkan zaman pra-Islam di semenanjung Arab, kelahiran Rasul, sampai beberapa peristiwa genting sebelum dan sesudah junjungan umat Islam ini wafat. Untuk menunjang akurasi pendapatnya, Al-Husaini merujuk 49 kitab, kebanyakan karya ulama terdahulu. Mungkin karena sikap hati-hati ini, metode penulisan Al-Husaini kurang runtut dan gaya penulisannya tampak "kaku". Analisanya atas sejumlah kejadian tidak sekritis Muhammad Husain Haekal, yang kitabnya, Hayat Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad), dipandang sebagai biografi terbaik tentang Nabi. Anehnya, penulis sama sekali tak merujuk Haekal. Wahyu Muryadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini