Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Produser Falcon Pictures, Frederica mengatakan mengatakan awal dari penggarapan film Bumi Manusia yang diadaptasi dari novel tetralogi Pulau Buru, karangan Sastrawan Pramoedya Ananta Toer. Ketika bertemu dengan salah seorang anggota keluarga Pramoedya, Frederica mengatakan dia meminta izin buku novel Gadis Pantai untuk dijadikan film.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tapi keluarga Pramoedya malah menawarkan tetralogi Pulau Buru untuk dijadikan film," kata Frederica di Jakarta beberapa waktu lalu. "Ini seperti mendapatkan berlian jatuh."
Gadis Pantai merupakan salah satu novel karya Pramoedya Ananta Toer. Novel yang dalam bahasa Inggris berjudul 'The Girl from the Coast' ini menceritakan seorang perempuan yang naik derajat karena dinikahi bangsawan. Tetap berisi kritik sosial, novel Gadis Pantai dibuat Pramoedya Ananta Toer berdasarkan kisah neneknya sendiri.
Frederica tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Film Bumi Manusia akhirnya digarap dengan kerja bareng sutradara Hanung Bramantyo dan penulis naskah Salman Aristo. Adapun aktor dan aktris film ini antara lain Iqbaal Ramadhan, Mawar Eva de Jongh, Sha Ine Febriyanti, Ayu Laksmi, dan Donny Damara. "Kami bangga bisa membuat film ini sebagai sumbangsih untuk bangsa Indonesia," kata dia.
Adapun Hanung Bramantyo mengatakan pernah ditawari menggarap film Bumi Manusia. Kesempatan itu datang setelah Hanung merampungkan film Ayat-ayat Cinta sekitar tahun 2007. "Waktu itu, tiba-tiba ada yang menawari saya memfilmkan buku Pak Pram, Bumi Manusia," kata Hanung.
Mendengar itu, Hanung langsung sujud syukur. Dia pun menghubungi teman karibnya, Salman Aristo untuk menulis skenario filmnya. Sayangnya, saat itu Aris menolak. "Kalau saya sendirian bagaimana? Akhirnya enggak jadi," kata Hanung.
Salman Aristo menolak lantaran tak mau nekat atau gegabah menulis naskah film tersebut. "Belum berani. Saya belum punya skill untuk menggarap Bumi Manusia," ucap Aris saat itu. Penolakan Aris yang didasarkan kehati-hatian bukan jodoh mereka menggarap film Bumi Manusia.
Tahun lalu, Hanung kembali mendapat tawaran untuk menggarap film Bumi Manusia bersama Falcon Pictures. Dia tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Lagipula, Hanung merasa sudah punya bekal dalam membuat film biopik. "Kalau saya bikin film saat itu, hasilnya tidak maksimal karena saya baru belajar. Kalau sekarang sudah saatnya," kata Hanung.
Buktinya, film Sang Pencerah, Sukarno, Tjokroaminoto, hingga yang terakhir Kartini, mendapat sambutan hangat di masyarakat. Dari pembuatan film biopik tadi, Hanung Bramantyo beberapa kali digugat para sejarawan hingga berujung ke pengadilan. "Saya jadi tahu dan merasakan gara-gara film bisa bikin saya berhadapan dengan hakim," kata Hanung.
Begitu juga dengan Salman Aristo. Sekitar 1,5 tahun lalu ketika Hanung kembali mengajaknya untuk menulis naskah film Bumi Manusia, kali ini Aris tak kuasa menolak. "Hanung berkata, 'sekali ini jangan lagi bilang enggak'. Saya jawab, yuk," kata Aris.
Alasannya, Aris telah membaca hampir semua buku Pramoedya Ananta Toer. Dia juga banyak belajar dari karya-karya sastrawan besar itu, termasuk nalurinya untuk melawan penindasan. Hingga akhirnya dia mengetahui paling tidak sudah ada dua orang sutradara yang berusaha membuat film itu tetapi batal. "Saya merasa berutang kepada Pram karena belajar dari buku-bukunya," kata Aris.
Hanung Bramantyo tak kuasa membendung air mata ketika film Bumi Manusia rampung digarap. "Saya bisa membuat karya Pak Pram menembus batas. Saya tidak pernah bisa membayangkan karya Pak Pram bisa dinikmati sekarang," tutur Hanung.
Film Bumi Manusia garapan Hanung Bramantyo akan hadir di bioskop seluruh Indonesia pada 15 Agustus 2019. Menurut Hanung, film berdurasi 3 jam ini mengadopsi 80 persen cerita di dalam novel.
CHITRA PARAMAESTI | PITO AGUSTIN RUDIANA