Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Tamparan untuk pengingkar hadis

Penulis: M.M. Azami Penerjemah: H. Ali Mustafa Yakub Jakarta: Pustaka firdaus, 1994 Resensi oleh: Syu'bah Asa

16 April 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU kamu mendengar sesuatu, tulislah, meskipun di tembok." Ucapan Asy Sya'bi ini, terselip dalam lipatan-lipatan riwayat kodifikasi hadis, bisa menandai kenyataan yang selama ini kurang dimengerti. Yakni bahwa dunia periwayatan hadis adalah (terutama) dunia tulis-menulis. Itulah yang akan dibuktikan buku ini, yang berasal dari disertasi doktor filsafat pada Universitas Cambridge akhir 1960-an. Selama ini populer anggapan, juga di kalangan muslimin, bahwa hadis-hadis yang kita dengar sebagai berasal dari Rasulullah saw. dituturkan kepada kita secara lisan. Setidaknya sampai abad II Hijri, bahkan abad III, saat penulisan buku-buku himpunan hadis berkembang subur, dan hadis-hadis, seperti anggapan umumnya orientalis, "dibikinkan" mata rantai periwayatannya (sanad) sampai ke Nabi. Tetapi tuduhan para sarjana Barat (Schacht, Goldzhier, misalnya) itu sebenarnya kelanjutan saja (meski menyimpang) dari kesimpulan para ahli hadis klasik sendiri. Ibn Hajar, misalnya, berpendapat bahwa Hadis belum disusun dan dibukukan di masa Sahabat dan Tabii Tua. (Tabii: generasi sesudah Sahabat). Pertama, karena semula memang ada larangan Nabi buat menulis hadis. Kedua, dan ini menjadi mitos umum umat Islam, hafalan mereka sangat kuat, di samping umumnya mereka tak bisa menulis. Kesimpulan di atas membawa akibat buruk. Di abad XX, berdasarkan keraguan pada otentisitas hadis, muncul tokoh-tokoh dari yang dicap Inkarus Sunnah, pengingkar hadis. Tak kurang dari tokoh besar Rasyid Ridha (meski kemudian diberitakan mencabut pendapatnya) terdorong beranggapan bahwa hadis sebenarnya memang tak dimaksudkan Nabi sebagai "agama dan syariat yang berlaku umum", kecuali hadis-hadis mutawatir, yang diriwayatkan oleh "semua orang". Puncak arus ini tentulah munculnya Ghulam Ahmad Parvez, yang bahkan menolak hadis mutawatir. Azami, dengan buku ini, seolah tertawa. Ia memang telah mengangkut sekarung argumen pembantah, yang bukan saja menyebabkannya beroleh Hadiah Internasional Raja Faisal untuk Studi Islam tahun 1400 H., tapi juga dipuji karyanya oleh, misalnya, Prof. A.J. Arberry (sebagai "termasuk penelitian ilmiah paling mengagumkan dan paling asli"). Azami telah menemukan, mengusut, dan mengevaluasi kitab-kitab hadis yang kecil-kecil, sebelum munculnya enam kitab hadis besar seperti dari Bukhari, Muslim, dan berikutnya. Azami mengerahkan data-datanya untuk membuktikan bahwa di masa Sahabat dan Tabii, bahkan di masa Nabi, hadis sudah ditulis. Pertama, harus diingat, budaya tulis-menulis di masa kelahiran Islam tidaklah seminim seperti diduga. Bab II buku ini memuat segala kegiatan itu. Terdapatnya sekitar 50 orang sekretaris Nabi, dengan bermacam spesialisasi, dan asungan Nabi untuk ilmu dan keterampilan menulis (sampai-sampai Nabi memerintahkan Zaid ibn Tsabit belajar bahasa Yahudi-Suryani), proyeksi pertambahan jumlah yang bisa tulis-baca secara cepat, semua itu tak memungkinkan periwayatan hadis hanya dilakukan secara lisan. Dan itu dibuktikan oleh tulisan-tulisan hadis di kalangan sahabat sendiri, setidaknya dalam bentuk surat maupun lembaran lepas. Di antara yang menghimpun hadis ke dalam buku atau menyimpan buku hadis: Rafi', mantan sahaya Nabi, Abu Hurairah, Ubai ibn Ka'b, Asma binti 'Umais, Jabir ibn 'Abdullah, Hasan ibn Ali, Sa'd ibn Ubadah, Samurah bin Jundub, Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Umar, Umar ibn Khaththab, Abdullah ibn Amr ibn Ash, Ali ibn Abi Thalib, Fathimah putri Nabi, Muhammad ibn Maslamah, Mu'adz ibn Jabal... Bisa dipahami bila kegiatan tulis-menulis makin membesar di masa Tabii. Yang jadi masalah: dalam tradisi transmisi hadis, penutur di belakang hampir selalu hanya menyebut nama sumber sebelumnya, bukan kitabnya. Berbagai manuskrip terdahulu itu pun larutlah (diulangi, tanpa menyebut judul) dalam karya yang belakangan. "Hilang"-lah berkas kuno itu, dan hanya bisa dijejaki dari ceceran info di tengah ratusan ribu hadis. Penggunaan istilah seperti sami'a atau haddatsa ("mendengar" atau "menuturkan"), dalam sanad hadis, juga menyebabkan generasi mutakhir beroleh kesan mengenai sifat lisan itu. Padahal, dalam penelitian, itu bisa berarti "membaca", "mengaji di depan guru", bahkan "menyalin". Berita mengenai larangan Nabi sendiri, terhadap penulisan hadis, harus ditinjau ulang. Lewat kritik sanad, Azami membuktikan di antara kurang dari lima hadis mengenai ini, yang bisa dipertimbangkan hanya satu dari dua hadis Abu Sa'id Al Khudrie r.a. Toh Bukhari, menurut Ibn Hajar, cenderung berpendapat larangan itu sebenarnya pendapat Abu Sa'id sendiri. Yang lain menyatakan: itu ucapan Nabi, tapi sudah di-naskh (dibatalkan) beliau. Atau, larangan itu hanya dimaksudkan agar penulisan hadis tidak dicampurkan dengan penulisan wahyu dan mengacaukan Quran. Jumlah halaman paling banyak dalam buku ini, setelah untuk pembahasan masalah sanad dan isnad, diisi dengan nama-nama sahabat, tabii, murid tabii, dengan tahun-tahun, yang sangat berguna sebagai ensiklopedi. Ini sekaligus membawa kita ke suasana menyenangkan, lengkap dengan gambaran aktivitas hadis mereka yang menimbulkan nostalgia, lewat buku dengan bahasa terjemahan yang bagus ini. Sebagai pembela eksistensi Hadis, Azami terhitung lebih berwibawa dari misalnya As-Siba'i, atau Subhi As-Shalih, yang, meski karya mereka membicarakan sebagian yang dibahas Azami. Masalah kritik matan (matn, teks), setelah kritik sanad, sangat kurang dibahas di sini. Hanya, memang, kritik matan tidak terutama berhubungan dengan dataran historis, landasan buku ini.Syu'bah Asa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus