Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Dari Ritual Rajah hingga Video Mapping

Festival seni Indonesia Bertutur 2022 di kawasan Candi Borobudur menampilkan beragam acara. Seni media baru yang kurang eksplorasi cagara budaya.

18 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SALAH satu bagian festival seni Indonesia Bertutur 2022 adalah pentas Gilang Anom Manapu. Duduk bersila di atas lembaran kain putih, ia merapal mantra “Rajah Bubuka”. Wajah dan sekujur tubuh seniman asal Bandung itu tertutup kain dengan tulisan aksara tak beraturan, hanya dua lengan dan jari-jari kaki yang terlihat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di tengah desiran angin dan gemericik air Sungai Elo dan Sungai Progo, dia memutari gulungan kain sembari mencipratkan air dari bokor mini. Bau dupa menguar bercampur dengan aroma rerumputan. Gilang seperti sedang memanggil roh leluhur Sunda di tengah kepungan panji-panji yang berkibar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selepas menjalani ritual itu, dia menuliskan aksara yang terinspirasi rajah Sunda pada gulungan kain belacu. Ia membutuhkan waktu dua tahun untuk menghafalkan satu mantra dan melatih cengkoknya. Ia melakonkan karyanya selama tiga hari berturut-turut di bawah rimbunnya pepohonan di kawasan Eloprogo Art House, Magelang, Jawa Tengah.

Gilang mementaskan karya seni pertunjukan berbasis ritual berjudul Aksara Rasa: Ruh Kala. Ia mencoretkan aksara-aksara pada kain berukuran 28 x 160 sentimeter. “Saya terinspirasi rajah Sunda yang menghasilkan bahasa rasa,” ujarnya, Rabu, 7 September lalu.

Durasi yang cukup lama dalam pembukaan pertunjukan membuat satu per satu penonton beranjak. Tapi Gilang bergeming. Bagi dia, karya harus dibuat dengan serius, dinikmati prosesnya, dan bertujuan menghormati alam sekitar. Ia mementaskan karya sejenis dalam kongres kesenian di Bandung pada 2015, tapi di dalam ruangan.

Indonesia Bertutur 2022 yang digelar pada 7-11 September 2022. Acara yang diadakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi itu melibatkan 900 seniman dan pegiat budaya yang membaca 20 cagar budaya secara kontemporer, menggabungkan budaya dan teknologi.

Selain di sejumlah galeri seni, serangkaian acara berlangsung di kawasan Candi Borobudur, Magelang. Ada pentas Teater Garasi, teater tentang manusia purba Sangiran, festival cahaya, pertunjukan penyanyi Tulus, serta pemetaan video animasi dan musik yang membuat Candi Borobudur bergelimang cahaya warna-warni. Ide pemetaan video itu muncul dari Direktur Festival Indonesia Bertutur 2022 Taba Sanchabaktiar.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggandeng Melati Suryodarmo sebagai Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022 yang bertema “Mengalami Masa Lalu, Menumbuhkan Masa Depan”. Festival itu berfokus pada cagar budaya dari zaman prasejarah hingga Majapahit yang dikemas dalam karya seni media baru.  

Karya Gilang, misalnya, menggunakan teknik penulisan asemik atau asemic writing yang terinspirasi tradisi ritual rajah Sunda. Menurut Melati, Gilang tidak menuliskan ulang tradisi Sunda, tapi menulis sesuatu yang baru dan abstrak yang muncul dari insting manusia. “Jarang ada seniman yang menciptakan karya, mengabstraksi intuisi yang didorong dari alam,” kata Melati.

Di kawasan Borobudur, karya-karya yang dipamerkan dan dipentaskan terlihat gemebyar. Hampir semuanya menampilkan kecanggihan teknologi, tapi kurang mengeksplorasi sisi spiritualitas cagar budaya.

Tengoklah instalasi Festival Cahaya karya seniman Densiel Prisma Y. Lebang yang bertabur cahaya warna-warni dan menampilkan pemetaan video melalui layar besar. Densiel membuat seni instalasi berupa lorong berkelambu dan tali-tali yang digantung di antara konstruksi besi. Densiel menuturkan, karyanya terinspirasi Gua Leang-Leang di Maros, Sulawesi Selatan, tempat ditemukannya lukisan tangan manusia purba. Ia menarasikan pengalamannya menyusuri gua itu saat masih bersekolah.

Sekilas suasana yang muncul dalam karya itu seperti arena sirkus. Lorong dan area yang penuh besi dan tali dikerumuni pengunjung. Mereka bergelantungan pada tali-tali itu. Bocah-bocah bermain di lorong berkelambu yang transparan. Instalasinya menggambarkan gua yang berjumlah 500-an. Penggunaan jala yang transparan terinspirasi alat tangkap ikan orang Bugis. “Reinterpretasi ruang sempit saat menyusuri gua dan tampilan aksara lontar,” tuturnya.

Karya seniman Densiel Prisma Y. Lebang berjudul Festival Cahaya pada festival Indonesia Bertutur di kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, 7 September 2022. TEMPO/Shinta Maharani

Cahaya yang menyirami instalasi itu terlihat paradoks dengan gua yang gelap. Alumnus Institut Kesenian Jakarta itu menyebutkan konsep pencahayaan ini mengambil inspirasi dari rasi bintang sebagai penunjuk pergantian bulan dan musim orang zaman dulu.

Gemerlap cahaya juga muncul dari 12 video mapping yang mengeksplorasi cerita rakyat dengan teknologi animasi, pencahayaan, dan musik. Beragam bunyi musik tradisi Bali, reog, dan jatilan mengiringinya. Tapi sebagian cahaya yang disorotkan pada Candi Borobudur itu malah mirip lampu diskotek, juga musiknya.

Salah satu karya yang mengeksplorasi cerita rakyat dalam video mapping itu adalah ciptaan Furyco Studio, yang memproduksi video animasi. Furyco menampilkan cerita rakyat tentang Danau Lindu dari Sulawesi Tengah. Alkisah, ada belut yang mengganggu ketenteraman warga. Karena itu, rakyat meminta bantuan raja, yang mengirimkan seekor anjing. Di pengujung cerita, anjing mengalahkan belut dan muncullah Danau Lindu.

Gambar animasi belut dan anjing yang berkejaran, kerajaan, dan riuh penduduk muncul pada Candi Borobudur dengan teknologi tiga dimensi. “Tantangannya mencocokkan karakter Borobudur yang bentuknya penuh undakan, tidak flat seperti gedung-gedung,” ucap Direktur Kreatif Furyco Studio Firman Machda.

Festival ini juga menyajikan pameran seni rupa bertajuk “Expanded Media” di Apel Watoe Contemporary Art Gallery, Museum H. Widayat, Limanjawi Art House, dan Eloprogo Art House. Sebanyak 23 seniman dalam dan luar negeri memamerkan lukisan, seni instalasi, dan video. 

Sebagian karya seni yang ditampilkan bukan karya baru. Misalnya video dan animasi komputer karya seniman Cina, Lu Yang, yang dibuat pada 2017 dan video seniman keturunan Jepang-Vietnam yang tinggal di Texas, Amerika Serikat, Jun Nguyen-Hatsushiba, yang diciptakan pada 2001. “Dipilih karena sesuai dengan tema festival,” kata Koordinator Program Pameran Seni “Expanded Media” Gintani Nur Apresia Swastika.

Perupa Indonesia yang tampil dalam festival Indonesia Bertutur antara lain Citra Sasmita, yang mengeksplorasi mitos-mitos di Bali; Syaiful A. Garibaldi, yang menanam jamur Lingzhi untuk obat-obatan pada dinding-dinding Apel Watoe; dan Deddy Paw, yang melukis apel dalam warna tosca dan ungu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Shinta Maharani

Shinta Maharani

Kontributor Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus