Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Malam itu, sembari mengisap rokoknya dalam-dalam, Nano, demikian panggilan akrabnya, menatap panggung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, tempatya berlatih. Di panggung, ada bangunan dari kayu yang menandai set panggung pertunjukan Opera Ikan Asin telah berdiri: kayu-kayu yang membentuk dua rumah kumuh bertingkat dua dan sebuah penjara. Sesekali, Nano memberi instruksi kepada asistennya, Rita Matumona, untuk memperbaiki tata cahaya. Di atas panggung, ada awak Teater Koma yang selama 22 tahun menjadi organ kehidupan kelompok itu: Ratna Riantiarno, Salim Bungsu, dan Idris Pulungan berseliweran mementaskan saduran dari karya Brecht itu, untuk kedua kalinya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo