SEMAKIN tersingkap, naga-naganya, peristiwa yang sangat "mengejutkan", dikenal dengan kasus restitusi pajak atau "kasus Surabaya". Bermula dari ungkapan secara terbuka, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Martoyo, tentang adanya kepastian suap-menyuap antara pemutus dan yang diputus. Hasilnya, bebas dari dakwaan. Tidak bermaksud secuil pun mencampuri materi perkara, telah jelas setiap hakim dituntut memahami, menghayati, dan melaksanakan tugas peradilan. Pertama, tanggung jawabnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kedua terhadap hati nurani, dan baru kemudian kepada yang lain. Tidak ingin berprasangka yang bukan-bukan, apalagi yang diwarnai yang tidak baik, sebutlah dalam kasus ini, menyalahgunakan jabatan. Ada upaya hukum formal yang wajib dilalui, walau keputusan bebas. Bolehlah dipertanyakan adakah bebas murni atau terselubung. Bila bebas murni dan itulah keyakinan hakim berdasar ijtihad yang lillahi taala, tak perlu diributkan. Sedemikian itulah kemampuannya. Dalam iman Islam, bila seorang hakim telah mempertimbangkan segala segi dari perbuatan terdakwa, kemudian ia yakin seyakin-yakinnya, berdasar pertanggungjawaban kepada Tuhan atas nama siapa putusan diucapkan. Dan bukan sembarang ucapan didahului lafal sumpah "Demi". Bila tidak yakin, ataupun ada keraguan, jangan paksakan -- hanya karena memenuhi tuntutan pendapat masyarakat. Tolong diingat ini oleh hakim pelaksana atau masyarakat pengamat, agar proses berpengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Walau sudah rinci ungkapan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, apa yang terjadi oleh dan atas diri Saudara Sarwono, menyangkut pembelian sebuah mobil Toyota Corona Absolute seharga Rp 93 juta lebih, sekali lagi biarlah urusan pengusutan yang berwenang. Tetap dituntut prasangka baik. Yang menarik perhatian, bantahan Hakim Sarwono atas isu yang telah dimekarkan itu. Dan pernyataan dari dua penasihat hukum Wijono Soebagiyo, terdakwa Helmi Nazar Machmud dan Siswandi, pengacara Delip Khumar Gobindram Vasandani. Cukup tandas penyangkalan Hakim Sarwono. Cukup jelas pula bukti penasihat hukum Wijono Soebagiyo. Akan bertolak belakang? Tentu memerlukan kesabaran, sama-sama menunggu serta menanti, apa kelanjutan kejadian, pengusutan. Bagi siapa pun juga, termasuk saya sendiri, tidak layak "menangisi" apalagi "meratapi" kejadian tersebut. Jelas sikap, apa pun peristiwa yang terjadi di antara pergantian siang dan malam. Tidak ada yang sia-sia bagi orang yang berakal, tidak menyesali walau layak "disesali". Tapi lebih bijak mengambil hikmah, apa yang terkandung dalam kejadian itu. Mungkin bila ada saran dan harapan, tolong diselesaikan secara tuntas, buka dan ungkap tabir yang tertutup, tanpa didahului prasangka yang bukan-bukan, apalagi oleh orang yang bukan berwenang. Bagi yang berwenang menjernihkan masalah, jangan ragu dan bimbang. Di pundak mereka terpikul kewajiban menegakkan hukum yang berkeadilan, tanpa pilih bulu. Itu akan dipertanggungjawabkan kelak kemudian hari. Bila semua itu dilandasi niat suci dan ikhlas, bagi yang difitnah -- bila pun namanya fitnah -- jangan pula ragu dan gelisah. Kebenaran hakiki hanya diri dan Tuhan. Orang boleh bersimpul yang bukan-bukan, silakan, asalkan hati nurani tetap jujur kepada Tuhan. Fitnah di waktu lalu cukup banyak menuntut korban, dan kini jangan lagi dilanjutkan. Sebaliknya bila benar, dan sekali lagi tentang ini hanya diri yang tidak dapat berbohong kepada Tuhan, walau mungkin dapat "mengibuli" sesama manusia, ajakan pertama, akui dan sesali ulah perbuatan. Tidak ada manusia yang kebal terhadap penggodaan setan. Dan, kalaupun ini terjadi, istigfar, istigfar, mohon ampun kepada Tuhan. Jangan biarkan diri mempertahankan yang batil demi gengsi dan harga diri di mata manusia. Harga diri dan gengsi utama ada di mata Tuhan dan hati nurani. Harapan saya, seperti dijudulkan: "Bicaralah tentang Kebenaran". Jangan tutup-tutupi. Yakin dan percaya untuk mempertahankan kebenaran ada kalanya menuntut pengorbanan. Dan bila kita harus menjadi "tumbal" kebenaran, tak apalah. Di dunia seakan menderita kerugian, lahir dan batin, namun di akhirat ditempatkan di tempat yang baik di sisi Tuhan. Ini akhir harapan insan yang beriman. Dan itu pula catatan setelah membaca berita "Hakim Membantah Terima Suap".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini