ANGIN segar bagi media massa bertiup dari Yogyakarta. Sebuah
peristiwa yang merusakkan citra "manunggalnya ABRI - dengan
rakyat" - berupa perkelahian antara oknum-oknum Batalyon 403 dan
penduduk Kauman - diumumkan langsung oleh komandan Korem 072
Pamungkas, Kolonel Ronni Sikap Sinuraya, kepada para wartawan,
Senin pekan lalu. "Anak buah saya memang salah dan saya akan
menindak dengan tegas," ujar komandan itu dengan geram.
Tapi, yang menari, sampai hari itu memang belum satu pun media,
baik daerah maupun pusat, berani memuat berita yang sudah
terjadi tiga hari sebelumnya. Sebab, asal tahu saja, ada imbauan
dari Departemen Penerangan untuk tidak memberitakannya.
Ronni sendiri, ketika peristiwa terjadi, meminta wartawan daerah
untuk menunggu lebih dulu penjelasan resmi, sebelum memuat
berita buruk itu. Sebab itu, ada semacam perasaan waswas di
antara 25 wartawan yang menghadiri undangan Danrem di rumah
makan Nyonya Suharti. Mereka khawatir, Ronni akan mempertegas
imbauan untuk tidak memuat berita itu.
Tapi ketika Ronni, yang didampingi Dandim Yogya Letnan Kolonel
Moch. Hasbi dan Danresta Letnan Kolonel Syukri Malik, dengan
sungguh-sungguh mengungkapkan segala segi kasus itu, para
wartawan pun lega. "Ini sungguh kejutan dan membuat nyaman hati
kami," komentar redaktur pelaksana Berita Nasional.
Penjelasan Ronni memang komplet - tidak ada data yang ditutupi
atau diminta ditutupi. "Berita yang ditutup-tutupi akan menjadi
isu yang simpang siur bagi masyarakat. Itu berbahaya, dan suatu
saat akan tumbuh kembali. Karena itu, tulis apa adanya. Cuma,
jangan sampai menambah panas suasana," pesan Ronni.
Insiden itu, menurut Ronni, disebabkan soal sepele. "Hanya saja,
karena pelaku yang terlibat sama-sama muda, gampang panas,"
katanya. Seorang anggota Batalyon 403, Prajurit Satu Yulianto,
malam 8 Desember lalu, hendak bersembahyang bersama pacarnya di
Masjid Besar Alun-alun Utara, Yogya. Tanpa sebab yang jelas, ia
ditegur seseorang, yang belakangan dikenal bernama Bagus.
Teguran itu berlanjut menjadi perang mulut.
Yulianto kemudian pergi memanggil teman-temannya. Buntutnya,
terjadi perkelahian yang kemudian dilerai petugas keamanan Pasar
Malam Sekaten yang tengah berlangsung di halaman masjid itu.
Perdamaian malam itu juga terjadi di kantor kepolisian
Gondomanan. "Malah Yulianto meminta agar peristiwa itu tidak
dilaporkan kepada atasannya," ujar Syukri Malik, menambah
keterangan Ronni. Persoalan pun dianggap selesai.
Namun, tidak terduga, besok malamnya sekitar 40 anggota Batalyon
403 menyerbu ke halaman masjid. Kebetulan, saat itu tengah
berlangsung pertemuan antara petugas keamanan Kampung Kauman dan
polisi guna mengatur pengamanan upacara puncak Sekaten.
Mendengar ribut-ribut di luar, mereka yang ikut pertemuan itu
berhamburan ke luar. Ternyata, merekalah yang menjadi korban
penyerbuan. Suasana menjadi kacau.
Berkat tembakan peringatan polisi, diantaranya dari Sersan
Bajio, perkelahian mereda. Tapi tujuh korban, termasuk Bajio
sendiri, jatuh. Mereka dirawat di rumah sakit PKU Muhammadiyah.
Suharto, misalnya, robek pada perutnya dan Bajio cedera
telinganya.
"Saya amat menyesali kejadian itu. Jangan sampai terulang untuk
kedua kalinya. Kami berjanji akan membantu biaya perawatan para
korban," kata Ronni. Kemudian, dengan terbata-bata Ronni
meneruskan, "Tidak lupa saya minta maaf kepada masyarakat Yogya
- sungguh minta maaf."
Dengan dada terbuka, komandan itu menyebutkan tiga kesalahan
besar yang dilakukan anak buahnya. Pertama, prajurit keluar
asrama memakai pakaian preman. Kedua, berkelahi. "Apa pun
alasannya, berkelahi itu salah," kata Ronni. Ketiga, mereka
tidak melapor ke komandan setelah peristiwa hari pertama
terjadi. "Pokoknya, mereka salah," kata Ronni, yang berkulit
hitam dan berbadan kekar itu dengan keras.
Ketua keamanan Kauman, Suyono, ketika berbicara di hadapan
masyarakat, membenarkan kejujuran Ronni dan mengucapkan terima
kasih kepada komandan itu. "Berita itu tidak ditutup-tutupi,
tapi ada fakta yang meleset," ujar Suyono. Persoalannva menurut
Suyono, yang terjadi bukan perkelahian, tapi penganiayaan.
"Kebetulan, yang menjadi korban adalah warga kami yang terbaik,"
tutur Suyono sedih. Warga Kauman, menurut Suyono, dalam
peristiwa itu tidak melawan sama sekali.
Tapi, yang penting, setelah tertunda beberapa hari, peristiwa
yang diketahui secara luas oleh masyarakat Yogya itu Selasa
pekan lalu dimuat harian-harian di daerah itu. Ronni rupanya
tidak tahu bahwa Deppen telah mengimbau media massa untuk tidak
memuat berita itu. "Saya tidak tahu soal imbau-imbauan. Tujuan
saya hanya satu, agar masyarakat mengerti persoalan yang
sebenarnya. Jangan sampai saya dianggap menutupnutupi kesalahan
ABRI, kesalahan anak buah saya. Jelas?" kata Ronni tegas. "Jadi,
sekali lagi, tidak ada maksud saya menantang Deppen dengan
penjelasan itu," kata Ronni menambahkan.
Direktur Bina Kewartawanan Departemen Penerangan, Drs. Daniel S.
Sahusilawane, membenarkan bahwa Deppen semula meminta berita itu
tidak dimuat. "Itu semata-mata pertimbangan Deppen." Permintaan
untuk tidak memuat berita itu, menurut Daniel, dilakukan karena
belum ada clearance dari instansi yang bersangkutan. "Kalau
dimuat, mungkin akan menimbulkan keresahan di masyarakat," ujar
Daniel lagi.
Namun, permintaan Deppen itu, menurut Daniel, bukan harga mati.
"Kalau sudah ada penjelasan dari instansi yang bersangkutan,
silakan saja," katanya. Hanya, Daniel mengingatkan, kalaupun
soalnya sudah jelas, sebenarnya masih ada pertimbangan lain:
"Apakah cerita itu cocok dengan situasi .... Kalau tidak, buat
apa memuat berita yang membuat orang pesimistis?"
Kepala Puspenhankam, Laksamana Pertama Emir Mangaweang,
menyatakan bahwa persoalannya tidak semudah itu. "Harus dilihat
dulu, instansi mana yang mengimbau. Misalnya, untuk masalah
subversi, imbauan dari Kopkamtib. Maka, kalau ada penjelasan
dari instansi yang lebih rendah, berita itu tidak valid,"
katanya. Nah, antara Deppen dan Korem?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini