Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Salvador dali di blok m

Pameran 25 karya litografi dali di oet's gallery, jakarta. salvador mengkritik seni abstrak yang malas dan kacau. yang dipamerkan kebanyakan produksi yang kesekian ratus & dicetak awal 1980-an. (sr)

24 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELUKIS nyentrik Salvador Dali ada di Blok M. Benar. Di Oet's Gallery, tak jauh dari terminal bis Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 25 karya litografi Dali dipamerkan. Karya-karya itu dikumpulkan pihak Oet's dengan susah-payah, satu per satu dibeli dari berbagal galeri di Eropa. "Selagi Dali masih hidup," kata Gumilang, 61, pengusaha pemilik Oet's. "Kalau dia sudah meninggal, tentu karyanya mahal sekali." Tapi suasana pameran tetap seperti yang pernah digambarkan dalam satu anekdot. Di sebuah rumah makan, tahun 1950-an mengabaikan peringatan pelayan, Dali justru minta kursi yang patah pernya. "Dengan per yang patah mengancam di punggungku," katanya kepada teman-temannya yang ikut makan, "aku akan selalu menyadari kenyataan luar biasa dari peristiwa dudukku ini." Memang, suasana "duduk di kursi yang patah pernya" itulah citra yang diberikan karya-karya Dali umumnya - paling tidak menurut Michel Tapie pengamat seni rupa dari Prancis yang menulis buku tentang Dali. Maksudnya, yang sebenarnya digambarkan pelukis kelahiran Figueras di wilayah Gerona, Spanyol, itu adalah hal-hal yang bisa dilihat sehari-hari. Tapi hal-hal yang lumrah itu diguncangnya hingga muncul kenyataan yang lain, yang luar biasa. Jerapah yang terbakar punggungnya, jam dinding yang meleleh, kuda dan gajah berkaki belalang, bukit-bukit berbenjol-benjol membentuk kepala orang. Di Blok M, memang, Dali tak diwakili karya-karya yang banyak dibicarakan orang. Tapi bukan pula karya di bawah standar. Misalnya Bulu Domba Keemasan di Cahaya Fajar. Sebuah pemandangan biasa di sebuah pangkalan perahu. Tiba-tiba muncul di cakrawala seorang wanita telanjang yang memamerkan punggungnya. Wanita itu ternyata berambut bulu domba berwarna keemasan. Sepotong tangan yang muncul di langit menarik-narik rambut itu. Suasana pangkalan perahu itu jadi aneh, sesuatu yang bukan duniawi. Karya lain, penyaliban Kristus, Cobaan untuk Santo Antonius, dan Onani Agung, seorang wanita yang digambarkan sepert berpusing dan meletus, tiga wanita surealis pemain orkes. Tapi ada juga gambar yang biasa-biasa saja. Misalnya Don Kisot dan Jembatan memang mirip ilustrasi buku. Pun, gambar bidadari turun ke bumi menolong dua gelandangan, seperti bukan datang dari tangan Dali, tokoh surealisme yang diakui dunia. Tapi Dali memang bukan cuma melukis. Ia membuat apa saja: ilustrasi buku dekorasi panggung, dan kostum sandiwara. Sebenarnya, sebiasa-biasa karya Dali, tetap ada sesuatu di balik yang nyata - selain teknik yang rapi. Karya-karya awalnya, sebelum ia pindah ke Paris pada 1929, bisa saja disebut dipengaruhi Picasso, Braque, Juan Gris, bahkan realisme Vermeer. Lewat lukisan Gadis Menjahit, 1926, yang terasa ada Picasso-nya, Dali kala itu sudah diramal bakal menjadi pelukis besar. Bukan saja kepersisan anatomi yang begitumeyakinkan pada lukisan itu, tapi juga gelap-terang yang seolah menyembunyikan misteri, mengundang perhatian para pengamat seni rupa, dan guru-gurunya di sekolah seni rupa di Madrid. Misteri itu menjadi nyata setelah ia mengunjungi Paris, untuk kedua kalinya, pada 1929. Pada saat subur-suburnya seni nonfiguratif, Dali justru menilai seni rupa di Paris sudah "tenggelam dalam kekacauan dan kemalasan." Ia menyangsikan karya seni rupa yang cuma menyuguhkan unsur-unsur "tanpa isi", cuma garis dan warna. Dali kembali mempersoalkan isi atau cerita. Itu berarti hadirnya kembali obyek pada kanvas. Tapi obyek yang dihadirkan Dali bukan lagi figur atau pemandangan alam atau alam binatang seperti realisme Rembrandt, atau ekspresionisme van Gogh. "Saya menyuguhkan kembali obyek sedemikian rupa hingga nama Dali akan sinonim dengan simbol irasionalitas yang kongkret," katanya. Dan anak seorang notaris ini benar-benar meraih yang diimpikannya. Pada pertengahan 1920-an di Perancis surealisme memang sedang tumbuh. Tapi bila kemudian Dali masuk dalam gerakan surealisme -mazhab dalam kesenian yang memuja-muja keirasionalan bawah sadar dan dunia mimpi - mungkin hanya suatu kebetulan. Paling tidak, surealisme Dali bukan semata-mata lahir lantaran gerakan itu muncul. Buktinya, seusai Perang Dunia II, ketika surealisme surut, Dali tetap melukis surealistis dan tetap melahirkan karya-karya kreatif. Salah satu litografi dalam pameran ini, Bulu Domba Keemasan itu, adalah karyanya pada 1977. Tentang kekukuhannya ini, ia memang punya pegangan. "Dunia mimpi memang berakhir ketika orang terbangun dari tidur," katanya. "Tapi, bukit-bukit imajinasi itu tetap hadir." Apa maksudnya? Suasana surealistis, suasana mimpi dalam karya-karya Dali bukan sesuatu yang hanya ada dalam angan-angannya. Bukit-bukit yang aneh, padang pasir yang sunyi, dan pantai yang misterius adalah pemandangan yang diserap Dali sejak kecil. Wilayah Gerona di sudut timur laut Spanyol, tempat Dali dibesarkan, suasana bukit, padang pasir, dan pantainya konon memang mirip yang ada dalam karya Dali. Mungkin dalam upaya mempertahankan kehadiran "bukit-bukit imajinasi" itulah gaya hidup sehari-hari Dali memang "surealistis". Pernah seorang wartawan yang mencoba mewawancarainya, di akhir 1970-an, diajak Dali ke sebuah pantai. Di situ ia persilakan si wartawan menanyakan apa saja. Tapi, pantai itu ramai dikunjungi orang, sementara di jalan rayanya, di pinggir pantai, derum kendaraan tak henti-hentinya. Tapi kini Dali, 79, memang sudah sakit-sakitan. Sejak Gala, istrinya yang konon juga menjadi sumber ilhamnya, meninggal tahun lalu, kesehatannya terus memburuk. Toh, masih ada yang tega mengganggunya. Beberapa waktu lalu seorang pelukis muda Prancis mengaku telah memalsukan ratusan karya Dali. Konon, tanda tangan dalam karya itu asli. Pelukis muda itu, katanya, memang dekat dengan Dali, datang dengan kanvas dan kertas kosong, minta tanda tangan Dali. Tak jelas mengapa Dali mau menandatangani kanvas dan kertas blangko itu. Tapi, memang, sejauh ini belum terbetik berita penemuan lukisan Dali yang aspal. Juga, tanda-tanda meragukan dalam pameran di Oet's Gallery tak terasa, meski karya litografi Dali ini kebanyakan produksi yang kesekian ratus dan dicetak pada awal 1980-an.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus