Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini adalah resep lama film horor yang diramu dengan cara yang segar. Pemuka agama, yang biasanya menjadi pemeran pembantu yang baru muncul di saat krisis, ditempatkan sebagai figur sentral dalam Qodrat karya Charles Gozali. Dilengkapi dengan aksi laga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kerasukan setan merupakan satu dari sepuluh subgenre film horor. Subgenre lain adalah paranomal, vampir, monster, slasher, zombi, gore, penyihir, psikologi, dan komedi. Di Indonesia, seperti pada era 1980-an, setan diusir oleh pemuka agama. Biasanya oleh ustaz. Formula ini juga dipakai, misalnya, di kedua seri Pengabdi Setan karya Joko Anwar—meski Pak Ustaz yang baru muncul di paruh akhir film mati terbunuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Qodrat, yang sedang tayang di bioskop, Vino Bastian berperan sebagai ustaz dengan nama yang sama dengan judul film. "Film ini tentang pencarian jati diri Qodrat yang diberi karunia oleh Tuhan dalam memerangi kejahatan," kata Charles, saat pemutaran film bersama di bioskop CGV Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada Kamis malam, 3 November 2022.
Vino G. Bastian saat syuting film Qodrat. Dok. MagMa Entertainment
Aroma agama menyelimuti Qodrat sejak menit pertama, saat ayat-ayat Al Quran berkumandang dari Ustaz Qodrat yang merukiah anaknya, Alif. Si anak disebut kerasukan setan Assuala. Qodrat, yang gagal menyelamatkan anaknya, mengalami krisis iman saat mendekam di penjara. Beberapa tahun berselang, Qodrat memutuskan untuk kembali ke tempatnya menimba ilmu, Pesantren Kahuripan di Gunungkidul, Yogyakarta.
Di Gunungkidul, Qodrat mendapati bekas rumah kedua orang tuanya tak terurus. Kampungnya pun morat-marit akibat gagal panen. Pemimpin pesantren, Kiai Rochim, terbaring sakit tanpa sebab yang jelas. Ustaz Jafar (Randy Pangalila), pengurus pengganti pondok itu, sering dimintai tolong oleh warga untuk merukiah.
Rukiah, yang lebih dikenal dengan ruqyah, merupakan praktik pengobatan pasien korban penyakit, sihir, racun, dan gangguan setan lewat doa. Satu keluarga yang membutuhkan rukiah adalah Yasmin (Marsha Timothy), yang anaknya juga kerasukan setan Assuala.
Marsha Timothy dalam film Qodrat. Dokumentasi Rapi Films
Pertarungan Qodrat melawan Assuala dan sekutunya di desa tersebut menjadi klimaks film yang berdurasi 1 jam 42 menit ini. Film ditutup dengan lagu Sunyi saat Senja karya Junior Soemantri. Penonton bisa mendapati Ustaz Qodrat bak pahlawan super layaknya John Constantine di DC Comics.
Kepada Tempo, Vino Bastian mengatakan pelafalan doa menjadi tantangan utama dalam film horor pertamanya ini. "Jika salah tajwid, atau panjang-pendek bacaan, arti ayat itu berbeda," ujar dia. Tantangan semakin besar karena ayat-ayat itu bukan dibacakan dalam posisi duduk tenang, melainkan sembari melakukan aksi baku hantam melawan amukan Assuala. "Kadang koreografi hafal, bacaan lupa. Begitu juga sebaliknya.
Senada, Marsha Timothy, istri Vino, menunjuk keselarasan ucapan dan gerakan sebagai tantangan utama. "Koreografi dan dialog yang saya ucapkan harus tepat, enggak boleh diganti-ganti," kata Marsha.
Meski syuting bisa dirampungkan dalam sebulan, persiapan pembuatan Qodrat disebutkan berlangsung sejak 2016. Sutradara Charles Gozali memperhatikan detail setiap ayat Al Quran yang digunakan dalam film ini. Selama syuting, dia menempatkan seorang ustaz ahli rukiah sebagai konsultan. "Sehingga saat ada bacaan ayat Al Quran yang kurang tepat, dia langsung mengoreksi," ujar Charles.
Sutradara yang mengawali karyanya lewat Rasa, film thriller yang dibintangi Christian Sugiono dan Pevita Pearce, pada 2009 itu ingin menghadirkan variasi subgenre horor aksi dalam perfilman di Indonesia. "Mudah-mudahan Qodrat menjadi subgenre yang dapat diterima masyarakat setelah menontonnya," kata Charles.
Film Qodrat. Dokumentasi Rapi Films
Febri, penonton yang ditemui Tempo di bioskop CGV pada malam itu, mengatakan, Qodrat memang menyuguhkan formula baru dalam sinema horor Indonesia lewat perpaduan religi dan aksi. "Action-nya bagus," ujarnya. Namun, secara alur cerita, Febri kurang suka. Sebab, ada banyak pertanyaan yang tak terungkap dan adegan yang dia anggap tak berkesinambungan alias jumping.
VHINA NOVIYANTI (MAGANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo