Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Siapa mengimbau, siapa memberi...

Danrem 072 pamungkas, kol. ronni sikap sinuraya mengungkapkan insiden yogya, yaitu perkelahian antara oknum-oknum batalyon 403 dengan penduduk kauman, tapi deppen mengimbau pers tidak memberitakan kasus tersebut.(md)

24 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANGIN segar bagi media massa bertiup dari Yogyakarta. Sebuah peristiwa yang merusakkan citra "manunggalnya ABRI - dengan rakyat" - berupa perkelahian antara oknum-oknum Batalyon 403 dan penduduk Kauman - diumumkan langsung oleh komandan Korem 072 Pamungkas, Kolonel Ronni Sikap Sinuraya, kepada para wartawan, Senin pekan lalu. "Anak buah saya memang salah dan saya akan menindak dengan tegas," ujar komandan itu dengan geram. Tapi, yang menari, sampai hari itu memang belum satu pun media, baik daerah maupun pusat, berani memuat berita yang sudah terjadi tiga hari sebelumnya. Sebab, asal tahu saja, ada imbauan dari Departemen Penerangan untuk tidak memberitakannya. Ronni sendiri, ketika peristiwa terjadi, meminta wartawan daerah untuk menunggu lebih dulu penjelasan resmi, sebelum memuat berita buruk itu. Sebab itu, ada semacam perasaan waswas di antara 25 wartawan yang menghadiri undangan Danrem di rumah makan Nyonya Suharti. Mereka khawatir, Ronni akan mempertegas imbauan untuk tidak memuat berita itu. Tapi ketika Ronni, yang didampingi Dandim Yogya Letnan Kolonel Moch. Hasbi dan Danresta Letnan Kolonel Syukri Malik, dengan sungguh-sungguh mengungkapkan segala segi kasus itu, para wartawan pun lega. "Ini sungguh kejutan dan membuat nyaman hati kami," komentar redaktur pelaksana Berita Nasional. Penjelasan Ronni memang komplet - tidak ada data yang ditutupi atau diminta ditutupi. "Berita yang ditutup-tutupi akan menjadi isu yang simpang siur bagi masyarakat. Itu berbahaya, dan suatu saat akan tumbuh kembali. Karena itu, tulis apa adanya. Cuma, jangan sampai menambah panas suasana," pesan Ronni. Insiden itu, menurut Ronni, disebabkan soal sepele. "Hanya saja, karena pelaku yang terlibat sama-sama muda, gampang panas," katanya. Seorang anggota Batalyon 403, Prajurit Satu Yulianto, malam 8 Desember lalu, hendak bersembahyang bersama pacarnya di Masjid Besar Alun-alun Utara, Yogya. Tanpa sebab yang jelas, ia ditegur seseorang, yang belakangan dikenal bernama Bagus. Teguran itu berlanjut menjadi perang mulut. Yulianto kemudian pergi memanggil teman-temannya. Buntutnya, terjadi perkelahian yang kemudian dilerai petugas keamanan Pasar Malam Sekaten yang tengah berlangsung di halaman masjid itu. Perdamaian malam itu juga terjadi di kantor kepolisian Gondomanan. "Malah Yulianto meminta agar peristiwa itu tidak dilaporkan kepada atasannya," ujar Syukri Malik, menambah keterangan Ronni. Persoalan pun dianggap selesai. Namun, tidak terduga, besok malamnya sekitar 40 anggota Batalyon 403 menyerbu ke halaman masjid. Kebetulan, saat itu tengah berlangsung pertemuan antara petugas keamanan Kampung Kauman dan polisi guna mengatur pengamanan upacara puncak Sekaten. Mendengar ribut-ribut di luar, mereka yang ikut pertemuan itu berhamburan ke luar. Ternyata, merekalah yang menjadi korban penyerbuan. Suasana menjadi kacau. Berkat tembakan peringatan polisi, diantaranya dari Sersan Bajio, perkelahian mereda. Tapi tujuh korban, termasuk Bajio sendiri, jatuh. Mereka dirawat di rumah sakit PKU Muhammadiyah. Suharto, misalnya, robek pada perutnya dan Bajio cedera telinganya. "Saya amat menyesali kejadian itu. Jangan sampai terulang untuk kedua kalinya. Kami berjanji akan membantu biaya perawatan para korban," kata Ronni. Kemudian, dengan terbata-bata Ronni meneruskan, "Tidak lupa saya minta maaf kepada masyarakat Yogya - sungguh minta maaf." Dengan dada terbuka, komandan itu menyebutkan tiga kesalahan besar yang dilakukan anak buahnya. Pertama, prajurit keluar asrama memakai pakaian preman. Kedua, berkelahi. "Apa pun alasannya, berkelahi itu salah," kata Ronni. Ketiga, mereka tidak melapor ke komandan setelah peristiwa hari pertama terjadi. "Pokoknya, mereka salah," kata Ronni, yang berkulit hitam dan berbadan kekar itu dengan keras. Ketua keamanan Kauman, Suyono, ketika berbicara di hadapan masyarakat, membenarkan kejujuran Ronni dan mengucapkan terima kasih kepada komandan itu. "Berita itu tidak ditutup-tutupi, tapi ada fakta yang meleset," ujar Suyono. Persoalannva menurut Suyono, yang terjadi bukan perkelahian, tapi penganiayaan. "Kebetulan, yang menjadi korban adalah warga kami yang terbaik," tutur Suyono sedih. Warga Kauman, menurut Suyono, dalam peristiwa itu tidak melawan sama sekali. Tapi, yang penting, setelah tertunda beberapa hari, peristiwa yang diketahui secara luas oleh masyarakat Yogya itu Selasa pekan lalu dimuat harian-harian di daerah itu. Ronni rupanya tidak tahu bahwa Deppen telah mengimbau media massa untuk tidak memuat berita itu. "Saya tidak tahu soal imbau-imbauan. Tujuan saya hanya satu, agar masyarakat mengerti persoalan yang sebenarnya. Jangan sampai saya dianggap menutupnutupi kesalahan ABRI, kesalahan anak buah saya. Jelas?" kata Ronni tegas. "Jadi, sekali lagi, tidak ada maksud saya menantang Deppen dengan penjelasan itu," kata Ronni menambahkan. Direktur Bina Kewartawanan Departemen Penerangan, Drs. Daniel S. Sahusilawane, membenarkan bahwa Deppen semula meminta berita itu tidak dimuat. "Itu semata-mata pertimbangan Deppen." Permintaan untuk tidak memuat berita itu, menurut Daniel, dilakukan karena belum ada clearance dari instansi yang bersangkutan. "Kalau dimuat, mungkin akan menimbulkan keresahan di masyarakat," ujar Daniel lagi. Namun, permintaan Deppen itu, menurut Daniel, bukan harga mati. "Kalau sudah ada penjelasan dari instansi yang bersangkutan, silakan saja," katanya. Hanya, Daniel mengingatkan, kalaupun soalnya sudah jelas, sebenarnya masih ada pertimbangan lain: "Apakah cerita itu cocok dengan situasi .... Kalau tidak, buat apa memuat berita yang membuat orang pesimistis?" Kepala Puspenhankam, Laksamana Pertama Emir Mangaweang, menyatakan bahwa persoalannya tidak semudah itu. "Harus dilihat dulu, instansi mana yang mengimbau. Misalnya, untuk masalah subversi, imbauan dari Kopkamtib. Maka, kalau ada penjelasan dari instansi yang lebih rendah, berita itu tidak valid," katanya. Nah, antara Deppen dan Korem?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus